Headline

Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.

Tahun Politik Ganjal Kinerja DPR

Astri Novaria
22/12/2017 07:58
Tahun Politik Ganjal Kinerja DPR
(MI/M Irfan)

KINERJA anggota DPR sepanjang 2017 dinilai buruk, tidak hanya terkait dengan capaian legislasi, tetapi juga soal kehadiran pada rapat paripurna, kepemimpinan, serta kode etik. “Poin kami secara umum tahun 2017 adalah tahun kegelapan bagi DPR,” ujar Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang di Jakarta, kemarin.

Lebih lanjut, Salang menuturkan di bidang legislasi, DPR menetapkan 52 RUU prolegnas prioritas. Dari jumlah itu, 17 di antaranya masih dalam tahap penyusunan draf. Hanya enam RUU yang diselesaikan DPR sepanjang 2017. Tidak termasuk 11 RUU kumulatif terbuka yang tidak masuk prolegnas prioritas, seperti perppu dan RUU APBN.

“Ketika jumlah RUU yang direncanakan begitu banyak, kelihatan bagaimana terseok-seoknya DPR dalam mengejar target. Mereka hanya mampu mencapai 11,5% dari target legislasi.”

Sudah menjadi tradisi, imbuhnya, RUU yang dibahas selalu diperpanjang setiap masa sidang. Misalnya, RUU KUHP yang sudah lebih dari 10 kali mengalami proses perpanjang-an. “Ini dianggap sebagai RUU langganan diperpanjang. Kebiasaan molor sesungguhnya menunjukkan kualitas DPR yang sulit untuk konsisten. Padahal, tatib sudah mengatur jangka waktu tiga kali masa sidang untuk menyelesaikan satu RUU,” paparnya.

Lebih tidak maksimal lagi, sambung Sebastian, molornya waktu pembahasan tidak di-ikuti kualitas RUU yang dihasilkan. Banyak RUU yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Hal itu menunjukkan apa yang dihasilkan DPR belum bisa diterima publik.

“Selama tahun sidang 2016-2017, ada 57 perkara yang diputuskan MK terkait judicial review atas sejumlah UU. Dari 57 tersebut, 16 dikabulkan MK dan 19 ditolak. Selanjutnya, gugatan tidak dapat diterima sebanyak 19, ditarik kembali 7, dan gugur 3 perkara,” ung-kapnya.

Pesimistis
Untuk 2018, DPR kembali menetapkan 50 RUU proleg-nas prioritas. Hal itu membuat Formappi pesimistis meng-ingat tahun depan sudah memasuki tahun politik. Waktu dan tenaga anggota DPR akan banyak habis untuk persiapan pemilu ketimbang menyelesaikan RUU.

“Saya kira kalau berkaca dari tiga tahun yang lewat, optimisme terhadap DPR untuk bekerja lebih baik jelas sulit diharapkan. Mereka hampir pasti akan lebih banyak memikirkan estafet karier politik. Target yang dibuat terlalu banyak akan membunuh citra DPR karena hampir pasti sulit terealisasi,” papar peneliti Formappi bidang legislasi, Lucius Karus.

Peneliti Formappi lainnya, I Made Leo Wiratma, tak heran melihat kinerja DPR sepanjang 2017 tidak lebih baik daripada tahun sebelumnya. Salah satu faktornya ialah anggota dewan selama 2017 sangat banyak absen di rapat paripurna.

Berdasarkan catatan Formappi, selama 2017, Fraksi Hanura memiliki tingkat keha-diran paling baik ketimbang fraksi lain, yakni 50,7696%. Sebaliknya yang paling rendah tingkat kehadirannya di rapat paripurna ialah Fraksi PKB, yakni 33,7196%.

Tidak hanya itu, Formappi juga menyoroti fungsi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Menurut Leo, sepanjang tahun ini ada 10 kasus yang dilaporkan ke MKD. Dari jumlah itu, empat di antaranya diduga dilakukan pimpinan DPR, yakni Fadli Zon dan Fahri Hamzah, yang masing-masing diadukan dua kali, dan Setya Novanto satu kali terkait kasus ‘papa minta saham’.

“Namun, dari keseluruhan kasus itu tidak satu pun terselesaikan atau setidak-tidaknya tak jelas penyelesaiannya. Ini jadi bukti bahwa MKD sebetulnya mandul alias tak berfungsi sesuai dengan tujuan pendiriannya,” tandas Leo. (P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya