Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

114 Tahun Muhammadiyah: Sepi ing Pamrih, Rame ing Gawe

Budi Asyhari-Afwan Peneliti CRCS UGM, anggota Lembaga Pemberdayaan Cabang dan Ranting (LPCR) PP Muhammadiyah (2010-2015), anggota Tim Asistensi Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian, dan Pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah (2015-2022), dan salah sa
05/7/2023 05:00
114 Tahun Muhammadiyah: Sepi ing Pamrih, Rame ing Gawe
(Dok. Pribadi)

BEBERAPA dekade lalu, James L Peacock, ketika sedang meneliti Muhammadiyah, datang ke kantor PP Muhammadiyah di Yogyakarta. Melihat kantor yang demikian kecil untuk ukuran pimpinan pusat, ia bertanya-tanya tentang sumber kebesaran Muhammadiyah. 

Bagaimana bisa organisasi sebesar ini hanya dikelola melalui kantor sekecil itu? Manajemen apa yang dipakai Muhammadiyah sehingga melebihi kemampuan negara dalam mengelola organisasi dan amal usahanya yang sangat besar? Saat itu, ada yang menjawab secara spontan, "Managemen ikhlas." Jawaban tersebut makin menambah bingung sang peneliti. 

Seiring waktu, Peacock mulai mengerti dan memahami arah dan maksud jawaban itu. Bila diringkas, jawaban tersebut mengarah pada idiom Jawa yang terkenal, yakni sepi ing pamrih, rame ing gawe. Makna idiom tersebut tidak lebih ialah keikhlasan. Keikhlasan inilah yang menurut Peacock menjadi kekuatan organisasi Islam puritan itu.

Sumber kebesaran dan kekuatan hidup organisasi modern terbesar di dunia itu ialah ikhlas atau sepi ing pamrih, rame ing gawe. Oleh karena itu pula, organisasi yang lahir pada 1912 Masehi dan bertepatan dengan 1330 H, tepatnya pada tanggal 8 Dzulhijjah, itu tetap maju pesat di usianya yang ke-114. 

Usia sebuah pergerakan sosial dan agama yang tidak lagi muda, tapi juga tidak kunjung uzur. Usia tua itu tidak berarti senja, renta, apalagi pikun. Tuanya usia justru menunjukkan kematangan. Kematangan tersebut tidak hanya mewujud dalam penguatan dan perluasan dakwahnya, tetapi juga pada kematangan dalam memberi kemanfaatan untuk seluruh umat manusia. Bukan hanya di Indonesia, melainkan juga hampir di seluruh benua.

Beragam aktivitas, kontribusi, bantuan, dan program Muhammadiyah sudah diakui para intelektual dunia. Untuk menyebut beberapa yang mutakhir, Mark Woodward (2020) mengagumi terobosan Muhammadiyah ketika sekian agama di dunia masih mencari solusi dan menempatkan diri ketika covid-19 menyelimuti dunia.

Bahkan, pada tahun sebelumnya, Robert W Hefner (2019) berinisiatif mengusulkan agar Muhammadiyah memperoleh hadiah Nobel. Pengakuan-pengakuan tersebut tidak semata melihat kegiatan atau kontribusi Muhammadiyah. Hal mendasar dari pengakuan itu ialah karena nilai kebermanfaatannya yang bukan melulu untuk internal organisasinya dan keindonesiaannya, melainkan juga untuk kemanusiaan dan keuniversalannya.

 

Menciptakan kelas menengah

Sebelum lebih jauh, mari menengok sejarah sejenak ketika Indonesia belum lahir, yakni pada seperempat awal abad 20. Saat itu, negeri dan bangsa ini dalam masa-masa suram dan genting. Satu sisi, penjajah masih demikian dahsyat dan merontokkan nilai-nilai substansial warga bangsa: nilai ekonomi, politik, kebebasan, dan bahkan ilmu pengetahuan. Nilai-nilai tersebut mengerucut pada hampir runtuhnya peradaban bangsa. Sisi lain, pergerakan menuju kemerdekaan masih berkisar pada kelompok-kelompok kecil yang pengaruhnya tidak sampai menghunjam dalam ke jiwa rakyat. Saat itu, hanya sejumlah rakyat yang beruntung memiliki kemampuan baca dan tulis. Hanya kalangan tertentu yang berhasil mengenyam bangku sekolah.

Dalam konteks seperti demikian, Ahmad Dahlan bersama teman-temannya mencoba mengambil isu yang relatif belum--atau bahkan tidak--menjadi pilihan gerakan, yakni gerakan pendidikan. Pada masa selanjutnya, gerakan Ahmad Dahlan dan teman-temannya tersebut menginspirasi Ki Hadjar Dewantara mendirikan Taman Siswa. Pilihan fokus pada pendidikan merupakan pilihan yang brilian. Gerakan pendidikan terbukti mampu menjadi pisau tajam dan senjata penting dalam memperjuangkan kemerdekaan dan memulihkan peradaban. 

Dampak nyata dari pilihan Ahmad Dahlan bersama teman-temannya fokus pada pendidikan ialah rakyat dengan mudah mampu menyerap nyala api kemerdekaan yang sedang tumbuh di negerinya. Mereka mampu membaca berita, selebaran, dan plamflet yang tersebar dan bahkan yang tertempel di dinding rumah mereka. Rentang waktu berikutnya, kemampuan mambaca, menulis, dan berhitung melejitkan kesadaran mereka tentang makna kebebasan dan kemerdekaan: mereka mulai membangunkan kembali peradabannya. Mereka bangun dan menemukan jalannya masing-masing guna mencapai kemerdekaan Indonesia.

Kesadaran itulah yang kemudian, tanpa disadari, memunculkan kekuatan kelas menengah di negeri dan bangsa ini hingga kini, utamanya pada awal-awal kemerdekaan. Pada masa awal kemerdekaan, bangsa ini bertumpu pada kelas menengah. Lagi-lagi Muhammadiyah hadir untuk mengisinya dengan kader-kader yang memiliki kapabilitas, kapasitas, dan mental keikhlasan yang kuat. Bukan hanya kader laki-lakinya, melainkan juga kader perempuannya. Bukan hanya golongan tuanya, bahkan juga golongan mudanya. Banyak hasil penelitian yang menunjukkan besarnya kontribusi Muhammadiyah pada masa itu dan berlanjut hingga masa sekarang.

 

MI/Seno

 

Trisula baru: mempertajam panah gerakan

Tetirah sejarah tersebut menjadi modal besar Muhammadiyah untuk selalu bergerak dan menembus era-era selanjutnya. Kekuatan utamanya ialah pada bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial. Kekuatan-kekuatan tersebut bergulir dan melahirkan tafsiran-tafsiran baru agar gerakan lebih kuat dan masif. Memasuki abad keduanya, Muhammadiyah memperteguh kekuatannya dengan lebih serius.

Muhammadiyah menambah keseriusannya dalam hal penanganan bencana melalui Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC). Lembaga yang fokus pada kebencanaan dan, utamanya, pascabencana. Sementara itu, dalam hal menaikkan martabat kemanusiaan melalui Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM). Lembaga yang semula bernama Lembaga Pemberdayaan Buruh, Tani, dan Nelayan (LPBTN) itu berkonsentrasi pada pengembangan kapasitas lokal di bidang pangan dan pengelolaan sumber daya alam. Sementara itu, Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu) menangani potensi dana umat yang demikian tinggi. Pengelolaan dana tersebut di-tasharruf-kan ke dalam banyak sekali program kemanusiaan dan keumatan.

Tiga panah tersebut menjadi pilar baru gerakan dakwah kemanusiaan Muhammadiyah. Trisula baru itu terbukti menjadi jawaban tentang arah gerak tambahan bagi Muhammadiyah selain pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial. Memasuki abad keduanya, dengung trisula baru tersebut makin nyaring dan terasa manfaatnya hingga seluruh pelosok yang sulit terjangkau sekalipun di negeri ini.

MDMC makin meluas cakupan pengabdiannya. Ia membantu komunitas-komunitas di beberapa negara: Thailand, Filipina, Myanmar, Bangladesh, Palestina, Turki, dan sebagainya. MPM membantu masyarakat lokal yang sulit terjangkau untuk mengembangkan sumber daya ekonominya. Bukan hanya di pulau Jawa dan Sumatra, melainkan juga Maluku, NTT, dan Papua. Demikian halnya dengan Lazismu yang tebaran misi kemanusiaannya menjangkau banyak daerah. Apa yang dilakukan Muhammadiyah itu merupakan upaya membaca dan merespons kebutuhan umat yang makin krusial.

 

Menyambut masa depan: membaca potensi

Kebutuhan umat yang makin krusial itu merupakan tanda-tanda zaman Indonesia masa kini yang menawarkan tantangan luar biasa. Muhammadiyah relatif siap menyambutnya dengan ragam program dan gerakan yang sistematis. Hampir semua lini gerakan Muhammadiyah bergerak menjawab tantangan tersebut, tidak terkecuali organisasi otonom (ortom)-nya. Semua bergerak sesuai dengan segmennya masing-masing.

Muhammadiyah memiliki ratusan ribu amal usaha yang menjadi modal besar membangun bangsa dan umat. Muhammadiyah memiliki 28 ribuan sekolah, 400-an rumah sakit, 340-an pesantren, dan 173 perguruan tinggi. Belum lagi panti asuhan, panti jompo, dan lembaga-lembaga filantropi lainnya yang jumlahnya ratusan. Itu akan terus bertambah, termasuk amal usaha di luar negeri yang mulai bertumbuh. 

Jumlah amal usaha yang fantastis inilah yang menjadi sorotan para peneliti tentang gerakan sosial keagamaan yang dilakukan Muhammadiyah. Hampir semua berkesimpulan bahwa gerakan seperti itu dapat dianggap melebihi level gerakan keagamaan di seluruh dunia. Dapat dikatakan bahwa kuantitas tersebut sudah melewati gerakan yang terbatas memikirkan organisasinya, tetapi lebih fokus pada bagaimana menjawab kebutuhan dan kepentingan bangsa dan umat manusia.

Modal besar itulah yang akan dimanfaatkan untuk melakukan banyak hal demi kemanusiaan dan kemajuan meskipun tentu saja ada refleksi yang perlu dilakukan Muhammadiyah dalam membaca tanda-tanda zaman, baik refleksi internal, maupun eksternal. Potensi internal, misalnya, para intelektual Muhammadiyah perlu didorong secara maksimal. Potensi lokal, baik daerah maupun cabang, perlu diakomodasi dan difasilitasi, aspek ekonomi dengan banyaknya saudagar Muhammadiyah perlu maksimal dikoordinasi, dan sebagainya. 

Sementara itu, secara eksternal, masih banyak arena kebangsaan yang membutuhkan sentuhan: perpolitikan bangsa ini belum kunjung dewasa, oligarki masih kuat, pendidikan masih banyak masalah, isu alam dan lingkungan belum sepenuhnya tertangani, soal pangan belum jelas arahnya, dan sebagainya.

Persoalan-persoalan tersebut, menurut penulis, dapat menjadi bahan renungan untuk menentukan langkah-langkah berkemajuan. Dengan modal besar yang dimiliki, Muhammadiyah akan mampu menjawab banyak persoalan kebangsaan dan keumatan. Langkah sektoral sudah tidak relevan lagi untuk menjawab persoalan kontemporer yang sering kali berkelindan antarmasalah. Oleh karena itu, lagi-lagi dibutuhkan strategi yang saling kait antara satu bidang dan bidang yang lain.

 

Sepi ing pamrih, rame ing gawe

Langkah sektoral sering kali diiringi motif sektoral. Ujungnya terjadi kekurangsinkronan antarbidang. Hal yang dianggap baru sehingga perlu dilakukan ternyata sebenarnya telah atau sedang dilakukan yang lain. Dengan demikian, kekompakan menjadi penting, koordinasi sangat dibutuhkan. Motif utamanya ialah untuk misi dakwah kemanusiaan sehingga perlu roadmap gerakan yang jelas. 

Banyaknya kegiatan atau program tidak bermakna bila tidak terkait dengan kegiatan atau program bidang lain. Dalam konteks itulah keikhlasan menjadi kunci. Tidak sekadar rame ing gawe, tetapi harus dilandasi sepi ing pamrih. Pamrih yang dimaksud ialah menonjolkan kepentingan-kepentingan sektoral, kepentingan personal, bahkan menegasikan yang dilakukan pihak lain. Maka itu, seluruh gerakan harus sepi dari kepentingan-kepentingan destruktif tersebut.

Muhammadiyah memiliki modal besar dan pengalaman panjang untuk menyikapi yang demikian. Usia 114 tahun telah membentuk aura gerakannya. Kepentingan-kepentingan umat sudah lebur dalam kepentingan organisasi. Tempaan selama satu abad lebih sudah sangat cukup dan berarti dalam membentuk dirinya sebagai gerakan yang disegani dan dihormati. Muhammadiyah bahkan dapat melangkah sendiri meskipun ditentang. Kebijakan dan garis organisasinya sudah cukup menjelaskan posisi pentingnya dalam menjawab kebutuhan dan tantangan zaman.

Apalagi dalam kondisi dan suasana berbangsa akhir-akhir ini yang memprihatinkan. Politik kepentingan masih dominan, nuansa redupnya moralitas juga makin terlihat. Lebih mengutamakan rame ing gawe ketimbang sepi ing pamrih. Tentu ini tantangan dakwah bagi Muhammadiyah: bagaimana agar moralitas, etika, dan keikhlasan menjadi roh dalam mengelola negara. Itu bukan pekerjaan ringan, sederhana, dan berjangka pendek, melainkan berat dan penuh tantangan.

Belajar dari tetirah sejarah di atas, dalam kondisi bagaimanapun bangsa ini, Muhammadiyah tidak akan pernah lelah berbuat dan memperbaiki bangsa ini. Bahkan, dalam kondisi tertekan dan ditekan pun, Muhammadiyah tidak pernah surut 'mengasuh' bangsa ini. Muhammadiyah selalu hadir menjadi oase di tengah karut-marutnya bangsa ini. Kesadaran dan semangat untuk selalu bermanfaat kepada sebanyak-banyaknya umat sudah menjadi roh gerakannya. Semoga di usianya yang ke-114 Muhammadiyah makin menjadi teladan bangsa ini.

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya