Headline
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.
PAKAR hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai perkara kasus hukum yang menjerat Sjamsul Nursalim dan istrinya dapat terus dilanjutkan. Menurutnya keputusan dari Mahkamah Agung terkait kasasi Mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) tidak dapat menggugurkan kasus dari Sjamsul Nursalim.
“Kasus Sjamsul Nursalim dapat terus dilanjut terlepas dari keputusan MA atas SAT,” tutur Abdul Fickar saat dihubungi Selasa (9/7).
Menurut Abdul dalam konteks kasus Sjamsul Nursalim harus terlebih dahulu dilihat objek peristiwa pidananya. Jika memang objek pidananya berbeda dalam arti konteks peristiwa yang dilakukan Sjamsul Nursalim berbeda, penyidikan dapat diteruskan.
Baca juga: MA Kabulkan Kasasi Syafruddin Arsyad
Ia pun menyebutkan bahwa inti dari perbuatan korupsi umumnya terkait dua hal, yakni penyalahgunaan jabatan dan perbuatan melawan hukum. Dalam konteks Sjamsul Nursalim ia menilai konteks nya masuk kepada perbuatan yang melawan hukum yang merugikan negara.
“Perbuatan melawan hukum formil (melanggar peraturan perundang-undangan) itu meski peraturan yang dilanggar tidak ada sanksinya, jika menimbulkan kerugian negara tetap dikualifikasi sebagai korupsi,” tutur Abdul.
Lebih lanjut Abdul mengungkapkan keputusan MA sebagai putusan dari pengadilan tertinggi, meski begitu ia mengaku heran atas pelepasan SAT karena perbuatannya dinilai MA bukan sebagai tindak pidana.
“Konteksnya SAT sebagai pejebat publik dan kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan negara juga masuk dalam wilayah hukum publik. Kesimpulan bahwa perbuatannya sebagai perbuatan keperdataan sangat mengherankan,” tegas Abdul.
Padahal menurutnya objek pemidanaan dalam kasus SAT adalah penyimpangan penggunaan dari BLBI yang mana ketika itu SAT sebagai pejabat publik yang membuat kerugian negara. Konteks kerugian negara disini bukan sebagai wanprestasi keperdataan, melainkan penyimpangan penggunaan. Hal tersbeut lah yang membuat Abdul menilai keputusan kasasi dari MA sebagai keputusan yang aneh.
“Kasasi itu yudex yuri ,hanya menilai penerapan hukum oleh peradilan di bawahnya, karena itu terlalu jauh menilai masuk dalam pokok perkara dan mengadili sendiri,” tutur Abdul. (OL-4)
Kasus itu menjadi bagian dari megakorupsi yang berhasil diungkap. Perkara ini masuk ke dalam daftar perkara korupsi yang merugikan keuangan negara dengan nilai sangat fantastis.
Indonesia memiliki sejarah kelam terkait kasus-kasus korupsi yang tidak hanya mengakibatkan kerugian materi, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Satgas BLBI telah menyita dan melelang barang milik Marimutu Sinivasan karena bos Texmaco itu tak kunjung membayar utang ke negara.
Masih ada 21 obligor pengemplang BLBI dengan nilai tagih Rp34 triliun dan 419 debitur yang menjadi prioritas dengan nilai tagih sebesar Rp38,9 triliun dan US$4,5 miliar.
KEBERADAAN buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Marimutu Sinivasan tak diketahui usai ditangkap pihak Imigrasi Entikong, Kalimantan Barat, pada Minggu (8/9).
Penangkapan dilakukan saat Petugas Imigrasi di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong mencegah keberangkatan pria 87 tahun itu ke Kuching, Malaysia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved