Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mempelajari lebih lanjut terkait putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak memori banding Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengenai keterlibatan Setya Novanto dalam perkara KTP-elektronik.
"Putusan dalam format tercetak atau resminya belum diterima. Jadi, tadi sudah saya cek ke penuntutan itu belum diterima, namun tentu sudah bisa kami baca di tahap awal dari putusan yang dipublikasikan di laman Mahkamah Agung tersebut, memang ada beberapa perubahan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (8/11).
Untuk langkah selanjutnya, kata Febri, pihaknya akan mencermati lebih lanjut, salah satunya apakah kemudian masih perlu dilakukan upaya hukum lebih lanjut.
"Karena beberapa permohonan atau permintaan KPK, argumentasi kami pada saat banding kemarin masih belum cukup jelas dikabulkan di sana. Namun, ada penanganan soal uang pengganti tadi disebutkan, ada soal 'justice collaborator' juga yang kami simak di sana," kata Febri.
Dalam putusan yang dikutip dari laman Mahkamah Agung di putusan.mahkamahagung.go.id di Jakarta, Rabu, Majelis Hakim tingkat banding berpendapat keberatan-keberatan JPU KPK yang termuat dalam memorinya poin a s/d c tidak beralasan untuk dipertimbangkan sedangkan keberatan di poin d dan e majelis tingkat banding sudah mempertimbangkan di atas yang mana para terkadwa dihukum pidana tambahan berupa membayar uang pengganti.
Putusan banding itu adalah vonis banding terhadap mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto yang diputuskan pada 2 November 2017.
Adapun butir a-c memori banding JPU adalah: (a). Menyatakan Setya Novanto dan Drajat Wisnu Setyawan sebagai kawan peserta (b). Menetapkan nama-nama sebagaimana tersebut dalam uraian di atas sebagai pihak yang diuntungkan karena perbuatan terdakwa (c). Menyatakan tidak mempertimbangkan pencabutan BAP Miryam S Haryani dan tetap menggunakan keterangan Miryam S Hariyani yang diberikan di depan penyidik sebagai alat bukti yang sah.
Lebih lanjut, majelis hakim diketuai oleh Ester Siregar dengan anggota Elnawisah, I Nyoman Sutama, Hening Tyastanto dan Rusydi menilai bahwa Irman dan Sugiharto adalah pelaku utama.
"Menimbang bahwa berdasarkan fakta persidangan dapat disimpulkan bahwa kedua terdakwa merupakan pelaku utama dimana sangat berperan dalam tahapan perencanaan anggaran, tahap pelelangan pekerjaan dan tahapan pelaksanaan
proyek E-KTP," demikian tertulis.
Dalam putusan itu juga disebutkan karena kedua terdakwa bertindak sebagai pelaku utama dalam perkara a quo para terdakwa tidak berhak mendapat perlakuan khusus berupa keringanan masa hukuman selain itu karena peran aktif kedua terdakwa relatif sama maka lamanya hukuman penjara kedua terdakwa harus pula disamakan.
Namun hakim PT DKI Jakarta menambah beban uang pengganti terhadap Irman dan Sugiharto seperti yang diminta jaksa dalam memori banding yaitu kepada Irman sebesar US$300 ribu, US$200 ribu dan Rp1 miliar dikurangi dengan yang sudah dikembalikan kepada KPK sebesar US$300 ribu subsider 2 tahun kurungan.
Sedangkan kepada Sugiharto sebanyak US$30 ribu, US$400 ribu, US$20 ribu dan Rp460 juta dikurangi dengan yang sudah dikembalikan ke KPK sebesar US$30 ribu, US$ 400 ribu dan harta benda berupa 1 unit kendaraan roda empat Honda Jazz senilai Rp150 juta subsider 1 tahun kurungan.(Ant/OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved