Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Kumpulan Berita DPR RI
Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman 4,5 tahun dan pidana denda sejumlah Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Johanes Budisutrisno Kotjo. Putusan yang dikeluarkan pada 31 Januari 2019 itu lebih berat daripada vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 13 Desember 2018 bagi pemberi suap kasus korupsi proyek pembangunan PLTU MT Riau-1.
Sebelumnya Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman kepada pemberi suap anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih tersebut 2 tahun 8 bulan penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan.
Johanes Kotjo mengaku pasrah atas keluarnya putusan PT DKI Jakarta itu. "Saya pasrah, serahkan sama Allah, serahkan sama yang di atas walaupun aku dizalimi, saya sudah maafkan," ujar dia di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim PT DKI Jakarta menilai bahwa perbuatan Kotjo memberikan suap kepada Eni selaku anggota DPR Komisi VII yang membidangi energi telah mencederai rasa keadilan masyarakat yang juga telah mengakibatkan terhentinya proyek pembangunan PLTU Mulut Tambang Riau-I sebagai bagian dari power purchase agreement (PPA) antara PT PLN dan konsorsium PT China Huadian Engineering Company Limited (CHEC) Ltd, PT BNR, dan PT Pembangkit Jawa Bali (PJBI).
Apalagi, menurut hakim, tindak pidana yang dilakukan Kotjo dilakukan secara sistematis, yaitu dari perencanaan, penganggaran, sampai pelaksanaan, dengan melibatkan orang-orang yang punya posisi penting.
"Menimbang dengan berhentinya proyek pembangunan PLTU MT Riau-1 yang berkapasitas 35.000 megawatt sangat merugikan masyarakat pada umumnya dan masyarakat Riau pada khususnya untuk menikmati penggunaan listrik tersebut," kata hakim.
Eni petugas partai
Sementara itu, Eni Saragih yang menjadi tersangka kasus yang sama menegaskan dirinya hanya petugas partai dan bukan sebagai pelaku utama dalam perkara dugaan korupsi pemberian suap dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1.
"Keterlibatan saya bukanlah sebagai pelaku utama sebagaimana disebutkan JPU, melainkan semata karena saya selaku petugas partai. Uang yang saya terima pun saya pergunakan untuk kepentingan partai, organisasi, dan membantu masyarakat tidak mampu," kata Eni saat membacakan nota pembelaan (pleidoi).
Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum (JPU) KPK menuntut Eni agar dipenjara selama 8 tahun ditambah denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan karena terbukti menerima Rp10,35 miliar S$40.000. Menurut rencana, sidang vonis Eni akan dilangsungkan pada 1 Maret 2019.
Menurut Eni, Johanes Kotjo dianggap sebagai teman baik. Eni bisa menghubunginya untuk membantu mensponsori kegiatan partai, kegiatan organisasi, dan corporate social responsibility (CSR). "Saya juga diperintah ketua fraksi saya selanjutnya, yaitu Melcias Mekeng, untuk membantu perusahaan Samin Tan PT AKT (Asmin Koalindo Tuhup) di Kementerian ESDM. Saya mengaku bersalah."
Eni mengaku kaget dengan tuntutan 8 tahun yang dibacakan JPU pada 6 Februari 2019. "Jiwa saya hancur melihat anak saya mena-ngis di ruang sidang ini. Tidak ada rasa yang menyedihkan hati saat itu, saya menyesali, bertobat, dan menerima konsekuensi dari apa yang saya lakukan, tetapi saya mohon keadilan hukuman kepada majelis hakim yang mulia," tambah Eni. (Ant/P-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved