Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
PARTAI-PARTAI politik menilai dana bantuan yang diberikan pemerintah masih terlampau minim meski sudah naik. Pendanaan itu belum mampu meringankan beban biaya politik yang pada akhirnya membuat korupsi kepala daerah dan legislator tetap subur.
“Dari analisis yang dibuat sebuah lembaga pengamat pemilu, nilai yang dikucurkan pemerintah itu sebenarnya hanya 1,2% dari total kebutuhan. Bagaimana kita mau berkembang?” ujar politikus Partai Golkar Happy Bone dalam diskusi Refleksi 2017 dan Proyeksi Tahun Politik 2018, di Jakarta, kemarin.
Ia membandingkan dengan negara-negara lain yang sudah lebih maju. Kebanyakan dari mereka menyubsidi hingga 30% kebutuhan parpol.
Politikus PDIP Diah Pitaloka pun menilai sistem pendanaan parpol di Indonesia belum baik. Kondisi itu diupayakan perbaikannya oleh DPR.
“Saya mengakui kita belum punya sistem yang tepat seperti apa pendanaan parpol itu. Untuk mencegah korupsi politik, kita sudah melakukan semaksimal mungkin melalui pembiayaan APBN untuk kampanye sehingga tidak lagi yang kuat modal yang bisa lebih banyak (memasang) spanduk,” ujar Diah.
Wakil Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Hanafi Rais mengungkapkan mahalnya biaya politik bukan lagi pada biaya kampanye dan pemenangan. Kini yang menyedot biaya terbesar ialah anggaran untuk membayar jasa saksi saat penghitungan suara.
Untuk itu, ia mengusulkan pemerintah mendanai dana saksi sehingga parpol, paslon, dan calon legislator bisa fokus pada tugas-tugasnya.
Di sisi lain, Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Tsamara Amany, menyebut parpol harus berinovasi dengan menggalang dana publik untuk mendanai kegiatan politik mereka, termasuk kampanye. Hal itu yang dilakukan PSI saat ini.
Tsamara mengatakan caleg dari PSI sudah diedukasi agar bisa mengiklankan diri dan programnya di hadapan publik melalui berbagai media untuk menggalang dana. (Put/P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved