Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Syarat Keterpilihan Pilpres Digugat ke MK

Cahya Mulyana
04/9/2019 09:30
Syarat Keterpilihan Pilpres Digugat ke MK
Ketua Majelis Hakim Konstitusi Saldi Isra didampingi hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan Suhartoyo.(MI/BARY FATHAHILAH)

TIGA advokat mengajukan pengujian materi Pasal 416 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait dengan syarat perolehan suara presiden dan wapres terpilih untuk dapat dilantik.

Menurut pemohon, aturan tersebut sama persis dengan Pasal 159 ayat (1) UU No 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang telah dinyatakan konstitusional bersyarat melalui Putusan MK Nomor 50/PUU-XVII/2014. "Ketentuan ini dapat menimbulkan kerancuan karena salin tempel dari Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres," ujar pemohon Ignatius Supriyadi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, kemarin.

Adapun Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu menyatakan bahwa pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% suara di setiap provisi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.

Ignatius menyebutkan keberadaan Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu tersebut menimbulkan polemik dengan adanya informasi yang beredar di masyarakat bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih tidak dapat dilantik jika tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu meskipun Pilpres 2019 hanya diikuti dua pasangan calon.  

"Untuk itulah, pemohon meminta agar MK menyatakan Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dan tidak mempunyai kekuatan hukum dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai tidak berlaku untuk pasangan calon presiden dan wakil presiden yang hanya terdiri atas dua pasangan calon," jelas Ignatius.

Dalam menanggapi permohonan tersebut, majelis hakim menilai pemohon belum menguraikan secara rinci mengenai pertentangan pasal yang diuji dengan batu uji dalam UUD 1945. "Belum ada perincian mengenai uraian kenapa pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28H ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 28I ayat (4) UUD 1945," ujar Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams.

Hakim Konstitusi Enny Nurba-ningsih pun menyarankan agar pemohon menguraikan mengenai kerugian yang dialami dengan berlakunya Pasal 416 Ayat (1) UU Pemilu. "Bagaimana uraian hak-hak itu dengan hak-hak dalam UUD 1945 mempunyai keterkaitan? Hal itu harus disebutkan korelasinya. Kerugian pemohon ada di kekosongan hukum atau apa?" tanya Enny.

Dengan saran perbaikan itu, majelis hakim konstitusi memberikan waktu 14 hari kerja kepada pemohon untuk melakukan perbaikan.

Di sisi lain, sejumlah organisasi pemantau pemilu mengajukan permohonan uji materi Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu terkait frasa 'pemilu serentak', karena dianggap telah menimbulkan banyak korban.

"Fakta menyatakan pemilu serentak memakan banyak korban, sehingga desain penyelenggaraan pemilu perlu dipertimbangkan lagi," kata kuasa hukum pemohon, Yohanes Mahatma, (Cah/Ant/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya