Amien Mau Maju di Pilpres, Sinyal Oposisi Tak Solid

Astri Novaria
11/6/2018 18:54
Amien Mau Maju di Pilpres, Sinyal Oposisi Tak Solid
(MI/Susanto)

PENGAMAT Politik Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menyebut keinginan Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden 2019 setidaknya menyiratkan sejumlah hal. Salah satunya, koalisi keumatan yang dicanangkan kelompok oposisi pada faktanya tidak memiliki kepercayaan diri dan soliditas yang kuat.

Kedua faktor yang menjadi pengikat diantara oposisi dinilai Ray, semakin kehilangan pijakan. Menurutnya, ketidakpercayaan diri itu semakin mengental sejak adanya pertemuan politik antara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dengan Amien Rais di Mekah.

"Untuk menjaga soliditas dan mengembalikan kembali wibawa Prabowo, maka umroh politik pun dilakukan. Di Mekah, mereka bertemu lalu tercetuslah istilah koalisi keumatan. Koalisi itu seperti pecah manakala beberapa pentolan kelompok ini malah mendeklarasikan Anis Baswedan sebagai capres. Puncaknya, Amien juga menyatakan siap jadi capres 2019," paparnya.

Ia berpandangan tidak solidnya kelompok oposisi sudah terlihat sejak Anies Baswedan ditetapkan sebagai pemenang Pilkada dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dipidana penjara.

"Di mulai adanya desakan untuk mendorong nama-nama tertentu masuk dalam bursa Pilkada 2018 yang menyebabkan barisan ini terkelompok pada setidaknya tiga barisan. Berlanjut pada, tak juga ditetapkannya cawapres Prabowo yang berjalan seiring dengan enggannya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan dengan tegas bahwa capres yang mereka usung adalah Prabowo," sambungnya.

Lebih lanjut, Ray berpandangan #2019GantiPresiden justru menjadi sinyal ketidaksolidan itu. Ia menilai PKS yang memulai tagar itu tidak dengan spesifik menyatakan bahwa Prabowo yang akan menggantikan Jokowi.

Sementara, PAN yang diharapkan bergabung di koalisi sempat menjaga jarak. Bahkan ketika Gerindra membentuk struktur pengurus posko bersama, PAN menyatakan keberatan logo dan nama partainya dilibatkan.

"Begitulah sampai ada rilis capres dari ulama-ulama yang tergabung dalam 212. Rilis itu hanya menempatkan Prabowo sebagai capres no 2 di bawah Habib Rizieq. Tentu ini di luar skenario," imbuh Ray.

Dengan begitu, Ray menilai langkah Prabowo semakin sulit lantaran di partai Gerindra tidak terlihat adanya tokoh yang ulung melakukan lobi. Menurutnya, pernyataan sejumlah elit Partai Gerindra pun tidak membantu Prabowo untuk dapat bertahan sebagai figur capres kelompok koalisi.

"Kebanyakan menyerang Jokowi malah membuat simpati publik meningkat dan sebaliknya sedikitnya promosi pada Prabowo mengakibatkan elektabilitasnya stagnan. Gerindra harus mengambil alih kembali kepemimpinan koalisi. Mereka harus mencari isu yang memang dapat menaikan simpati dan elektabilitas. Nama Prabowo stagnan, malah sekarang berpotensi ditinggalkan," jelasnya.

Ia menilai pernyataan Amien yang siap menjadi capres di Pemilu 2019 tak luput dari situasi ini. Elektabilitas Prabowo stagnan karena publik dianggap butuh isu dan figur lain. Dua hal itulah yang tidak tersedia di Partai Gerindra.

"Deklarasi Amien bagian dari upaya menekan Prabowo agar sebisa mungkin mendorong munculnya figur baru. Saya kira, Amien tidak serius ingin maju. Tapi ini semacam sinyal bahwa ketidakpercayaan pada elektabilitas Prabowo yang semakin sulit mengejar Jokowi hari demi hari makin menggumpal," pungkasnya. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Anata
Berita Lainnya