Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
MAJELIS Hakim PN Jakarta Selatan, kemarin, menjatuhkan hukuman mati kepada terdakwa intelektual kasus terorisme, Oman Rochman alias Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman. Vonis itu dikhawatirkan justru akan menyulut perlawanan balik dari gerombolan teroris.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Oman Rochman alias Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma telah terbukti secara sah dan diyakini bersalah melakukan tindak pidana terorisme. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Oman Rochman alias Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma dengan pidana mati," ungkap Ketua Majelis Hakim Akhmad Jaini.
Aman yang merupakan pentolan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) itu hadir di pengadilan dengan mengenakan kemeja biru cerah panjang, celana bahan berwarna hitam, dan ikat kepala hitam. Selama proses persidangan ia terlihat santai di kursinya.
Pria kelahiran Sumedang, Jawa Barat, 46 tahun lalu itu dituntut hukuman mati oleh jaksa. Tidak ada unsur yang meringankan dari terdakwa Aman, bahkan jaksa menyebutkan ada enam poin yang memberatkan.
Menurut jaksa, Aman harus bertanggung jawab atas teror yang telah menewaskan sejumlah orang serta serangan teror lainnya di Indonesia rentang waktu sembilan tahun terakhir. Dalam pleidoi, Aman menyatakan tidak gentar atas tuntutan jaksa. Bahkan ia mempersilakan majelis untuk memvonis sesuai dengan tuntutan jaksa.
Persidangan pembacaan vonis Aman kemarin berlangsung di bawah penjagaan ketat aparat kepolisian. Sekitar 400 personel diturunkan untuk mengamankan jalannya proses persidangan. Sebagian mereka bersenjata lengkap, bahkan ada pula penembak jitu.
Seusai membacakan vonis, majelis menanyakan kepada terdakwa atau tim kuasa hukumnya terkait dengan kemungkinan banding. "Bagaimana, banding atau menerima atau pikir-pikir? Tidak usah komentar," kata hakim.
Kemudian, Asrudin Hatjani, anggota tim kuasa hukum Oman, menyatakan masih mempertimbangkan vonis mati tersebut. "Pikir-pikir, Yang Mulia."
Pada kesempatan terpisah, Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan hukuman mati kepada aman sudah tepat. "Rasanya di situ terlihat bahwa majelis hakim pun sependapat dan sepaham dengan kita bahwa Aman Abdurrahman sudah selayaknya divonis seperti itu, hukuman mati," tuturnya.
Dikatakan, jika terdakwa mengajukan banding, pihaknya juga akan melakukan upaya hukum serupa. "Makanya kita (kejaksaan) harus mengikuti manuver yang bersangkutan agar jangan kehilangan kesempatan atau mengimbangi langkah yang dilakukan terdakwa."
Bukan jawaban
Direktur LBH Masyarakat Ricky Gunawan menyayangkan vonis mati untuk Aman. Dia memahami bahwa teror yang dilakukan jaringan Aman ialah tindakan keji dan telah memakan banyak korban. "Tetapi hukuman mati bukanlah jawaban atau respons yang tepat untuk mengatasi serangan teror yang terjadi di Indonesia."
Dia menjelaskan, pada 2008, tiga pelaku teror, yakni Amrozi, Imam Samudra, dan Mukhlas, telah dieksekusi. Namun nyatanya, teror tak surut. Hukuman mati dalam kasus terorisme justru berpotensi menyulut perlawanan balik dan dapat menguatkan semangat mereka untuk melanjutkan aksi teror.
"Terhadap Aman Abdurahman, salah satu opsi penghukuman yang bisa diambil misalnya hukuman seumur hidup sambil yang bersangkutan menjalani deradikalisasi. Hukuman mati ialah hukuman yang bersifat ilusi karena seolah dapat mengatasi maraknya serangan teror, padahal tidak berhasil menghentikan laju perkembangan terorisme," tandas Ricky.
Di sisi lain, Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Teddy Lakhsamana menyatakan vonis mati untuk Aman tersebut tidak akan memicu kelompok teroris termasuk JAD yang berafiliasi dengan IS bergerak. "Itu bisa diantisipasi. Masak keinginannya ribut melulu? Enggaklah. Yakin. Saya harus berikan jawaban yakin, tidak (memicu pergerakan)," tegasnya. (Gol/Ant/X-8)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved