Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
KOORDINATOR Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana bersama dengan Koalisi Masyarakat Sipil Antikprupsi melaporkan dua Hakim Kasasi yang melepas tuntuan hukuman Syafrudin Arsyad Temenggung.
Dua Hakim Kasasi itu ialah Hakim anggota I, Syamsul Rakan Chaniago yang menyatakan tindakan Syafruddin merupakan perbuatan perdata dan Hakim Anggota II, Mohammad Askin yang berpendapat tindakan Syafruddin masuk ranah administrasi.
Kurnia menganggap putusan Mahkamah Agung (MA) dalam mengabulkan kasasi Syafrudin itu berbanding terbalik dengan putusan pengadilan di tingkat yang lebih rendah sebelumnya.
"Pada tingkat sebelumnya, Temenggung pada tingkat pertama divonis 13 tahun, di tingkat banding bahkan diperberat 15 tahun, kenapa justru di tingkat kasasi, yang bersangkutan justru dilepas yang mana menyatakan dakwaan terbukti akan tetapi bukan merupakan tindak pidana?" ujar Kurnia usai mengajukan laporan di gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Selasa (23/7).
Baca juga: MA Bebaskan Syafruddin Temenggung
Pihaknya juga kecewa kepada Ketua Majelis yang menangani kasasi ini, Salman Luthan. Sebab, saat muncul dissenting opinion (perbedaan pendapat) dalam Majelis, Salman tidak menambahkan komposisi Majelis.
Padahal, lanjut Kurnia, Ketua Majelis memiliki wewenang untuk menambah komposisi Majelis bila terjadi perbedaan pendapat maupun kebuntuan dalam memutus. Penambahan komposisi Majelis justru akan menghasilkan putusan yang lebih adil.
Selain itu, ICW menemukan salah satu hakim yakni, Syamsul Rakan Chaniago masih membuka kantor advokat. Padahal berdasarkan UU Kekuasaan Hakim, hal itu tidak diperbolehkan. Oleh karenanya, ia meminta agar Chaniago memberikan klarifikasi atas temuan itu.
"Lebih baik bisa dijelaskan kepada publik, jangan sampai justru ketika ada kantor hukum yang mengatasnamakan salah satu Hakim Agung justru menimbulkan ketidakpercayaan publik, sehingga publik bisa berprasangka negatif pada orang tersebut," tutur Kurnia.
"Itu yang coba kita laporkan agar KY bisa lebih aktif untuk memanggil, bahkan dua orang Hakim Agung ini dan jika ditemukan adanya pelanggaran kode etik, harapan kita adalah dua oknum hakim tersebut bisa dijatuhi sanksi," sambungnya.
Sementara Ketua Komisi Yudisial (KY), Jaja Ahmad Jayus mengatakan, laporan atas Syamsul Rakan Chaniago dan Mohamad Askin akan ditindaklanjuti sesuai dengan standar peraturan KY.
"Nanti kita akan proses sebagaimana ketentuan tata cara memproses laporan di Komisi Yudsial berdasarkan peraturan KY nomor 2 tahun 2015. Kalau di ketentuan itu 60 hari sudah harus selesai. Tetapi kita akan lihat, nanti kan kita pasti akan lakukan pendalaman dan sebagainya," ujarnya.
Jaja menjelaskan, bila laporan yang diterima itu terbukti, maka KY akan memberikan sanksi bergantung dengan kualifikasi pelanggarannya. Bila pelanggarannya masuk dalam kategori ringan, maka KY akan memberikan teguran tertulis.
"Sanksi sedang ada non palu sampai enam bulan. Kalau sanksi berat, ada sanksi non palu ada enam bulan lebih sampai dengan pemberhentian tidak dengan hormat, tergantung nanti tingkat kualifikasi pelanggarannya," pungkasnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Media Indonesia. Pada 2016 lalu, Syamsul Rakan Chaniago pernah terseret dalam persidangan di Pengadilan Tipikor lantaran dirinya dinilai bisa dilobi untuk menangani suatu perkara.
Itu terungkap dalam pembuktian tersangka suap di MA, Andri Tristianto Sutrisna. Nama Syamsul oleh Andri disebut bisa mengamankan perkara yang disidang dan bisa meringankan hukuman.
Peran Syamsul itu terungkap di pembuktian persidangan dalam percakapan melalui aplikasi Blackberry Messenger (BBM) antara Andri dan koleganya, Kosidah, dipaparkan Andri meminta bantuan Kosidah untuk mengatur majelis. “Main di Pak Chaniago aja, Mas, biar beliau yang pegang,” kata Kosidah kepada Andri dalam BBM itu.
Menyoal hal itu, Kurnia menyerahkan sepenuhnya kepada KPK. "Jika ada potensi keterlibatan oknum-oknum dalam perkara korupsi ya kita rasa KPK harusnya tidak segan untuk menindaklanjuti perkara tersebut," tandasnya. (OL-4)
Kasus itu menjadi bagian dari megakorupsi yang berhasil diungkap. Perkara ini masuk ke dalam daftar perkara korupsi yang merugikan keuangan negara dengan nilai sangat fantastis.
Indonesia memiliki sejarah kelam terkait kasus-kasus korupsi yang tidak hanya mengakibatkan kerugian materi, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Satgas BLBI telah menyita dan melelang barang milik Marimutu Sinivasan karena bos Texmaco itu tak kunjung membayar utang ke negara.
Masih ada 21 obligor pengemplang BLBI dengan nilai tagih Rp34 triliun dan 419 debitur yang menjadi prioritas dengan nilai tagih sebesar Rp38,9 triliun dan US$4,5 miliar.
KEBERADAAN buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Marimutu Sinivasan tak diketahui usai ditangkap pihak Imigrasi Entikong, Kalimantan Barat, pada Minggu (8/9).
Penangkapan dilakukan saat Petugas Imigrasi di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong mencegah keberangkatan pria 87 tahun itu ke Kuching, Malaysia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved