Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Kolaborasi Regional, Tantangan Keketuaan ASEAN

Matthew Natanael G Nainggolan, Jurusan Hubungan Internasional Universitas Kristen Indonesia (UKI)
15/4/2023 11:40
Kolaborasi Regional, Tantangan Keketuaan ASEAN
Matthew Natanael G Nainggolan(Dok pribadi)

KEPEMIMPINAN Indonesia di kancah global berlanjut pascamenjadi Presidensi G20, dengan menjadi Keketuaan Association of South East Asia Nation (ASEAN) 2023. Ini merupakan kali keempat Indonesia menjadi Ketua ASEAN, setelah sebelumnya pada 1976, 2003, dan 2011. Peran Indonesia di tingkat global merupakan amanat Konstitusi UUD 1945; sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia secara bebas aktif harus menunjukkan kiprah nyatanya.

Harus dipahami, sebagai salah satu pendiri ASEAN, Indonesia memiliki peran penting dan strategis untuk mendorong kemajuan negara-negara di wilayah Asia Tenggara. Selain itu, dengan wilayah yang luas dan jumlah populasi terbesar, Indonesia memiliki kepentingan besar memajukan ASEAN. Sebab, kemajuan ASEAN, tak hanya berdampak positif bagi negara-negara anggotanya, tapi juga memperkuat stabilitas dalam negeri, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi baik di daerah maupun nasional, bahkan 'nilai tawar' Indonesia di tingkat global.
    
Keberhasilan Indonesia menggelar G20 di Bali, 15-16 November 2022, menandakan tingginya kepercayaan masyarakat dunia. Hal ini tentunya menjadi modal penting dalam memimpin ASEAN, tidak saja menunjukkan kemampuan Indonesia menjadi etalase kepemimpinan di Asia Tenggara, tapi juga mendorong negara-negara anggota ASEAN lainnya untuk bersama-sama membangun kawasan ini agar menjadi disegani di tingkat global.

Tantangan ASEAN
    
Menata Asia Tenggara yang memiliki luas wilayah lebih dari 4,5 juga kilometer persegi, dengan jumlah penduduk, menurut aporan Worldometers per 31 Januari 2023, sebanyak 668,61 juta jiwa atau setara 8,34% dari total penduduk dunia saat ini, tentu bukan perkara mudah. Ada begitu banyak tantangan yang akan dihadapi Indonesia sebagai Ketua ASEAN.

Beberapa tantangan yang mengemuka; pemulihan pascapandemi covid-19, dampak perubahan iklim, disrupsi digital, konflik geopolitik dunia, dan membantu negara-negara ASEAN yang menghadapi kerentanan ekonomi, mengingat International Monetary Fund (IMF) dalam laporan World Economic Outlook (WEO) menyebutkan di 2023 diprediksi terjadi perlambatan ekonomi di ASEAN, dari 5,3% di 2022 menjadi 4,8% di 2023 ini. Selama ini pertumbuhan ekonomi ASEAN selalu berada di atas rata-rata dunia.
 
Meski begitu, diyakini ASEAN tetap menjadi wilayah yang potensial, baik dalam investasi, pengembangan sumber daya alam, perdagangan, ketenagakerjaan, dan lainnya. Namun, ketidakmerataan perekonomian di antara 11 anggota ASEAN menjadi tantangan lain yang perlu juga disikapi dan dicarikan solusinya.
    
Tema yang diusung kali ini adalah ASEAN Matters: Epicentrum of Growth, dengan harapan Indonesia bisa mendorong terciptanya kesejahteraan kawasan dengan fokus memperkuat ASEAN menjadi kawasan ekonomi yang tumbuh cepat, inklusif, dan berkelanjutan. Juga didorong terciptanya ASEAN Way yang sejalan dengan semangat kerja sama dan implementasi prinsip Piagam ASEAN. 

Politik Indonesia yang bebas dan aktif diharapkan bisa mendorong efektivitas kelembagaan ASEAN agar mampu menjawab tantangan hingga 20 tahun ke depan. Agar pada 2045 nanti negara-negara ASEAN bisa lebih adaptif, responsif, dan kompetitif di percaturan global. Dengan begitu benar-benar tercipta ASEAN sebagai pusat episentrum pertumbuhan. 

Langkah konkrit

Beberapa langkah konkrit dapat dilakukan Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023 dalam mendorong pertumbuhan ASEAN menjadi pusat episentrum pertumbuhan, melalui 'kolaborasi regional' ialah; pertama, mendorong terciptanya stabilitas keamanan di kawasan Asia Tenggara, melalui kerja sama militer antarnegara di dalam ASEAN.

Kedua, mendorong keutamaan investasi di antara sesama anggota ASEAN. Kalangan pengusaha di Asia Tenggara diberi kesempatan lebih besar dan kemudahan berinvestasi di dalam lingkup negara-negara di ASEAN. Ketiga, memperkuat kerja sama antarkota/wilayah di ASEAN, melalui program sister city dengan kota-kota yang terbilang maju dapat membantu daerah-daerah yang mungkin kurang berkembang.

Keempat, penguatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sejak diterapkan 2015 lalu kurang terimplementasikan kepada seluruh anggota ASEAN. Misal, memberi kemudahan perdagangan dan bea masuk antar-negara ASEAN. Kelima, memformulasikan penerapan regional payment connectivity (RPC) yang lebih luas lagi, agar ekonomi dan keuangan digital ASEAN dapat terintegrasi, sekaligus menerapkan roadmap for enchancing cross border payments yang menjadi pembahasan di G20.

Keenam, memastikan pemulihan ekonomi bersama, termasuk memitigasi risiko seperti inflasi dan volatilitas aliran modal. Juga menjajaki strategi diversifikasi mata uang dengan eksplorasi transaksi mata uang lokal atau local currency transaction (LCT). Sudah lima negara di kawasan ASEAN yang menyetujui penggunaan mata uang lokal sebagai alat transaksi negara-negara di kawasan Asia Tenggara yakni, Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Filipina. 

Mereka telah menandatangani MoU mengenai cross-border interconnectivity and interoperability. Sementara negara lainnya seperti Vietnam, Brunei Darussalam, Kamboja, dan Laos juga berniat untuk berkontribusi dalam melaksanakan konektivitas pembayaran regional. Ketujuh, mendorong hilirasi industri, termasuk ketahanan pangan, dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan sandang, pangan, dan papan di ASEAN menjadi keutamaan.

Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang rencananya akan diadakan di Labuhan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Mei 2023, dan di Jakarta pada September 2023, menjadi momentum penting untuk mendorong terciptanya ide-ide baru guna memperkuat sentralitas ASEAN, baik secara internal maupun eksternal. Kolaborasi regional menjadi keniscayaan dalam memastikan ASEAN tetap dan semakin relevan bagi dunia.

Prinsip ketidakberpihakan yang dianut Indonesia akan memberi peluang untuk mengoptimalkan peran sentral ASEAN di kawasan. Keketuaan ASEAN 2023 ini tidak hanya menjadikan Indonesia sebagai agenda setter, tapi juga sebagai decision maker dan implementor dari kebijakan dan keputusan yang diambil dari KTT ASEAN. 
    
Peran Indonesia sebagai Ketua ASEAN yang mulai resmi disandang pada Januari 2023, sekaligus menegaskan upaya bersama mendorong ASEAN menjadi kawasan yang stabil dan damai dan menjadi jangkar stabilitas dunia. Juga menciptakan ASEAN menjadi pusat pertumbuhan dengan masyarakatnya yang tangguh dan berdaya. 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya