Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Presiden Didesak Tolak Penunjukan Pati Polri

Astri Novaria
27/1/2018 10:53
Presiden Didesak Tolak Penunjukan Pati Polri
(Sumber: KPU/UU NO 2 Tahun 2002/Tim MI/Grafis: Caksono)

PRESIDEN Joko Widodo diminta untuk mempertimbangkan kembali usul Kementerian Dalam Negeri untuk menunjuk dua perwira tinggi (pati) Polri sebagai pelaksana tugas (Plt) gubernur di provinsi yang akan menggelar Pilkada 2018.

Penunjukan Irjen M Iriawan sebagai Plt Gubernur Jawa Barat dan Irjen Martuani Sormin sebagai Plt Gubernur Sumatra Utara telah diajukan Mendagri Tjahjo Kumolo kepada Presiden untuk mendapat persetujuan.

Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menegaskan usul Kemendagri itu harus dievaluasi kembali agar tidak mencoreng citra Polri dan pemerintah.

“Ini sudah banyak dibicarakan sehingga perlu evaluasi pemerintah termasuk Presiden untuk memastikan keputusan ini tidak mencoreng citra kepolisian dan citra pemerintahan (Presiden) Jokowi,” ujarnya saat dihubungi tadi malam.

Dia mengatakan pejabat kepolisian yang masih aktif pada dasarnya masih sangat terikat dengan hierarki kepolisian sehingga, katanya, dalam membuat keputusan di daerahnya akan sulit untuk independen karena masih tunduk kepada kepolisian.

“Pimpinan kepolisian ialah tangan kanan kuasa tertinggi eksekutif, yaitu presiden. Jadi, saya kira hierarki kekuasaan ini membuat pejabat gubernur dari kepolisian tidak akan pernah bebas dari pengaruh atasannya dan pengaruh pemerintah.”

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Almuzzammil Yusuf mengatakan penunjukan dua perwira tinggi Polri itu menimbulkan kesan kekhawatiran yang berlebihan terhadap fenomena pilkada Jawa Barat dan Sumatra Utara. Padahal, katanya, selama ini pilkada di Jawa Barat dan Sumatra Utara cukup terkendali. Untuk itu, dia meminta penunjukan dua perwira tinggi Polri itu dibatalkan saja.

“Menjadi kurang elok lagi di Jawa Barat ada cawagub dari kepolisian. Apakah tidak justru menimbulkan kesan kontraporoduktif penunjukan Plt tersebut,’’ katanya.

Hal senada juga disampaikan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai NasDem, Taufiqulhadi. Ia mengimbau Presiden mencermati keputusan Mendagri tersebut. Pengajuan perwira polisi aktif sebagai Plt gubernur, katanya, bukan di tempat dan saat yang tepat.

Ketua DPP Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily, juga mempertanyakan jamin­an kepolisian dapat menjaga netralitas mereka sementara di daerah itu terdapat calon sesama satu institusi walaupun sudah nonaktif. Lagi pula, kata dia, setiap daerah memiliki kapolda yang memang tugas pokok dan fungsinya menjadi alat negara untuk menjaga keamanan.

Pertimbangan strategis
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padja­djaran Muradi mengatakan penunjukan dua pati Polri itu harus dilihat dalam perspektif tata kelola pemerintahan. Hal itu amat memungkinkan untuk dilakukan, khususnya jika kursi Plt gubernur tidak sepenuhnya diisi oleh petinggi dari Kemendagri.

“Itu menjadi memungkinkan diambil dari unsur di luar Kemendagri, seperti kejaksaan, TNI, dan Polri, sebagaimana yang diatur dalam UU 10/2016 Pasal 101 dan Permendagri 1/2018 Pasal 4 dan Pasal 5,” ujarnya.

Ia mencontohkan, saat perhelatan pilkada langsung 2015 terdapat pati TNI dan Polri yang diberi mandat sebagai Plt Gubernur Aceh dan Sulawesi Barat. Kedua wilayah itu kebetulan berbasis pada potensi konflik sehingga diharapkan ada koordinasi yang lebih mudah ketimbang dijabat unsur di luar institusi keamanan. (Ire/Gol/Put/PS/DG/X-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya