Dua Menteri Bahas Radikalisme di BUMN

Golda Eksa
06/12/2019 08:20
Dua Menteri Bahas Radikalisme di BUMN
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.(ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

MENTERI Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membahas tentang ancaman radikalisme di jajaran perusahaan pelat merah.  

"Saya mendapatkan laporan yang beliau dapatkan dari timnya, di mana beliau juga memberikan masukan mengenai radikalisasi yang ada di BUMN," ucap Erick, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, kemarin.    

Namun, Erick enggan menjelaskan secara rinci mengenai apa saja yang dibahas dengan Mahfud terkait radikalisme di BUMN dalam pertemuan tersebut. Ia hanya menegaskan bahwa Pancasila sebagai ideologi negara dan tidak ada ideologi lain di Indonesia.

"Yang namanya ideologi kan sudah putus (diputuskan). Pancasila, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika. Tidak ada ideologi lain yang ada di Indonesia, dan itu sendiri kan sudah diputuskan. Bukan saat ini lo, the founding fathers zaman dulu," tutur Erick.

Diakui Erick, berkembangnya paham radikal di kalangan BUMN lebih karena mereka mendapatkan pemahaman yang salah mengenai ajaran Islam. Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan data dan langkah-langkah yang harus  dilakukan untuk menanggulangi penyebaran radikalisme, khususnya di BUMN.

Namun, Erick enggan menceritakan lebih jauh, seraya menegaskan akan merealisasikan apa yang telah disarankan.

"Ya harus (direalisasikan), kan Menko. Kalau Menko yang perintah kita harus (laksanakan)," tuturnya. 

Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius juga memberikan tanggapan tentang adanya pegawai di BUMN yang terpapar radikalisme. Bahkan, tidak hanya di BUMN, tetapi juga instansi yang lain.  

"Jangankan BUMN, semuanya ada. Polisi saja ada kok (terpapar radikalisme), polwan. Saya (sudah) ngomong sama Polri," ujar Suhardi.

 

Proteksi dini

Pemerintah juga mengupayakan meredam penyebaran radikalisme di instansi-instansi pemerintah, utamanya di kalangan aparatur sipil negara (ASN). Anggota Komisi II DPR Sukamto menyarankan untuk memproteksi instansi dari radikalisme sejak dini, mulai dari penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS).

 "Seharusnya bila sejak awal sudah diproteksi, yakni sejak penerimaan CPNS betul-betul disaring, tentu ASN yang terpapar radikalisme bisa diminimalisasi," ujar Sukamto seperti dikutip Medcom.id, kemarin.

Sukamto mengusulkan agar materi pemantapan ideologi dalam wawasan kebangsaan  dimasukkan ke tes penerimaan CPNS. Dengan begitu, pemerintah diharapkan tidak kecolongan merekrut ASN berpaham radikal.

"Saya mengusulkan dan mendorong Menpan-Rebiro (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) dan BKN (Badan Kepegawaian Nasional) memasukkan wawasan ideologi kebangsaan (4 pilar berbangsa) sebagai salah satu bahasan pokok tes tulis dan wawancara seleksi penerimaan CPNS 2019," jelas anggota Fraksi PKB dari dapil Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut. (Ant/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya