Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk membatasi jatah menteri dari partai politik (parpol) di kabinet kerja periode kedua nanti. Hal itu dinilai sebagai langkah membentuk kabinet yang efektif dan bisa menjabarkan visi presiden.
Demikian disampaikan Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, saat jumpa pers hasil rekomendasi Konferensi Nasional Hukum Tata Negara ke-6 di Jakarta, Rabu (4/9). Bivitri menjelaskan, sistem presidensial dengan jumlah partai yang banyak dan dipadukan pembentukan koalisi membuat hak preogratif membentuk kabinet tidak bisa diterapkan sederhana.
Baca juga: DPR Dukung Rencana Pemerintah Batasi Akses WNA di Papua
“Karena presiden harus memperhitungkan posisi partai politik dalam pemerintahan. Padahal, di sisi lain, ada keinginan kuat untuk memiliki kabinet yang profesional," kata Bivitri.
Menurutnya, penting untuk membatasi jumlah menteri yang berasal dari partai politik. Dia juga menegaskan, hak prerogatif presiden harus dimaknai secara mutlak pada kriteria atau kualifikasi menteri.
"Meski partai politik bisa saja menawarkan kader-kader ataupun profesional yang terafiliasi dengan partainya untuk menduduki jabatan menteri, namun kriteria itulah yang harus menjadi ukuran pemilihan, maupun evaluasi menteri oleh presiden," ujarnya.
Selain itu, para pakar hukum tata negara dalam konferensi itu menyarankan agara Jokowi memberikan batasan yang jelas jabatan menteri mana saja yang harus profesional atau boleh dimasuki parpol.
“Kami mengusulkan kabinet yang proporsional perlu dipikirkan sesuai dengan program kerja presiden serta urusan-urusan yang diatur dalam konstitusi,” jelasnya.
Di tempat yang sama, pakar hukum tata negara dari Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono, menambahkan presiden Jokowi perlu melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap mereka yang akan duduk di kursi menteri pada kabinet pemerintahan periode 2019-2024.
Baca juga: Jokowi Diminta Kaji Ulang Efektivitas Kementerian Koordinator
Presiden, kata Bayu, bisa meminta bantuan ke lembaga-lembaga, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) serta Komnas HAM.
"Lembaga-lembaga itu bisa memberikan pendapat kepada Presiden dalam mempertimbangkan dan memutuskan seseorang yang layak menjadi menteri atau tidak," jelasnya.
KNHTN ke-6 yang diikuti 250 pemerhati hukum tata negara ini diselenggarakan di Jakarta sejak 2-4 September 2019 di Jakarta. Hasil rekomendasi KNHTN ke-6 ini nantinya akan diserahkan langsung ke Jokowi. (OL-6)
Selain Tom Lembong, masih ada beberapa mantan menteri era Jokowi yang terjerat kasus korupsi. Berikut beberapa mantan menteri tersebut.
Seharusnya Prabowo berkaca pada kabinet pemerintahan Jokowi.
“Setahu saya ada. Kan Pak Prabowo sudah ngomong kalau nama-nama dari kabinet Pak Jokowi yang bagus-bagus akan juga dipakai untuk membantu beliau."
MENTERI Sosial Tri Rismaharini bungkam saat ditanya rencana mundur dari kabinet Presiden Jokowi. Ia hanya tersenyum dan melambaikan tangan ke awak media, Selasa (3/9).
PDIP berharap reshuffle kabinet di akhir masa jabatan ditujukan untuk meningkatkan kinerja. Pasalnya, persoalan perekonomian rakyat mendesak untuk diselesaikan.
Saat ditanya lebih lanjut soal Menteri ESDM Arifin Tasrif yang akan digantikan oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Presiden enggan menjawab kabar tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved