Headline
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
PARTAI NasDem tidak mempermasalahkan jika Presiden Joko Widodo mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkan sejumlah pasal kontroversial di UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau MD3.
“Boleh, tidak masalah. Presiden Jokowi berhak untuk menerbitkan Perppu MD3 itu,” ujar Ketua Fraksi Partai NasDem Johnny G Plate di Gedung DPR, Senayan, kemarin (Jumat, 9/3/2018).
Menerbitkan perppu merupakan salah satu dari tiga opsi yang akan diambil Presiden untuk menyikapi UU MD3 yang disahkan pada 12 Januari silam. Opsi kedua, Presiden meneken lalu mempersilakan publik melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Opsi ketiga, Presiden tidak menandatangani UU itu lalu 30 hari sejak disahkan berlaku otomatis dan publik dipersilakan mengajukan uji materi ke MK.
Sejumlah pasal UU MD3 dipersoalkan. Pasal 73, misalnya, mengatur kewajiban Polri membantu DPR memanggil paksa mereka yang menolak panggilan parlemen. Lalu, di Pasal 122 disebutkan setiap orang yang dianggap merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR dapat dipidana.
Johnny G Plate yang juga Sekjen Partai NasDem mengatakan beberapa pasal lainnya sebaiknya dibatalkan pula jika perppu dikeluarkan. Ia menyebut Pasal 180a yang menyebutkan bahwa rancangan dan postur APBN di Badan Anggaran harus lewat konsultasi dengan pimpinan dewan. ‘’Sebelumnya hanya perlu persetujuan fraksi. Pasal ini berpotensi mengintervensi terhadap keputusan fraksi,” ujarnya.
Begitu juga pasal mengenai penambahan kursi pimpinann MPR, DPR, dan DPD. “Menurut kami tidak perlu (penambahan pimpinan) karena tidak ada hubungannya dengan perbaikan kinerja parlemen,’’ tutur Johnny. Dalam rapat paripurna pengesahan revisi UU MD3, NasDem bersama PPP menolak dan memilih walk out di rapat paripurna.
Pengamat politik J Kristiadi menilai sebelum Presiden mengeluarkan Perppu MD3, perlu ada kesepahaman di antara partai politik agar tak terjadi polemik di kemudian hari. “Sistem sudah rusak. Harus ada kesepahaman terlebih dahulu dari teman-teman partai,” ucapnya.
Di sisi lain, ahli hukum tata negara Irman Putra Sidin menganggap keliru paradigma agar Presiden mengeluarkan perppu. Menurutnya, tanpa sadar perppu akan menghidupkan absolutisme kekuasaan. “Perppu itu sisa instrumen kekuasaan absolut. Dia enggak boleh dikeluarkan kecuali betul-betul dalam keadaan genting dan memaksa.’’
Presiden, imbuh Irman, hanya punya dua pilihan, yakni meneken dan memberikan penomoran UU MD3 atau membiarkan UU itu berlaku setelah 30 hari disahkan. “Setelah ini tinggal diberikan ke MK untuk mengujinya karena itu memang fungsi MK,’’ tandasnya. (Nov/Ric/X-8)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved