Headline
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
KOORDINATOR Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sunanto menilai pengembalian proses pemilihan kepala daerah melalui DPRD bukan solusi yang tepat untuk menjawab permasalahan yang terjadi dalam sistem pilkada langsung.
Hal itu disampaikannya menanggapi wacana yang dilontarkan Ketua DPR Bambang Soesatyo yang membuka wacana agar pilkada dikembalikan melalui DPRD. “Itu kemunduran besar. Kalau ada kekeliruan dalam proses demokrasi pemilihan terbuka ini, itu yang harus dibenahi, bukan dikembalikan lagi ke DPRD,” katanya di Media Center Bawaslu, Jakarta, kemarin.
Menurutnya, saat ini yang harus dibenahi bukan sistemnya, melainkan perilaku politiknya. “Sekarang kan bukan sistemnya yang keliru, melainkan perilaku politiknya yang selama ini tidak benar, parpol melakukan mekanisme pasar bebas, money politic, hanya menargetkan kekuasaan,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Konstitusi dan Demokrasi Kode (Kode) Inisiatif Veri Junaidi. Ia menilai wacana itu tidak produktif. Sebaiknya, sambung dia, yang harus dipikirkan saat ini ialah bagaimana cara untuk mengantisipasi politik uang tersebut.
“Kalau mau dibalikkan ke DPRD, berarti lupa sejarah. Kalau cuma mau memindahkan prosesnya, itu hanya akan jadi wacana perdebatan kebijakan yang tidak produktif. Yang harus dilakukan, apa yang harus dilakukan oleh DPR, parpol, peserta pemilu, pemilih untuk antisipasi politik uang, bukan sistemnya dibolak-balik lagi,” pungkasnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR Mardani Ali Sera menilai pemilihan kepala daerah lewat DPRD tak akan menyelesaikan masalah korupsi dan politik uang. Ia berpandangan, korupsi akan tetap ada apabila kepala daerah dipilih oleh DPRD.
“Ini namanya kita menyelesaikan masalah tidak pada akarnya. Kalau genteng bocor kena sofa, menurut saya, usulan ini cuma menggeser sofa. Tidak menyelesaikan masalah bocor di gentengnya,” ujarnya.
Pilkada lewat DPRD bisa menimbulkan masalah baru, yakni posisi kepala daerah tidak akan kuat dan sangat bergantung kepada DPRD yang telah memilihnya. “Kan kalau lewat DPRD nanti yang korupsi sedikit, cuma DPRD tangkepin aja semua. Tidak seperti itu anggapannya,” tandasnya.
Biaya besar
Sebelumnya diberitakan, Ketua DPR Bambang Soesatyo mewacanakan pilkada dikembalikan ke DPRD untuk mencegah politik uang dalam pilkada.
“Kalau subjek korupsi, politiknya hanya mengalihkan. Kalau selama ini kepada rakyat, sekarang ke DPRD. Problemnya jangan mengambinghitamkan kedaulatan pemilih di dalam proses ini untuk kepentingan parpol,” terang Bambang.
Ketua MPR Zulkifli Hasan mengatakan pilkada melalui DPRD bisa menghemat anggaran negara.
“Sebetulnya dari dulu kami sepakat karena gara-gara perppu, Pak SBY (Presiden VI) keluarkan perppu, akhirnya tidak jadi. Kita lihat ya, contoh saja Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah. Itu kan TPS-nya bisa 80 ribu dikali Rp200 ribu saja (bayar saksi), sudah Rp160 miliar. Biayanya dari mana? Gaji Gubernur Rp100 juga, kan dia nyari sumbangan, sumbangan kan kadang sumbernya bisa tidak jelas, artinya nyari duit lagi,” ujar Zul. (Nur/P-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved