Penghidupan Kembali GBHN Dianggap Tak Mendesak

Putri Rosmalia Octaviyani
26/7/2019 16:16
Penghidupan Kembali GBHN Dianggap Tak Mendesak
Pengamat Politik Lembaga Analisis Politik Indonesia (L-API), Maksimus Ramses Llalongkoe(MI/M Irfan)

MPR RI periode 2014--2019 sudah membahas usulan amendemen ke-5 UUD NRI Tahun 1945, termasuk di dalamnya ada usulan untuk menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Usulan menghidupkan kembali GBHN dan amandemen UUD NRI telah dibuat dalam bentuk rekomendasi oleh MPR periode saat ini agar dilanjutkan oleh MPR periode 2019--2024 mendatang.

Pengamat Politik Lembaga Analisis Politik Indonesia (L-API), Maksimus Ramses Llalongkoe, berpendapat tidak ada dasar hukum secara yuridis yang mengatakan bahwa saat ini amandemen ke-5 mendesak untuk dilakukan. Ia juga mengatakan penghidupan kembali GBHN tak memiliki substansi yang jelas.

"Karena itu kalau misalnya ini didorong menurut saya, maka bisa berimplikasi terhadap pertanggungjawaban politik seorang presiden, artinya kita bisa kembali kepada sistem parlementer bukan lagi pada presidensial, karena ini berdampak pada produk perundang-undangan yang lain," ujar Maksimus, dalam diskusi 4 Pilar MPR, di gedung DPR MPR, Jakarta, Jumat, (26/7).

Ia mengatakan, dibutuhkannya GBHN karena tak ada sinkronisasi antara pusat dan daerah bukan hal yang kuat untuk dijadikan alasan. Indonesia telah memiliki berbagai aturan yang nantinya justru akan bertentangan dengan penghidupan GBHN, seperti UU otonomi daerah. Nantinya dikhawatirkan akan terjadi benturan-benturan yang menimbulkan berbagai persoalan baru.

"Sehingga bagi saya, usulan ini menurut saya berimplikasi pada pertanggungjawaban politik," ujar Maksimus.

Kembali dijadikannya MPR sebagai lembaga tinggi negara nantinya juga dikhawatirkan dapat menimbulkan intervensi kuat pada presiden. Bila upaya penghidupan GBHN tetap dihidupkan, akan ada ruang bagi MPR untuk melakukan penggulingan terhadap presiden.

"Sehingga juga menurut saya tidak efektif, kalau misalnya kepentingannya adalah untuk mengsingkronisasi antara program-program nasional dengan daerah lalu GBHN ini didorong dan perlu dilakukan perubahan terhadap undang-undang dasar kita," tutur Maksimus. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya