PRESIDEN Joko Widodo menyatakan akan memberikan amnesti kepada kelompok separatis pimpinan Nurdin bin Ismail alias Din Minimi di Aceh. Menurut Presiden, justru gerakan pemberontak yang ingin kembali ke NKRI harus dirangkul sebab pembangunan tidak dapat terwujud tanpa persatuan dan kesatuan. "Din Minimi di Aceh sudah agak lama, kita ketemu, berbicara menyakinkan dan mengajak atau berperan dalam pembangunan, konsentrasi kita semua ada di situ. Sudahlah masak bertahun-tahun mau tarung fisik terus," kata Presiden Jokowi di sela-sela kunjungannya di Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua, Kamis (31/12/2015).
Menurut Presiden, pemberian amesti masih dalam proses sekaligus mempertimbangkan sejumlah hal. Jokowi menyebut ada beberapa keinginan dari kelompok Din, selain memohon amnesti. Presiden menyatakan tidak khawatir menanggapi tudingan sejumlah pihak. Pemberian amnesti dinilai menunjukkan terlalu lunaknya sikap pemerintah kepada kelompok pemberontak. Perilaku itu dikhawatirkan dapat memicu terbentuknya gerakan separatis baru. Pemberian ampunan bukan sekali ini diberikan Jokowi terkait dengan kasus pelanggaran bersifat politis. Pada 9 Mei 2015, dalam kunjungannya ke Papua, Presiden juga memutuskan memberikan grasi kepada lima tahanan politik.
"Semua ada kalkulasinya, kenapa tidak (memberi amnesti)? Di Papua juga sama, kita berikan grasi pada lima tahanan politik. Semuanya kita proses dengan pendekatan lunak. Kalaupun ada kelompok yang sulit kita harus tegas," tutur Jokowi. Kelompok Din Minimi yang beranggotakan 120 orang bersedia turun gunung dan menyerahkan senjata setelah berunding dengan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso. Penyerahan senjata tersebut dilakukan di halaman rumah orangtua Din Minimi di Desa Ladang Baro, Kecamatan Julok, Kabupaten Aceh Timur, Selasa (29/12). Din Minimi setuju menyerahkan senjata setelah enam tuntutan mereka diakomodasi. Sutiyoso menguraikan tuntutan itu antara lain pemberian amnesti kepada anggotanya sebanyak 120 orang dan 30 orang yang sudah ditahan polisi. Mereka juga menuntut yatim piatu dan janda korban konflik disantuni.
Patut dihargai Dalam kesempatan terpisah, Pang-lima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan amesti merupakan hak prerogatif presiden. "Semua amnesti ditentukan Presiden, apa yang dikatakan Kepala BIN kita lihat bagaimana perkembangannya. Bagi rekan-rekan yang sadar kembali ke Ibu Pertiwi itu hal yang sangat baik," ucap Panglima. Sebelumnya, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan pihaknya akan tetap memproses hukum kelompok Din Minimi. Amnesti, menurut Badrodin, baru bisa diberikan setelah ada proses hukum.
"Tentu dalam perspektif polisi, proses hukum tetap ada karena mereka dilaporkan atas pembunuhan anggota TNI, pembunuhan masyarakat, dan perampokan." Polda Aceh mencatat 12 kasus kriminal yang dilakukan kelompok ini. Umumnya, itu berupa penculikan dan pemerasan. Dari kelompok tersebut, Polda menyita 18 senjata laras panjang, 3 senjata laras pendek, 2 pucuk pelontar granat, 1 granat manggis, serta 4.422 butir amunisi. (Kim/P-1)