Headline
Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.
Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.
Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.
UNTUK kedua kalinya, Didi Dawis mengajukan peninjauan kembali (PK) melawan Bob Hasan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Didi Darwis diwakili tiga dari tujuh kuasa hukumnya, yaitu Dr. Binoto Nadapdap, SH., MH., Muhamad Ryan Dwi Saputra, SH., dan Ebenezer Sianipar, SH. resmi mengajukan PK kedua kalinya pada 15 Agustus lalu.
Muhamad Ryan Dwi Saputra, SH, salah satu kuasa hukumnya kepada wartawan menjelaskan, permohonan PK kedua ini terhadap Putusan PK No. 447 PK/PDT/2018 tanggal 29 Agustus 2018 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kasus tersebut bermula, jelas Bintoro, pada 1992, Bob Hasan menawarkan kepada Didi Dawis 10% saham di PT Kiani Kertas (sekarang bernama PT Kertas Nusantara) apabila Didi Dawis bersedia menanamkan modalnya sebesar US$20 juta di pabrik pulp yang terletak di Desa Makajang, Kabupaten Berau. Kalimantan Timur.
"Didi Dawis menerima tawaran tersebut dan telah membayarkan US$20.000.000 secara bertahap dari tanggal 7 Juli 1992 sampai dengan 10 Desember 1992 ke rekening PT Kiani Kertas. Namun, Didi Dawis tidak pernah diberikan 10% saham di PT Kiani Kertas," ungkap Muhamad Ryan Dwi Saputra, SH, di Jakarta, Senin (19/8).
Atas hal tersebut, Didi Dawis mengajukan gugatan wanprestasi terhadap Bob Hasan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang berujung pada Putusan Kasasi No. 1793 K/Pdt/2005 tanggal 17 Maret 2008 jo. Putusan PK No. 74 PK/PDT/2009 tanggal 12 Juni 2009 dimana Bob Hasan dinyatakan melakukan tindakan wanprestasi atas perjanjian Iisan di tahun 1992 dan dihukum untuk mengembalikan uang sebesar US$20.000.000 ditambah bunga 5% per tahun sejak Desember 1992 sampai dibayar lunas kepada Didi Dawis.
Meskipun sudah ada putusan inkracht, Bob Hasan mengajukan gugatan baru terhadap PT Kiani Kertas, Didi Dawis, PT Kiani Sakti. dan PT Kaltmanis Plywood Industries pada tanggal 11 Desember 2014 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalil gugatannya bahwa Didi Dawis telah menanamkan modalnya sebesar US$20.000.000 pada PT Kiani Kertas dan karena PT Kiani Kertas mengalami kerugian sehingga Didi Dawis dan para pemegang saham yang melakukan penyertaan modal pada PT. Kiani Kertas harus ikut menanggung kerugian tersebut.
Gugatan tersebut dikabulkan melalui Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No 760/Pdt.G/2014/PN.Jkt.SeI tanggal 30 Juli 2015 yang dikuatkan hingga Putusan PK No 447 PK/PDT/2018 tanggal 29 Agustus 2018. Dalam putusan tersebut, Bob Hasan dibebaskan dari segala tuntutan/tagihan/pembayaran dari Didi Dawis.
Dikabulkannya gugatan tersebut, jelas dia, menimbulkan adanya amar putusan dan akibat hukum yang berbeda dan bertentangan satu dengan yang lain. Padahal obyek perkara dan persoalan yang digugat dalam kedua perkara tersebut adalah sama bahkan diajukan di Pengadilan Negeri yang sama.
"Hal ini sangat merugikan bagi Klien Kami karena setelah menempuh sekian banyak proses hukum dalam 2 dekade terakhir Mahkamah Agung tidak dapat memberikan kepastian hukum mengenai status objek perkara tersebut," tegasnya.
Pengajuan PK kedua kalinya, menurut Bintoro, sebagai upaya hukum untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum, dalam hal ini terkait asas nebis in idem seperti tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung No.1226 K/PDT/2001 tanggal 20 Mei 2002 Jo. angka XVII SEMA Nomor 07 Tahun 2012 serta rasa keadilan masyarakat.
"Semoga upaya hukum Peninjauan Kembali atas PK ini memberi rasa keadilan kepada kami,” ujar Muhammad Ryan Dwi Saputra. (OL-09)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved