Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Penceramah Hindari Radikalisme

Dero Iqbal Mahendra
24/11/2018 08:44
Penceramah Hindari Radikalisme
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla(ANTARA/Yudhi Mahatma)

PARA penceramah di masjid diimbau memperhatikan akurasi sumber untuk konten khotbah mereka. Pasalnya, khotbah atau ceramah di masjid merupakan sarana efektif untuk menggerakkan umat. Di tahun politik menjelang Pilpres 2019 tidak terhitung informasi yang beredar belum diketahui kebenarannya.

Hal itu diungkapkan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat membuka Rakernas Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Istana Wakil Presiden, Jakarta, kemarin. “Penceramah di masjid diharapkan mencerahkan bangsa. Pemerintah tidak melarang, tetapi batasan-batasannya, ya mereka harus taati,” kata Kalla.

Menurut Wapres, salah satu cara menangkal penyebaran paham radikal di lingkungan masjid ialah dengan memberikan penilaian kepada para penceramah. DMI dapat membuat skemanya bersamaan dengan pembuatan kurikulum khotbah Jumat.

“Di tahun politik ini mengkritik dan memberi saran itu susah dibedakan,” lanjut Wapres.

Kalla menerima laporan ­daftar masjid dan penceramah yang diduga terpapar radikalisme dari Kepala Badan Intelijen Negara  (BIN) Budi Gunawan beberapa waktu lalu. Menurut Wapres, satu hal menarik dari daftar itu karena surveinya dilakukan di masjid-masjid di instansi pemerintah.

“Masjid-masjid itu berada di kantor pemerintah. Ada yang ringan, menengah, dan berat. Jadi, diukur dari penceramahnya,” ujar Kalla.

BIN menerima laporan hasil survei Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) NU bahwa ada 50 penceramah di 41 masjid di kantor pemerintah terpapar radikalisme. Survei mengungkapkan sedikitnya 41 dari 100 masjid milik pemerintah terindikasi radikal yang disebarkan penceramahnya. Dari 41 masjid itu, sebanyak 17 di antaranya masuk kategori radikal tinggi, 17 lainnya radikal sedang, dan 7 masjid berkategori radikal rendah.

“Yang paling kurang diurus Kementerian Agama itu masjid. Jadi, Dirjen (Bina) Masyarakat Islam ini enak, tidak banyak urusannya kan. Dakwah juga tidak, hitung masjid juga tidak. Terkait jumlah masjid, Kemenag tidak memiliki data pasti. Selama ini jumlah masjid menggunakan perkiraan data sebanyak 800 ribu-900 ribu,” keluh Wapres.

“Sekarang saya tugasi you selama enam bulan kasih kami (DMI) jumlah (masjid) yang benar,” tegas Wapres.

Pesan damai
Dirjen Bina Masyarakat Islam, Muhammadiyah Amin, menjelaskan selama ini pihaknya telah mendata masjid lewat KUA di seluruh Indonesia. “Setelah pendataan, kami duduk bersama DMI untuk menyamakan data.”

Direktur Eksekutif Maarif Institute Abdullah Darraz menyambut baik usul Jusuf Kalla melakukan pendampingan kepada masjid yang terindikasi terpapar radikalisme.

“Kami menemukan, bukan riset. Ada yang mendorong melakukan kekerasan dan mengajarkan bela diri menyerang kelompok kafir. Usulan DMI saya pikir sangat bagus. Memang penceramah mesti menyampaikan hal yang damai dan tanpa ujaran ­kebencian. Menggunakan ayat suci untuk kepentingan politik tentu sangat dangkal,” ungkap Darraz.

Darraz menilai masjid dan penceramah itu lebih berfungsi untuk menebar pesan damai. Terlebih selama berlangsungnya kontestasi politik saat ini. Pesan-pesan yang disampaikan penceramah boleh saja memuat unsur politik, tetapi tidak mendukung salah satu calon lalu menjelekkan calon lain. “Lebih mengingatkan persatuan dan kesatuan.” (*/AT/Ant/X-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya