Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
PRESIDEN Joko Widodo diminta tidak perlu ragu memberikan amnesti kepada Baiq Nuril.
"Dalam kasus Baiq Nuril, menurut kami, Presiden sebagai Kepala Negara tidak perlu ragu atau bimbang memberikan amnesti karena ini dalam rangka menjamin hak asasi dan hak konstitusi warga negaranya," kata Ketua Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia Widodo Dwi Putro dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (10/7).
Ia menjelaskan, selama ini Presiden sama sekali tidak mengintervensi peradilan Baiq Nuril untuk menghormati independensi kekuasaan peradilan. Maka, lanjut dia, setelah ditolaknya Peninjauan Kembali (PK) maka sistem peradilan untuk perkara tersebut dengan sendirinya selesai.
"Nah sekarang bola hukum dan politik berada di tangan Presiden. Presiden sebagai Kepala Negara yang diberikan kewenangan instimewa oleh konstitusi, yakni dapat memberikan amnesti dengan memperhatikan pertimbangan yang diberikan oleh DPR. Atas dasar keyakinannya Presiden harusnya tidak ragu lagi," lanjut Widodo.
Ia menjelaskan dalam sejarahnya pemberian amnesti dan abolisi terdahulu hanya diberikan kepada mereka yang melanggar aturan hukum pidana akibat dari persoalan politik seperti makar atau pemberontakan.
Baca juga: Menkumham akan Susun Permohonan Amnesti Baiq Nuril
Padahal dalam Pasal 1 UU Darurat No.11 tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi bahwa Presiden, atas kepentingan Negara, dapat memberi amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang telah melakukan sesuatu tindakan pidana. UUD 1945 juga tidak memberi batasan apapun mengenai perkara yang bisa masuk dalam konteks grasi, amnesti, abolisi, maupun rehabilitasi.
"Dalam konteks Kasus Nuril tidak bisa dilihat sebagai kasus hukum pidana biasa yang berdiri sendiri, tetapi berdimensi kepentingan negara yang luas. Jadi bukan soal narapidana politik atau bukan melainkan, lebih pada persoalan dimensi kepentingan negara dari substansi perkaranya. Kepentingan negara dalam kasus Baiq Nuril yang dimaksud di sini adalah anti-diskriminasi," jelasnya.
Terkait hukuman untuk Baiq Nuril, imbuh dia, Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia berpendapat Putusan Kasasi dan PK terhadap Baiq Nuril bukan hanya merendahkan korban pelecehan seksual, tetapi juga membuat korban dengan mudah dijerat balik sebagai sumber atau pelaku kejahatan.
"Penolakan PK ini dapat menjadi preseden buruk, membuktikan rumitnya korban pelecehan seksual mencari keadilan, sehingga membuat korban-korban pelecehan lain akan semakin takut bersuara," tegasnya.(OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved