Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
SEPULUH nama calon pimpinan komisi pemberantasan korupsi (capim KPK) kini sedang digodok dalam sidang paripurna DPR setelah daftar nama-nama capim KPK diberikan Presiden Jokowi pada Rabu (4/9) lalu.
Satu dari sepuluh nama capim tersebut adalah Irjen Firli Bahuri. Selangkah lagi, Kapolda Sumatera Selatan ini akan menjadi satu dari lima pimpinan (komisioner) KPK jika lolos fit and proper test yang dilakukan DPR RI.
Meski demikian, Firli belum bisa duduk santai menunggu fit and proper test yang dilakukan DPR. Jelang pelaksanaan fit and proper test untuk 10 nama capim KPK, terpaan isu menimpa Firli. Diduga isu tersebut diembuskan kalangan yang tidak menghendaki Firli masuk dalam lima dari 10 capim yang lolus menjadi capim KPK.
Yang paling santer dan kembali mencuat adalah pertemuannya dengan Tuan Guru Bajang (TGB) atau Muhammad Zainul Majdi yang pernah menjabat Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sebelumnya, TGB diduga membuat kerugian negara dalam deviden hasil penjualan saham PT Newmont Nusa Tenggara kepada PT Amman Mineral Internasional. Penyelidikan KPK atas kasus itu masih berjalan
Firli disebut dekat TGB dan bahkan foto Firli dan TGB beredar. Padahal Firli telah menjelaskan perihal pertemuan dengan TGB saat itu.
“Pertemuan itu sudah diklarifikasi lima pimpinan KPK di ruang rapat pleno pimpinan KPK lantai 15 Gedung Merah Putih,” terang Firli di Jakarta, Sabtu (7/9).
Lebih lanjut, mantan ajudan Wapres Boediono tersebut mengatakan, pertemuannya dengan TGB tidak pernah direncanakan.
Dia hanya memenuhi undangan-undangan yang diberikan kepada dirinya dari Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) NTB KH Taqiudin Al Manyur di Pondok Pesantren Al Mansyuriah Bonder Lombok Tengah.
“Kalau diundang tapi tidak datang bukankah saya justru dianggap tidak beretika karena tidak menghargai undangan sesepuh NU?,” tanya Firli kepada wartawan.
Jenderal bintang dua ini menegaskan, pelanggaran kode etik yang ditujukan kepadanya saat masih menjadi Deputi Penindakan di lembaga antirasyuah tersebut sangat tidak beralasan.
Justru menurut Firli, jika tidak memenuhi undangan tersebut hal itu dapat menyinggung kultural NU.
“Saya datang ke pondok pesantren bukan hal yang tabu. Masa iya silahturahmi ke ponpes (pondok-pesantren) dianggap melanggar kode etik,” ujar Firli di Jakarta.
Kapolda Sumatera Selatan juga menegaskan, tidak ada perlakukan keistimewaan terhadap dirinya. Sebagaimana capim KPK lainnya, dia mengikuti semua fit and proper test yang diberikan panitia seleksi calon pimpinan KPK (Pansel Capim KPK) dan lolos hingga masuk 10 besar capim KPK. (OL-09)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved