Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
PENELITI senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menuturkan kabinet Pemerintahan Presiden Jokowi jilid II baiknya dibatasi pada koalisi partai yang telah mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin sejak awal Pilpres 2019.
Syamsudin menilai, Indonesia dengan sistem presidensial tetap membutuhkan oposisi untuk terwujudnya pemerintahan yang ideal.
"Saya berpendapat yang ada di dalam kabinet itu berasal dari partai pendukung saja. Sisanya bisa membantu di luar karena kita membutuhkan peran oposisi yang signifikan," ujar Syamsuddin dalam acara diskusi yang dinisiasi oleh Para Syndicate, di Jakarta, Jumat (19/7).
Menurut Syamsuddin, jika memang eks partai pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ingin serius membantu pemerintahan Jokowi dalam membangun bangsa, hal tersebut bisa dilakukan di luar pemerintahan.
Baca juga : Jokowi Diminta Jauhi Politik 'Dagang Sapi' Saat Isi Kursi Menteri
Dengan cara memposisikan diri sebagai pihak oposisi yang memiliki peran penting dalam penyeimbang pemerintahan.
"Perlu digarisbawahi bahwa demokrasi kita sangat membutuhkan peran dari oposisi. Keberadaan oposisi menyehatkan hubungan antara legislatif dan eksekutif," jelas Syamsudin.
Mengenai komposisi ideal anggota kabinet Jokowi periode kedua, Syamsuddin menuturkan anggota kabinet dapat diisi 60% para ahli dan 40% dari kalangan partai politik (parpol).
Tanpa mendikotonomikan kalangan ahli dan parpol, Syamsudin menilai setiap kalangan harus mampu bekerja dengan optimal dan profeisonal membantu Presiden Jokowi.
"Saya menyarankan ada baiknya kabinet Jokowi bisa diisi dengan basis 60% kalangan ahli dan 40% parpol. Tapi ini bukan berarti mendikotonomikan ahli dan parpol. Bagi saya yang terpenting ialah mampu bekerja secara profesional," jelasnya. (OL-7)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved