DEMOKRASI adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara. Salah satu pilar demokrasi dalam politik adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara yakni eksekutif, yudikatif, dan legislatif untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang independen dan berada dalam peringkat yang sejajar (equal) satu sama lain.
Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara inilah diperlukan agar bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip politik checks and balances. Ketiga jenis lembaga negara tersebut adalah lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat, yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh wakil yang wajib bekerja sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif sesuai hukum dan peraturan.
Posisi kekuasaan dalam demokrasi
Dalam konteks demokrasi, kekuasaan politik selalu berkaitan dengan peran politik seseorang yang harus ditempuh dengan cara-cara yang lazim dan wajar. Sedangkan dalam konteks negara demokrasi, perlu digarisbawahi bahwa kekuasaan bukan merupakan pemberian atau warisan melainkan sebuah proses yang melibatkan seluruh stakeholders ketika berkompetisi secara terbuka dan elegan.
Dalam demokrasi pun, sikap saling toleransi dan berusaha menahan diri secara kelembagaan selalu berkaitan erat, yang kadang terlihat keduanya saling memperkuat. Secara langsung, praktik demokrasi dalam perebutan kekuasaan dalam sebuah negara, peran partai politik tetap menjadi penentu utama dalam setiap percaturan politik.
Konsekuensinya, para politikus dalam partai politik sangat dianjurkan untuk menahan diri dan menerima sesamanya sebagai pesaing yang sah. Politikus yang tidak memandang pesaingnya sebagai pelaku kejahatan (makar), tidak akan tergoda menggunakan pelanggaran norma untuk mencegah pesaingnya melangkah berkuasa. Akibat positifnya adalah tindakan menahan diri akan memperkuat keyakinan tiap partai dan pihak lainnya bisa bertoleransi dan mendukung adanya rasa saling percaya.
Sebaliknya, terkikisnya rasa saling bertoleransi dalam praktik demokrasi di sebuah negara bisa memotivasi para politikus untuk menggunakan kekuasaan kelembagaan seluas-luasnya. Ketika partai-partai memandang lawannya sebagai musuh bebuyutan, yang dipertaruhkan dalam persaingan politik, meningkat secara dramatis. Selanjutnya, kekalahan dalam proses politik dipandang sebagai bencana politik yang maha besar.
Bahkan ketika biaya kekalahan dianggap cukup tinggi, maka para politikus akan tergoda untuk meninggalkan sikap menahan diri. Kemudian muncul sebuah sikap arogansi politik lewat sebuah tindakan main kasar secara konstitusional yang bisa merusak saling toleransi lebih lanjut. Hal ini terus memperkuat kepercayaan bahwa pesaing politik merupakan ancaman yang sangat berbahaya dalam meraih kekuasaan.
Demokrasi dan sistem pemerintahan
Demokrasi di Indonesia adalah sistem pemerintahan yang bertumpu pada rakyat dan telah melewati berbagai tahap, sampai pada tingkat kedewasaan yang cukup baik, walaupun dalam faktanya masih dibatasi dengan bermacam-macam aturan tertulis maupun tidak tertulis.
Demokrasi juga dipahami sebagai suatu sistem bermasyarakat, bernegara dan pemerintahan yang memberikan penekanan pada eksistensi kekuasaan di tangan rakyat baik dalam penyelenggaraan negara maupun pemerintahan.
Kekuasaan pemerintahan berada di tangan rakyat mengandung tiga prinsip utama dalam pembangunan politik, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Rakyatlah yang berkuasa dan sudah sepantasnya negara yang berdemokrasi bisa menghargai pendapat raknyatnya.
Sebagai warga negara yang baik semestinya menyikapi praktik demokrasi dalam meraih kekuasaan dengan aktivitas yang positif, dan bukan menyikapinya dengan cara anarkis, money politic, dan tidak bertanggung jawab lainnya. Harapan utamanya adalah terus ada peningkatan kedewasaan dan edukasi dalam berpolitik dan bertanggung jawab mematuhi regulasi yang ada dalam berdemokrasi.
Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi. Secara terminologi, demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos dan kratos. Demos memiliki arti rakyat, sedangkan kratos berarti pemerintahan. Jadi dapat dipahami bahwa makna dari kata demokratis pemerintahan rakyat, adalah kebijakan yang dibuat oleh negara harus melibatkan partisipasi rakyat.
Partisipasi rakyat dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu mengetahui, memikirkan, memusyawarahkan, memutuskan, dan melaksanakan. Berkaitan dengan pemerintahan rakyat, ada trademark terkenal sampai saat ini yaitu pernyataan fenomenal yang dibuat oleh Presiden ke-16 Amerika Serikat Abraham Lincoln, yang menyatakan bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Mengacu kepada pernyataan tersebut, demokrasi diakui negara sebagai sebuah sistem nilai kemanusiaan yang paling menjanjikan masa depan warga negara yang lebih baik dari sistem lainnya.
Sejak Reformasi, kebebasan warga negara untuk berpolitik dijamin oleh negara melalui perlindungan hukum terhadap warga negara. Terkait langsung dengan kekuasaan, semestinya untuk menertibkan kaum oligarki yang jumlahnya terus bertambah dalam sebuah negara dalam sistem perpolitikan yang terjadi dari rezim ke rezim, dibutuhkan hukum (nomoi) sebagai payung yang memiliki kekuatan pengendali.
Eksistensi hukum ini sebetulnya untuk menghadapi otoritas negara di satu pihak dan kebebasan warga di pihak lain. Yang bisa menengarai hal ini adalah demokrasi konstitusional dengan identitas fundamentalnya adalah demokrasi tanpa hukum merupakan surga bagi oligarki.
Dalam konteks demokrasi, dijelaskan secara terbuka bahwa demokrasi yang baik tidak akan pernah dipisahkan dari terwujudnya negara hukum yang bersifat demokratis. Negara hukum yang demokratis akan selalu terkoneksi dan terintegrasi dengan substansi dasar hukum yaitu konstitusi (Thomas Tokan Pureklolon, 2020: 25).
Memahami nilai-nilai demokrasi dalam proses politik (political procces) memerlukan pembelajaran, yaitu belajar dari negara-negara yang telah mewujudkan budaya demokrasi yang mungkin lebih baik dibandingkan Indonesia. Upaya mempraktikan budaya demokrasi yang terkadang mengalami kegagalan, diharapkan tidak mengendurkan niat untuk terus berusaha memperbaikinya dari tahun ke tahun ketika pesta demokrasi diselenggarakan. Suatu hari nanti sebagai idealisme politik kita bisa berharap, Indonesia akan menemukan kebijaksanaan politik.
Kebijaksanaan politik (political wisdom) dalam demokrasi dan kekuasaan, sebetulnya menuntut agar setiap justifikasi politik dapat dikalkulasi atas pertimbangan rasional, dan muncul idelisme utamanya adalah para politikus tidak menjadi barbar dalam perilaku politiknya (political behaviour). Demikian juga sosok politik yang ditampilkan pada panggung politik mestinya sedikit lebih ramah. Bahkan, siapa pun warga negara (demos) bisa tersapa melalui komunikasi politik (political communication) yang memadai dalam sebuah praktik perpolitikan (political action).