Headline

Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.

Presiden belum Terima Upaya Grasi Ba’asyir

Christian Dior Simbolon
03/3/2018 09:37
Presiden belum Terima Upaya Grasi Ba’asyir
(Terpidana kasus terorisme, Abu Bakar Baasyir (kiri) dengan pengawalan petugas saat tiba untuk menjalani pemeriksaan kesehatan di RSCM Kencana, Jakarta, Kamis (1/3/2018)---ANTARA/Reno Esnir)

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) menegaskan hingga kini surat permohonan grasi dan pengajuan tahan­an rumah untuk terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba’asyir belum sampai ke meja kerjanya.

“Sekali lagi urusan grasi sampai saat ini saya belum menerima suratnya. Mengenai yang berkaitan dengan tahanan rumah pun saya sampai saat ini juga belum menerima surat permohonannya,” kata Jokowi seusai salat Jumat di Masjid Istiqlal, Jakarta, kemarin.

Seperti diberitakan, kondisi kesehatan Ba’asyir menurun dalam beberapa pekan terakhir. Terkait itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin meminta agar Ba’asyir diperbolehkan berobat di luar Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur dan diberikan grasi oleh Jokowi.

Sejauh ini, Jokowi baru mengizinkan­ Ba’asyir berobat di RS Cipto Mangun­kusumo, Jakarta Pusat. Ba’asyir didiagnosis menderita CVI (chronic venous insufiency), yaitu keadaan kelainan pada pembuluh darah vena.

“Ini kan sisi kemanusiaan yang juga saya kira untuk semuanya. Kalau ada yang sakit, tentu saja kepedulian kita untuk membawa ke rumah sakit untuk disembuhkan,” kata Jokowi.

Wakil Presiden Jusuf Kalla pun berpendapat pemberian izin untuk pengobatan Abu Bakar Ba’asyir didasarkan pada alasan kemanusiaan.

“Pemerintah membuat kebijakan dan Presiden (Joko Widodo) mengambil kebijakan atau instansi lainnya untuk memberikan perawatan yang baik untuk Abu Bakar Ba’asyir. Jadi, kemanusiaan ini,” kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, kemarin.

Ia menambahkan, pemberian izin bagi terpidana untuk melakukan pengobatan tersebut ada aturannya.

“Ya, memang ada aturan-aturannya setelah berapa tahun dia dapat, kan beliau sakit jadi perlu perawatan,” tutur Kalla.

Jangan dipolitisasi

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, mengimbau semua pihak untuk tidak memolitisasi persoalan hukum Ba’asyir, apalagi sampai dikaitkan dengan perhelatan pesta demokrasi seperti pilkada dan pemilu.

“Jangan seenaknya kemudian melempar isu. Itu nanti kita bincangkan dengan kementerian dan lembaga yang bersangkutan dengan masalah penegakan hukum dan pengampunan,” ujar Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, kemarin.

Menurut dia, persoalan Ba’asyir telah bergulir dengan pelbagai isu, seperti grasi, amnesti, abolisi, hingga pemindahan lokasi tahanan dari LP Gunung Sindur, Bogor, menjadi tahan­an rumah.

Isu yang berkembang itu bermula dari kondisi kesehatan terpidana yang semakin menurun. Pada Kamis (1/3), Ba’asyir sempat dibawa ke RSCM Jakarta dengan pengawalan aparat kepolisian bersenjata lengkap. Seusai menjalani pemeriksaan kesehatan, terpidana tersebut diagnosis menderita sakit CVI sehingga perlu dirawat intensif.

Wiranto menegaskan pemerintah juga berencana membahas persoalan tersebut.

“Yang bersangkutan dihukum karena ada masalah. Oleh karena itu, jangan dikaitkan dengan masalah lain, apalagi pemilu. Ini masalah hukum yang diberlakukan,” tandasnya.

Abu Bakar Ba’asyir divonis 15 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011. Pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah itu, terbukti secara sah dan meyakinkan menggerak­kan orang lain dalam penggunaan dana untuk melakukan tindak pidana terorisme. Vonis tersebut lebih ringan jika dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum yakni hukuman seumur hidup.

Ia pernah ditahan dalam kasus serangan Bom Bali 2002. Namun, Ba’asyir dibebaskan pada 2006 setelah permohonan bandingnya dikabul­kan. (Gol/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya