Kamis 25 Mei 2023, 13:55 WIB

Hoaks Marak, Perang!

Gantyo Koespradono, Mantan jurnalis pemerhati sosial politik | Opini
Hoaks Marak, Perang!

Dok pribadi
Gantyo Koespradono

 

HOAKS yang disebar pihak-pihak tidak bertanggung jawab belakangan ini benar-benar sangat menjijikkan dan membuat saya (maaf) muntah jika mengonsumsinya.

Belakangan, apalagi menjelang Pemilu Serentak 2024 yang di dalamnya ada pemilihan presiden (pilpres), produksi hoaks dan konsumen 'informasi' sampah tersebut meningkat tajam.

Saya sengaja menggunakan tanda kutip pada kata informasi sebab hoaks bukanlah informasi, melainkan racun, karena yang mengonsumsi, apalagi jika materi hoaks menyenangkannya atau merasa cocok, yang bersangkutan akan berhalusinasi tingkat dewa.

Jika sudah seperti itu, yang bersangkutan dengan ringan tangan, akan menyebarkan hoaks ke siapa pun lewat media sosial (medsos) atau grup-grup WA. Ibarat sedang mabuk narkoba, produsen dan pengedar hoaks akan merasakan kepuasan yang luar biasa.

Lebih memprihatinkan para elite politik juga kerap ikut bergembira dan memanfaatkan serta menikmati hoaks jika kontennya memberikan 'keuntungan' bagi mereka. Kita tengarai, hoaks politik seperti ini dengan sengaja diproduksi oleh 'tim sukses' mereka.

Seiring dengan itu, jumlah orang 'terpelajar' dan mendadak bodoh pun bertambah. Namun, sayangnya karena sedang halu, mereka tidak sadar telah terbius oleh hoaks dan menganggap hoaks yang mereka sebar sebagai sebuah kebenaran.

Saya mempunyai banyak grup WA. Hampir setiap hari, ada saja grup WA yang anggotanya dengan bangga menyebarkan hoaks berupa teks, gambar, foto dan potongan-potongan video. Yang bersangkutan merasa lebih bangga jika hoaks yang mereka sebar dibalut atau dibumbui dengan agama atau unsur-unsur yang seolah ilmiah.

Orang awam yang miskin literasi teknologi informasi semakin tidak tahu diri karena meyakini bahwa hoaks yang mereka konsumsi bukan hoaks, melainkan kebenaran. Apalagi jika mendapatkan hoaks tersebut dari orang yang mereka anggap layak dipercaya.

Oleh sebab itu saya bisa pahami jika Forum Diskusi Denpasar 12 yang digagas Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat (Rabu 24/5), merasa perlu menggelar diskusi bertajuk Mengantisipasi Hoaks di Tahun Pemilu. Berbicara di forum itu Usman Kansong (Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI), Suko Widodo (pakar komunikasi politik dan dosen komunikasi Universitas Airlangga), Titi Anggraini (Dewan Pembina Perludem), dan Wahyu Dhyatmika (Sekjen Asosiasi Media Siber Indonesia–CEO Tempo Digital).

Mengikuti diskusi yang berlangsung secara daring itu, saya berkesimpulan bahwa para pembicara dan peserta, sudah menganggap hoaks yang kini tumbuh bagaikan jamur di musim hujan, apalagi jika dimanfaatkan untuk kepentingan politik menghadapi Pemilu 2024, sudah sangat mengkhawatirkan dan membahayakan.

Solusinya, kita harus melawannya dengan perang. Ya, perang terhadap hoaks. Apakah haoks harus dilawan dengan hoaks? Tentu tidak.
 
Salah satu strategi melawan hoaks adalah mengedukasi masyarakat meskipun ini sangat melelahkan dan menjengkelkan seperti yang diungkapkan Titi Anggraini. Ia menjelaskan saat ada hoaks yang disebar lewat grup WA, ia berusaha menjelaskan bahwa itu adalah hoaks kepada si penyebar. "Tapi saat diberitahu, dia malah ngeyel," katanya.

Pengalaman Titi juga menimpa saya saat saya berusaha menjelaskan duduk perkata info yang ada di produk hoaks sebagai tidak benar. Benar-benar menjengkelkan. Tali pertemanan, persahabatan dan persaudaraan jadi bubar. 

Militansi kadrun dan cebong sisa Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 ternyata belum berakhir. Mengamati fenomena amplifikasi hoaks politik belakangan ini, saya merasa stigma kadrun dan cebong masih akan berlanjut. 

Bahkan kini ada kecenderungan kelompok nasionalis saling berseberangan dan sama-sama memproduksi hoaks dan opini-opini sesat, untuk tujuan meraih kemenangan lewat Pemilu Serentak 2024.

Waspada kecerdasan buatan

Kita tidak bisa bayangkan seperti apa dampaknya jika hoaks dan produk disinformasi lain yang mereka buat dalam rangka menjatuhkan lawan politik menggunakan artificial intelligence (AI/kecerdasan buatan). Seperti yang disampaikan moderator diskusi, Luthfi Assyaukanie, buat Indonesia, ini adalah kali pertama Pemilu 2024 teknologi AI sudah diluncurkan ke publik dan digunakan oleh masyarakat. 

Dengan hanya bermodalkan sebuah foto wajah, lewat AI, kita bisa membuat foto itu seolah berbicara dan penampilannya seperti video kita sedang berpidato. Silakan bayangkan sendiri kalau foto-foto tokoh capres atau cawapres disalahgunakan dan dibuat seperti itu, tapi narasinya direkayasa dan berisi umpatan atau ujaran kebencian.

Ada pula robot (dengan AI) yang bisa menirukan suara dan wajah tokoh-tokoh tertentu dan membuat cerita palsu. Ada pula video yang menampilkan tokoh tertentu yang isinya seolah memberikan dukungan kepada capres tertentu. Jika cara-cara manipulatif ini digunakan dalam ajang Pemilu 2024 pasti akan merepotkan kita semua.

Jika cara-cara berhoaks dipakai untuk pemilu di Indonesia seperti yang pernah terjadi di Amerika Serikat, seperti diungkapkan Usman Kansong, demokrasi akan mengalami kemunduran. Berdasarkan hasil penelitian sebuah lembaga, menurut Usman, demokrasi di berbagai negara mengalami stagnasi dan kemunduran, tidak terkecuali di negara-negara mapan, turun ke level 30 tahun silam. 

Penyebabnya karena adanya disinformasi digital. Apalagi kampanye di era seperti saat ini jarang lagi dilakukan secara konvensional, tapi lewat medsos. Menurut catatan Kemenkoinfo, hoaks politik belakangan ini terus meningkat. Data terbaru ada 323 disinformasi politik.

Selama ini upaya melawan hoaks yang dilakukan Kemenkoinfo memang sporadis dan belum diamplifikasi masyarakat antihoaks. Oleh sebab itu Usman Kansong setuju jika diperlukan perang besar untuk mencegah hoaks guna menjaga kualitas demokrasi kita.

Anak muda lebih bijak

Persoalannya, bagaimana caranya? Wahyu Dhyatmika menjelaskan selain mengedukasi masyarakat, harus pula ada counter narasi. Persebaran hoaks juga perlu dianalisis. Sedangkan Suko Widodo mengungkapkan dibandingkan orang tua (dewasa), anak-anak muda lebih bijak dalam bermedsos. 

Ia mengajak anak-anak muda itu dikumpulkan untuk bekerja bareng melawan hoaks. Menurut dia, pembuat hoaks selama ini terkoordinasi. Untuk melawannya, kita juga harus membangun koordinasi. Konkretnya, jangan sampai ada yang coba-coba melakukan aksi kotor dalam berpolitik dengan memproduksi hoaks politik.

Selain itu, sebaiknya masyarakat juga bijak dalam bermedsos. Ini juga salah satu strategi perang melawan hoaks. Dalam perang ini, Kemenkoinfo harus siap menjadi panglimanya.

Untuk diketahui, Presidium Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) mengungkapkan sejak awal 2023, lembaga ini mendeteksi ada kenaikan jumlah hoaks politik, yakni ada 664 hoaks pada triwulan I 2023. Angka itu berarti ada kenaikan 24% dari periode yang sama tahun lalu.

Sebagai penutup, izinkan saya mengutip harapan Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat bahwa eskalasi penyebaran hoaks dalam kehidupan sosial masyarakat harus segera dicegah, demi keberlangsungan proses pembangunan nasional yang lebih demokratis.

Tidak bisa dimungkiri menjelang tahun politik memang banyak informasi salah yang menggiring opini publik demi tujuan yang diinginkan kelompok tertentu.

Menurut Lestari, indikasi maraknya informasi yang tidak benar atau hoaks menjelang pemilu harus dihadapi dengan serius oleh para pemangku kebijakan dan masyarakat di negeri ini. Saatnya memang kita harus perang melawan hoaks.

Baca Juga

Dok. Pribadi

Penyemaian Nilai-Nilai Pancasila

👤Dody Wibowo Direktur Advokasi dan Pemberdayaan Masyarakat Yayasan Sukma Dosen Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik Universitas Gadjah Mada 🕔Senin 05 Juni 2023, 05:10 WIB
HARI Lahir Pancasila diperingati setiap 1...
MI/Duta

Pancasila, Moderasi Indonesia

👤Achmad Ubaedillah Dosen Fisip Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Fokky Fuad Wasitaatmadja Dosen Universitas Al Azhar Indonesia 🕔Senin 05 Juni 2023, 05:05 WIB
Ibarat sebuah kitab suci, Pancasila begitu luwes dan aktual sepanjang sejarah perubahan...
Dok pribadi

Strategi Komunikasi Nothing, Terkait Eksplorasi dan Ekspor Pasir Laut

👤Gilang Gumilang, Dosen Fikom IISIP Jakarta 🕔Minggu 04 Juni 2023, 06:25 WIB
Harapan indah publik, khususnya terkait sosialisasi PP 26 Tahun 2023 ini, adalah segera disampaikan oleh...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

Berita Terkini

Selengkapnya

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya