Headline
PPATK sebut pemblokiran rekening dormant untuk lindungi nasabah.
PPATK sebut pemblokiran rekening dormant untuk lindungi nasabah.
Pendidikan kedokteran Indonesia harus beradaptasi dengan dinamika zaman.
PAKAR ekonomi dan mantan Menko Kemaritiman, Rizal Ramli, usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada pukul 11.50 WIB. Diperiksa selama dua jam, ia mengaku dimintai penjelasan soal prosedur penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).
Terhitung hingga saat ini, Rizal telah dimintai keterangannya oleh penyidik dalam perkara ini sebanyak tiga kali di tiga tahun berbeda. Rizal mengatakan, hal-hal yang menyangkut misrepresentasi dalam kasus untuk tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim jadi fokus pertanyaan penyidik.
Baca juga: Rizal Ramli Khawatir Kasus Besar Mandek di Pimpinan KPK Jilid V
"Pada dasarnya menyangkut misrepresentasi dari aset-aset yang disahkan, jadi seperti diketahui pada saat krisis, krisis itu dipicu karena swasta-swasta Indonesia pada waktu itu hutangnya banyak sekali," kata Rizal, Jumat (19/7).
Ia menjelaskan, saat itu banyak bank yang menerima kredit dari grupnya sendiri lantaran belum ada legal lending limit. Tidak lama kemudian, IMF menaikkan tingkat bunga yang akhirnya memengaruhi Bank Indonesia untuk menaikkan tingkat bunganya juga.
"Bank Indonesia naikin dari 18% ke 80% . Begitu itu terjadi banyak perusahaan-perusahaan tidak mampu bayar kan. Tapi kenapa perusahaan-perusahaan ini dapat kredit dari bank, akhirnya bank-nya collapse semua yang gede-gede semua bank yang besar. Akhirnya pemerintah terpaksa nyuntik apa yang disebut dengan dana BLBI," jelas Rizal.
Suntikan dana yang diberikan oleh BI kepada bank yang nyaris gulung tikar, kata Rizal, sebesar USD 80 miliar. Seharusnya, bank yang menerima pinjaman utang tunai itu mengembalikan pinjamannya dalam bentuk tunai pula.
Namun, di era ke-Presidenan BJ Habibie ada kebijakan agar para penerima dana (obligor) membayarkannya dalam bentuk aset berharga.
"Nah kalau pengusahanya bener, dia serahkan aset yang bagus-bagus, tapi ada juga yang bandel dibilang aset ini bagus, padahal aset busuk atau setengah busuk atau belum clean and clear. Misalnya tanah surat-suratnya belum jelas, tapi dimasukkan sebagai aset," tukas Rizal.
Selanjutnya, tutur Rizal, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang kala itu di kepalai oleh Glenn meminta Lehman Brothers untuk memberikan evaluasi soal aset-aset yang diberikan dalam rangka pelunasan dana BLBI.
Evaluasi yang diberikan Lehman Brothers, kata Rizal, terbilang ganjil. Pasalnya, evaluasi dapat selesai dalam kurun waktu satu bulan, padahal ada ratusan perusahaan yang menerima suntikan BLBI.
"Seandainya pada waktu itu tetap BLBI ini dianggap sebagai hutang tunai, pemerintah Indonesia malah selamat, karena hutang tunai harus dibayar terus plus bunga, tapi karena dibayar dengan aset, bisa masalah seperti sekarang," terang Rizal.
"Ini perlu dijelaskan, karena kalau terjadi nanti krisis ekonomi lain di Indonesia, kita jangan mengulangi kesalahan yang sama. Sekali orang utang tunai tetap tunai, jangan bayar pakai aset," sambungnya.
Saat dirinya menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko Ekuin), Rizal menemukan, ada hal yang dipaksakan dalam penyelesaian BLBI melalui Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA). Hal itu justru yang membuat posisi bargaining pemerintah Indonesia menjadi lemah.
Melihat hal itu, Rizal mengaku meminta kepada konglomerat yang memiliki utang BLBI untuk memberikan personal guarantee demi menyelamatkan uang negara itu. Personal guarantee itu ditujukan kepada obligor serta keturunannya untuk melunasi utang.
Baca juga: Jokowi Beri Waktu 3 Bulan untuk Tim Teknis Ungkap Kasus Novel
Setelah dirinya tidak lagi menjabat, kebijakan itu kemudian digantikan dengan pelunasan menggunakan aset senilai 30% dari dana yang diterima oleh obligor. Rizal menilai, hal itu yang mengembalikan posisi pemerintah Indonesia menjadi lemah lagi.
"Jadi kalau ada perdebatan hari ini tentang misrepresentasi dan lain-lain, itu masalahnya itu tadi. Pertama karena utang diubah jadi diganti dengan pembayaran aset, yang kedua posisi bargaining yang Indonesia dibikin lemah dibikin lah personal-personal guarantee-nya, dicabut lagi," pungkasnya. (OL-6)
Kasus itu menjadi bagian dari megakorupsi yang berhasil diungkap. Perkara ini masuk ke dalam daftar perkara korupsi yang merugikan keuangan negara dengan nilai sangat fantastis.
Indonesia memiliki sejarah kelam terkait kasus-kasus korupsi yang tidak hanya mengakibatkan kerugian materi, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Satgas BLBI telah menyita dan melelang barang milik Marimutu Sinivasan karena bos Texmaco itu tak kunjung membayar utang ke negara.
Masih ada 21 obligor pengemplang BLBI dengan nilai tagih Rp34 triliun dan 419 debitur yang menjadi prioritas dengan nilai tagih sebesar Rp38,9 triliun dan US$4,5 miliar.
KEBERADAAN buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Marimutu Sinivasan tak diketahui usai ditangkap pihak Imigrasi Entikong, Kalimantan Barat, pada Minggu (8/9).
Penangkapan dilakukan saat Petugas Imigrasi di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong mencegah keberangkatan pria 87 tahun itu ke Kuching, Malaysia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved