Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Penyebutan Empat Pilar sudah Benar

Media Indonesia
09/9/2019 09:40
Penyebutan Empat Pilar sudah Benar
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid(MI/MOHAMAD IRFAN)

WAKIL Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menjelaskan bahwa penyebutan istilah Empat Pilar MPR RI sudah benar sehingga tetap digunakan hingga saat ini. "Empat Pilar MPR RI itulah istilah yang benar dan diizinkan Mahkamah Konstitusi," kata Hidayat Nur Wahid saat membuka Pergelaran Wayang Kulit dalam rangka sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Klaten, Jawa Tengah, Sabtu (7/9) malam.       

Hidayat menjelaskan, saat pertama disosialisasikan pada 2005, kegiatan itu memakai istilah sosialisasi Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara. Di tengah jalan penggunaan istilah itu dilarang Mahkamah Konstitusi. MPR pun mengubah istilah itu menjadi Empat Pilar MPR RI, yaitu Pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa, UUD Negara RI Tahun 1945 sebagai konstitusi negara, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai bentuk negara, dan Bhinneka Tunggal Ika semboyan negara. "Itulah istilah yang benar sehingga digunakan sampai sekarang," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengkhawatirkan, jika tidak hati-hati, media sosial yang telah mengambil alih pembentukan karakter bangsa.

"Ciri menonjol dari generasi milenial ialah demikian gandrung dengan internet dan melek informasi. Kemajuan internet seakan menjadikan dunia tanpa batas dan di internet semua hal bisa ditemukan. Jika mendapat informasi salah, bisa berakibat fatal," katanya di Jakarta, Sabtu (7/9).   

Diakui Basarah, perkembangan dan kemajuan teknologi informasi berdampak ganda. Dampak positifnya bisa memberikan kemudahan dalam komunikasi dan informasi, serta memberikan kemudahan dalam urusan ekonomi. Akan tetapi, dampak negatifnya juga besar dan tidak menutup kemungkinan berpotensi menyebabkan keretakan bangsa. Terlebih jika yang tersebar di media sosial terisi dengan kabar bohong (hoaks) dan ujaran kebencian.

Menurutnya, semua pranata sosial di Tanah Air ada hakim pengawasnya. Di lingkup keluarga ada orang tua, kemudian di lingkup lembaga pendidikan ada guru dan dosen, di lingkungan ada ketua lingkungan. "Begitu juga dengan media massa ada yang mengawasi, yaitu Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Informasi (KPI). Hanya di media sosial yang tidak ada pengawasnya," katanya. (Ant/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya