Headline
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
PEMERINTAH mengklarifikasi bahwa penerbitan Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dimaksudkan untuk menyederhanakan proses birokrasi bagi para pekerja asing yang masuk ke Indonesia, bukan untuk memudahkan mereka masuk ke Indonesia.
Hal itu disampaikan Menteri Sekretaris Negara Pratikno menanggapi niat DPR yang akan membentuk Pansus Hak Angket Perpres TKA yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 26 Maret 2018 tersebut.
“Ini merupakan penyederhanaan proses, bukan kemudahan masuknya tenaga kerja asing. Itu debirokratisasi. Itu memperpendek pengurusan, bukan mempermudah. Ini dua hal berbeda. Syaratnya kan tidak diturunkan, tetapi prosesnya disederhanakan,” kata Pratikno di Istana Kepresidenan Bogor, kemarin.
Oleh karena itu, Kepala Staf Presiden Moeldoko mengimbau dewan mengurungkan niat mereka membentuk pansus TKA. “Ini hanya perlu klarifikasi. Perpres No 20/2018 hanya revisi persoalan administrasi, dari yang tadinya tidak ada batasan waktu kini ada batasan waktu.”
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menambahkan, kendati menyederhanakan prosedur, perpres itu tidak menghilangkan prinsip penggunaan TKA yang selektif sehingga hanya bisa menduduki jabatan tertentu sebagai ahli. “Perpres sebelumnya berbelit-belit dan melibatkan banyak kementerian sehingga menghambat investasi,” ujar Hanif melalui keterangan resmi, kemarin.
Menurut Hanif, lewat perpres baru ini pemerintah akan mengatur perizinan TKA secara efektif dan efisien. Ada birokrasi terpadu satu pintu untuk memberikan kepastian agar iklim investasi kita kondusif. “Kalau iklim investasi kondusif, penciptaan lapangan kerja juga lebih banyak. Jika lapangan kerja lebih banyak, itu juga untuk rakyat.”
Hanif melanjutkan, jumlah TKA di Indonesia masih relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah TKA di negara lain atau jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri (lihat grafik).
“Jumlah TKA di Indonesia tergolong kecil. Bahkan jumlah TKI di negara lain itu yang besar,” ungkap Hanif.
Menanti masukan
Walaupun demikian, Sekjen Kemenaker Hery Sudharmanto menyatakan pemerintah tetap menanti masukan dari stakeholder sebelum merampungkan aturan yang menjadi turunan Perpres No 20/2018.
“Masukan yang mengemuka terkait kualifikasi dan kompetensi atau melarang TKA untuk jabatan tertentu. Selain itu, juga jenis jabatan, sektor, dan tata cara penggunaan TKA. Satu usul ialah pemberi kerja TKA tidak wajib memiliki Rencana Penggunaan TKA (RPTKA) untuk mempekerjakannya pada jenis pekerjaan yang sangat dibutuhkan pemerintah,” tutur Hery.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyesalkan keputusan pemerintah menerbitkan Perpres TKA yang tidak berpihak pada kepentingan tenaga kerja lokal.
“Dalam situasi seperti ini justru dibutuhkan perlindungan tenaga kerja lokal. Jangan sampai pasar tenaga kerja lokal juga dibuka untuk orang asing tanpa ada perlindungan. Indonesia kurang bisa melindungi kepentingan nasional. Misalnya, berdasarkan data Indef pada 2017, Indonesia hanya memiliki hambatan nontarif 272 poin. Malaysia dan Thailand saja punya hambatan nontarif sebanyak 313 poin dan 990 poin. Kecilnya jumlah hambatan nontarif menunjukkan buruknya komitmen kita melindungi industri dan pasar dalam negeri,” tandas Fadli melalui keterangan tertulisnya, Kamis (19/4). (Nur/LD/Ant/X-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved