Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
MESKIPUN telah berlaku selama lebih dari sepekan, Peraturan Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat (Perppu Ormas) masih menuai polemik.
Sejumlah kalangan, khususnya kelompok aktivis HAM dan demokrasi, terus mengkritisi substansi Perppu yang dinilai mengancam kebebasan berpendapat, berkumpul dan berserikat.
Peneliti senior PPIM UIN Ali Munhanif mengatakan, kekhawatiran kalangan LSM beralasan. Namun, bukan berarti pemerintah bisa semena-mena membubarkan sebuah organisasi. Terlebih, Presiden Joko Widodo juga membuka peluang perbaikan substansi Perppu lewat gugatan di pengadilan dan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Adalah naif jika rezim demokratis bisa membubarkan sebuah organisasi begitu saja. Dan, perlu diperhatikan juga bahwa banyak sekali masyarakat umum setuju dengan respons komprehensif untuk menata organisasi yang berorientasi kekerasan dan radikal," ujarnya dalam diskusi di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta, Rabu (19/7).
Meskipun masih diperdebatkan secara substansi, menurut Ali, secara politik, penerbitan Perppu dinilai tepat. Pasalnya, makin banyak kelompok masyarakat yang setuju khilafah sebagai sebuah sistem alternatif. Survei Saiful Mujani Research and Consultant (SMRC) misalnya, menyebut sebanyak 9% warga negara Indonesia setuju implementasi khilafah.
"Katakanlah ada 15 juta orang punya pandangan negara Islam itu sebagai cara bernegara. Kalau kita lihat ini memang genting. Makanya, harus ada langkah strategis untuk rezim Jokowi mencegahnya. Meskipun memang mekanisme pembubaran harus dikawal terus. Jangan sampai jadi cek kosong. Saat ini kita bisa menerima, tapi nanti bisa jadi digunakan rezim pemerintah untuk lawan-lawan politik," tuturnya. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved