Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
INFORMASI viral yang menyebutkan adanya tenaga kerja asing atau Warga Negara Asing (WNA) memiliki KTP-E ditanggapi oleh Kementerian Dalam Negeri sebagai sesuatu yang tidak haram asalkan memenuhi persyaratan dan aturan dalam Undang-undang Administrasi dan Kependudukan (Adminduk). KTP-E tersebut pun ditegaskan tidak bisa digunakan untuk mencoblos saat pemilu berlangsung.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh pun menegaskan WNA yang memiliki KTP-E tidak bisa mencoblos karena dalam kartu tersebut tertulis keterangan kewarganegaraan WNA tersebut. Bentuk KTP-E WNA itu identik dengan KTP-E WNI, hanya dibedakan dari kolom kewarganegaraan dan masa berlaku yang tidak seumur hidup. KTP-E untuk WNA itu dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil).
"Mengenai yang sedang viral, adanya tenaga kerja asing atau WNA yang memiliki KTP elektronik, yang perlu saya sampaikan bahwa WNA yang sudah memenuhi syarat dan memiliki izin tinggal tetap dapat memiliki KTP elektronik, sesuai dengan UU Administrasi Kependudukan, sehingga tidak haram WNA punya KTP elektronik," kata di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (26/2).
"Syaratnya ketat, harus punya izin tinggal tetap yang diterbitkan dari Imigrasi. Nah ini jangka waktunya terbatas bukan seumur hidup, bisa satu tahun, dua tahun atau tiga tahun dan di dalam KTP-nya ditulis dengan warga negara mana, misalnya Singapura, Malaysia sehingga KTP-E itu tidak bisa digunakan untuk mencoblos karena syarat untuk mencoblos adalah WNI," sambungnya.
Baca juga: Kemendagri Tegaskan WNA bisa Punya KTP Elektronik
Sebelumnya tersebar di media sosial mengenai foto KTP-E milik tenaga kerja asing dari Tiongkok di Cianjur. Dasar WNA mempunyai KTP mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Dalam aturan itu disebutkan orang asing yang memiliki izin tinggal tetap, wajib melaporkan kepada instansi pelaksana paling lambat 14 hari sejak diterbitkan izin.
"Pasti tidak bingung, saya jamin orang TPS (tempat pemungutan suara) yang bisa membaca dan menulis pasti tidak akan bingung karena tinggal dibaca. Ada tulisannya warga negara mana," ungkap Zudan.
Zudan kembali menegaskan KTP-E WNA itu tidak bisa untuk mencoblos dan penerbitannya sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Syarat mencoblos pertama harus WNI kalau bukan WNI no, coret, keluarkan dari TPS, simpel sekali, hanya masyarakat perlu kita berikan pemahaman, jangan digoreng-goreng, agar masyarakat tenang," tegas Zudan
Sedangkan untuk penulisan masa berlaku, menurut Zudan, tergantung berapa lama WNA itu mengantongi izin tinggal. Hal ini pun menjadi pembeda antara KTP-E WNA dengan Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) yang sudah lebih lazim digunakan oleh WNA.
"KITAS itu untuk tinggal sementara. Kalau KITAS diterbitkan dengan surat keterangan domisili sedangkan KITAP (Kartu Izin Tinggal Tetap) untuk yang sudah izin tinggal tetap diterbitkan dengan KTP elektronik," pungkasnya.(OL-5)
Persija mempunyai pemain yang tidak ber-KTP DKI Jakarta di antaranya adalah Stefanus Alua (Papua), Danny Saputra (Depok), Tony Sucipto, Sandi Sute, dan Nugroho Fatchur Rochman.
Osas sudah mengetahuin latar belakang capres 2019 dan tahu siapa yang akan dipilih
Persija berikan kesempatan untuk pemain menggunakan hak suara pada 17 April
United ingin memperkuat lini belakang mereka dan de Ligt dianggap bisa menjadi solusi yang dibutuhkan tim saat ini.
PEMILU 2019 akan segera digelar. Penyelenggara pemilu, yaitu KPU dan Bawaslu pun dituntut untuk menyiapkan pesta demokrasi tersebut dengan sebaik mungkin. Persiapan yang matang amat diperlukan.
WAKTU pemilihan presiden/wakil presiden dan anggota legislatif tinggal tiga minggu lagi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved