Headline
Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.
Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.
PENYERAHAN Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) oleh anggota DPR paling rendah. Hanya 40 orang dari 524 anggota DPR (7,63%) yang sudah melaporkan LHKPN ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Tak mengherankan bila KPK pun melempar sindiran ke para wakil rakyat di Senayan. Berdasarkan data KPK, anggota DPR ialah yang paling rendah dalam pelaporan LHKPN. “Itu kan undang-undang dibuat DPR. Kalau DPR juga yang tidak melaporkan harta kekayaannya, artinya tidak menjalankan undang-undang yang mereka bikin,” cetus Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Jakarta, kemarin.
Urusan LHKPN tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Pasal 5 ayat 2 dan ayat 3 berbunyi, ‘Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat, serta melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan setelah menjabat’.
Selain itu, kewajiban tentang LHKPN juga diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Syarif menyebut penyerahan LHKPN sebagai bentuk transparansi para pejabat. “Kita sangat berharap LHKPN itu disetorkan, dilaporkan ke KPK. Itu juga menunjukkan niat mengikuti semua regulasi yang ada di Indonesia,” imbuh Laode. Data KPK per 25 Februari 2019 menunjukkan baru sekitar 58 ribu penyelenggara negara yang menyetor LHKPN. Jumlah itu baru sekitar 17,8% dari keseluruhan wajib lapor LHKPN, yaitu 329.142 penyelenggara negara di seluruh Indonesia.
Berdasarkan ketentuan, batas waktu penyerahan LHKPN ialah 31 Maret 2019. Adapun harta yang dilaporkan, yakni perkembangan kekayaan selama 2018 dan seluruh harta yang dimiliki para wajib lapor yang baru pertama kali melaporkan.
Terus mengimbau
Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengaku setiap tahun selalu mengimbau anggotanya untuk melaporkan perubahan atas LHKPN. “Sebagai pimpinan DPR, saya tentu tetap secara terus-menerus mengimbau dan meminta anggota DPR setiap tahun melaporkan perubahan LHKPN,” katanya. Bamsoet mengutip ketentuan dalam Pasal 5 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999. Dalam pasal tersebut diatur tentang kewajiban penyelenggara negara untuk melaporkan kekayaannya sebelum dan sesudah menjabat.
“Walaupun ketentuan yang tertuang dalam UU yang dipahami anggota, sebagaimana bunyi UU Nomor 28 Tahun 1999 Pasal 5 ayat 3 berbunyi, ‘Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan setelah menjabat’,” jelas Bamsoet. Anggota Komisi III DPR yang membidangi hukum menilai sindiran KPK terkait dengan rendahnya pelaporan LHKPN anggota dewan tidak relevan karena hal itu berkaitan dengan personel, bukan lembaga. “Soal sindiran itu saya anggap tidak relevan. Karena walaupun bukan pembuat UU, sebagai pejabat negara tetap saja harus melaporkan harta kekayaannya,” kata Teuku Taufi qulhadi dari Fraksi NasDem.
Menurutnya, seseorang yang tidak melaporkan, tidak ada hubungan dengan DPR sebagai lembaga. Kalau ia berada di lembaga lain, mungkin ia enggan melaporkan juga. “Jadi, itu persoalan personal seseorang,” imbuhnya. Meski demikian, ia mendorong anggota dewan untuk segera melaporkan LHKPN dan mengikuti jejak Ketua DPR Bambang Soesatyo. (Ant/P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved