Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka baru pada kasus dugaan suap terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau tahun 2014.
Penetapan tersangka atas kasus dugaan suap itu menjerat satu koorporasi dan dua perorangan. Kasus ini merupakan pengembangan dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) 2014 lalu.
"Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK meningkatkan perkara tersebut ke penyidikan dan menetapkan tiga pihak sebagai tersangka, yaitu sebuah koorporasi, PT PS (PT Palma Satu), Legal Manager PT Duta Palma Grup Tahun 2014, SRT (Suheri Terta) dan Pemilik PT Darmex Group atau PT Duta Palma, SUD (Surya Darmadi)," kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (29/4).
Sebelumnya, dalam ott pada 2014 lalu, KPK menetapkan Gubernur Riau periode 2014 - 2019, Annas Maamun dan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Medali Emas Manurung sebagai tersangka. Pada saat yang sama KPK mengamankan uang senilai Rp 2 miliar dalam bentuk Rp 500 juta dan USD 156.
"Dua orang ini telah divonis bersalah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hingga Mahkamah Agung, itu artinya telah berkekuatan hukum tetap," ujar Laode.
Baca juga: Divonis 6 Tahun Penjara Annas Ma'mun akan Banding
Selanjutnya, KPK mendapati sejumlah bukti tentang penerimaan lain Annas dari berbagai pihak lain. Berangkat dari bukti itu KPK melakukan penyidikan perkara suap terkait dengan proyek Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau dan menetapkan Edison Marudut Marsaudali Siahaan sebagai tersangka.
Kemudian KPK memproses Bupati Rokan Hulu, Ketua dan Anggota DPRD Provinsi Riau. Terkait dengan pembahasan anggaran Provinsi Riau, KPK menemukan bukti aliran dana dari Annas terkait hal itu. Seluruh perkara juga telah diputus di pengadilan dan berkekuatan hukum tetap.
"Pada tanggal 9 Agustus 2014 Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan menyerahkan surat keputusan Menteri Kehutanan tentang perubahan peruntukkan Kawasan Hutan menjadi bukan kawasan kepada Annas sebagai Gubernur Riau," terang Laode.
Dalam surat itu Menhut membuka kesempatan pada masyarakat yang ingin mengajukan permohonan revisi bila ada lokasi yang belum terakomodir melalui pemerintah daerah.
Annas kemudian memerintahkan SKPD nya untuk menelaah kawasan hutan yang terlampir dalam surat itu. Kemudian SRT mengirimkan surat kepada Annas yang intinya meminta untuk mengakomodir lokasi perkebunan PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, PT Banyu Bening dan PT Seberida Subur yang berlokasi di Kabupaten Indagiri Hulu dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau.
"Annas segera menindaklanjuti permintaan itu dan msmerintahkan bawahannya untuk membantu dan mengadakan rapat. Annas juga membuat disposisi yang isinya memerintahkan Wakil Gubernur Riau saat itu untuk segera mengadakan rapat dengan SKPD terkait," ungkap Laode.
KPK menduga ada pertemuan antara Gulat, SRT, SUD dan SKPD terkait membahas permohonan perubahan kawasan hutan menjadi kawasan bukan hutan atas kawasan milik PT Duta Palma Group. Hal itu dimaksudkan agar wilayah perkebunan itu dikeluarkan dari peta kawasan hutan di Riau.
SUD diduga menawarkan fee kepada Annas melalui Gulat sejumlah Rp 8 miliar bila areal perkebunan perusahaannya masuk dalam revisi SK Menteri menjadi kawasan bukan hutan. Setelah mengabulkan permohonan SRT dan menandatangani perubahan peta itu Annas kembali menerima uang senilai Rp. 3 miliar dari SRT melalui Gulat.
"Dengan surat Gubernur Riau itu, diduga perusahaan-perusahaan itu dapat mengajukan hak guna usaha untuk ISPO sebagai syarat sebuah perusahaan untuk melakukan ekspor sawit ke luar negeri," tambah Laode.
PT Palma Satu diduga tergabung dalam Duta Palma Group yang mayoritasnya dimiliki oleh PT Darmex Agro. SUD diduga sebagai benefical power PT Darmex Agro dan Duta Palma Group, sementara SRT merupakan komisaris PT Darmex Agro dan merupakan orang kepercayaan SUD.
Atas dugaan itu, PT PS disangkakan melanggar pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/01 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sementara SRT dan SUD disangkakan melanggar pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/01 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP atau pasal 56 KUHP. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved