Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
GURU Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana menilai langkah pemerintah dalam menyikapi persoalan dengan Tiongkok di perairan Natuna sudah tepat.
Hal itu disampaikannya saat menanggapi pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD yang menegaskan bahwa tidak ada perang dan negosiasi dengan Tiongkok terkait pelanggaran Tiongkok di perairan Natuna.
Baca juga: Luhut Tegaskan Kedaulatan NKRI tidak ada Kompromi
"Sangat tepat. Karena kan pelanggaran tidak di wilayah kedaulatan Indonesia," kata Hikmahanto kepada Media Indonesia, Senin (6/1).
Ia menekankan bahwa Coast Guard China dan kapal-kapal nelayan Tiongkok memasuki wilayah hak berdaulat Indonesia, bukan kedaulatan Indonesia. Pasalnya, kapal-kapal Tiongkok yang memasuki wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di Natuna Utara tidak berada di Laut Teritorial, melainkan di Laut Lepas.
"Di Laut Lepas tidak dikenal konsep kedaulatan negara dan karenanya negara tidak boleh melakukan penegakan kedaulatan," katanya.
Dalam konsep ZEE, lanjut Hikmahanto, maka sumber daya alam yang ada dalam ZEE diperuntukkan secara eksklusif bagi negara pantai. Itu yang disebut sebagai hak berdaulat atau sovereign right.
"Oleh karenanya situasi di Natuna Utara bukan lah situasi akan 'perang' karena ada pelanggaran atas kedaulatan Indonesia," terangnya.
Lebih lanjut, jika pemerintah mengatakan tidak ada negosiasi dengan Tiongkok, kata Hikmahanto, itu juga merupakan langkah yang tepat. Dikatakannya, Indonesia tidak mengakui sembilan garis putus yang diklaim Tiongkok. Begitu pula sebaliknya, Tiongkok tidak mengakui ZEE Indonesia di Natuna Utara.
"Atas dasar sikap Indonesia itu, bagaimana mungkin Indonesia bernegosiasi dengan sebuah negara yang klaimnya tidak diakui oleh Indonesia?" tegasnya.
Ia pun mengingatkan bahwa sikap Indonesia yang konsisten itu telah mendapat penegasan dari Permanent Court of Arbitration (PCA) dalam penyelesaian sengketa antara Filipina melawan Tiongkok.
Dalam putusannya PCA tidak mengakui dasar klaim Tiongkok atas sembilan garis putus maupun konsep traditional fishing right. Menurut PCA dasar klaim yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok tidak dikenal dalam UNCLOS dimana Indonesia dan Tiongkok adalah anggotanya.
"Jangan sampai posisi yang sudah menguntungkan Indonesia dalam putusan PCA dirusak dengan suatu kesepakatan antar kedua negara," katanya.
Baca juga: Kasus Novel, Kompolnas: Sejauh Ini tidak ada Nama Jenderal
Adapun terkait peningkatan patroli yang akan dilakukan pemerintah, terang Hikmahanto, hal itu memang sangat penting dilakukan. Menurutnya, kehadiran secara fisik wajib dilakukan oleh pemerintah.
"Karena dalam konsep hukum internasional klaim atas suatu wilayah tidak cukup sebatas klaim di atas peta atau melakukan protes diplomatik tetapi harus ada penguasaan secara efektif," tandasnya. (Nur)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved