Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Tiga Kemungkinan Skenario Perang Rusia-Ukraina

Laksma Agus Rustandi, Perwira Tinggi TNI Angkatan Laut Aktif
11/11/2022 05:00
Tiga Kemungkinan Skenario Perang Rusia-Ukraina
(MI/Seno)

PERANG Rusia–Ukraina telah mamasuki bulan ke-9 sejak Rusia melancarkan serangan pertamanya ke Ukraina. Saat ini, kedua belah pihak masih saling serang dan belum ada tanda-tanda perang akan segera berakhir. Pihak Barat yang pro-Ukraina terus memberikan bantuannya berupa logistik atau pelatihan militer, sedangkan Rusia membentuk pasukan gabungan dengan Belarus. Jika kondisi ini terus berlanjut, perang akan terus berkobar, tetapi perang mungkin akan berakhir jika satu dari tiga kemungkinan skenario ini terjadi.

 

Adanya pemenang

Skenario pertama, salah satu kubu memenangi perang. “Perang ialah kelanjutan politik dengan cara lain,” (Clausewitz) maka, perang Rusia–Ukraina dipicu kepentingan keduanya, yang tidak dapat diselesaikan dengan cara damai. Serangan Rusia ke Ukraina, diduga karena niat Rusia untuk mereunifikasi negara-negara pecahan Uni Soviet. Tindakan Rusia seperti memperoleh ‘restu’ dari otoritas Krimea yang kembali bergabung dengan Federasi Rusia. Sebaliknya, Ukraina menolak usaha Rusia itu. Serangan tersebut, juga bermotif kepentingan geostrategis Rusia. Ukraina berkeinginan untuk bergabung dengan NATO yang merupakan kumpulan negara seteru Rusia di era Perang Dingin.

Rusia tentu tertekan dan terancam jika Ukraina bergabung dengan NATO. NATO dapat menjadikan Ukraina sebagai pangkalan aju yang dapat mengorkestrakan seni operasi militer yang menghubungkan tiga elemen penting, yakni ketersediaan logistik perang (means), terlaksananya manuver-manuver taktik militer (ways), dan ketercapaian tujuan strategis militer atau nasional (ends). Pangkalan-pangkalan militer Ukraina dapat dijadikan sebagai forward operating base (FOB) NATO, jika NATO berperang dengan Rusia.

Ukraina menyatakan keinginannya masuk NATO sejak 2002, agar terbebas dari pengaruh Rusia dan ada jaminan keamanan. Ukraina juga berharap dapat diterima di masyarakat Uni Eropa, dengan harapan prospek perkembangan ekonominya. Dua kepentingan berbeda diperjuangkan keduanya dengan perang. Perang akan berakhir jika salah satu pihak dapat ‘memaksakan’ kepentingannya tersebut. Memenangi perang berarti satu pihak dapat memaksakan tujuannya kepada pihak lain karena perang ialah bentuk politik brutal, yang dapat menjadi alat untuk mencapai tujuan. Siapa pun yang akan menjadi pemenang, dipredikasi akan dapat mengubah peta politik, bahkan ekonomi di kawasan Eropa Timur.

 

Perjanjian damai

Skenario kedua, perang berakhir dengan perjanjian. Banyak yang berpendapat bahwa alasan Rusia menyerang Ukraina bukanlah karena Ukraina berniat menjadi anggota NATO, melainkan karena keinginan Putin untuk menyatukan kembali negara-negara pecahan Uni Soviet termasuk Ukraina. Jika demikian, penyerangan Rusia terhadap Ukraina dapat merupakan pengulangan sejarah saat Rusia memulai perang Krimea pada 1853–1856. Saat itu perang merembet menjadi konflik Eropa yang lebih luas, ketika kerajaan Turki Ottoman didukung Prancis, Britania Raya, Kerajaan Sardinia, dan Kesultanan Utsmaniyah.

Perang Krimea lalu berakhir pada Maret 1856, dengan sebuah perjanjian damai di Paris. Krimea menjadi negara otonom di era Uni Soviet dan menjadi bagian Ukraina ketika era Uni Soviet berakhir. Krimea yang merupakan wilayah strategis Rusia, akhirnya dianeksasi kembali Rusia pada 2014. Jika perang Rusia-Ukraina ini pengulangan sejarah perang Ukraina lalu, perang Rusia–Ukraina ini akan berakhir dengan kesepakatan damai lewat perjanjian.

Saat ini Ukraina telah menerima bantuan logistik dan pelatihan militer dari beberapa negara. Namun, seberapa lama bantuan itu akan terus berlanjut di tengah dunia yang menghadapi isu krisis ekonomi? Guncangan ekonomi dunia akan mendorong penyelesaian perang secepatnya, melalui perjanjian, dan yang diuntungkan dengan hasil perjanjian tersebut ialah yang mampu bertahan secara ekonomi.

 

Rusia kalah

Skenario ketiga, Rusia kalah. Jika Rusia kalah dalam perang, ada dua kemungkinan. Pertama, jika perang terus berlarut yang menyebabkan Rusia kehabisan sumber daya untuk perang, serta memaksa Rusia untuk menghentikan manuver-manuver taktis militernya, maka Rusia akan mundur dari arena pertempuran karena tidak mungkin akan dapat merebut tujuan strategisnya. Sepanjang tidak ada wilayah Rusia yang diduduki, Rusia akan meninggalkan arena pertempuran, dan bahkan mungkin menyerahkan kembali empat wilayah yang telah didudukinya.

Kemungkinan kedua, jika Rusia terus terdesak dan Ukraina dengan bantuan negara lain dapat berbalik menguasai wilayah-wilayah territorial Rusia, kemungkinan yang akan terjadi akan lebih buruk. Hal ini dapat menyebabkan Rusia menggunakan senjata nuklirnya walaupun secara terbatas, memang hal ini telah dibantah pihak Rusia. Secara diplomatis dikatakan pihak Rusia, bahwa Rusia akan menggunaan kekuatan nuklirnya hanya jika terjadi adanya ancaman langsung terhadap keamanan dalam negeri Rusia.

Menurut SIPRI (Stockholm International Peace Research Institute,) ada sembilan negara pemilik senjata nuklir, yaitu Rusia (6.255 hulu ledak), AS (5.550 hulu ledak), Tiongkok (350 hulu ledak), Prancis (290 hulu ledak), UK (225 hulu ledak), Pakistan (165 hulu ledak), India (156 hulu ledak), Israel (90 hulu ledak), dan Korea Utara (40-50 hulu ledak).

Data kepemilikan hulu ledak nuklir tersebut mencatatkan Rusia sebagai pemiliki terbanyak dengan jumlah 6.255 buah. Jumlah itu masih lebih banyak dari gabungan tiga anggota NATO, yaitu AS, Inggris Raya, dan Prancis sebanyak 6.065 buah. Perang nuklir, jika bisa disebut akan sangat berbeda dengan perang-perang sebelumnya. Perang Dunia I menyebabkan lenyapnya empat kekaisaran Eropa (Rusia, Jerman, Austria-Hongaria, dan Ottoman), Perang Dunia II telah menyebabkan teknologi militer meningkat, maka perang Nuklir akan menyebabkan kehancuran dunia.

Dari tiga skenario yang mungkin terjadi, tentu tidak diharapkan terjadi skenario ketiga. Namun, apa pun yang mungkin terjadi, harapannya ialah kedamaian segera tercipta. Tidak hanya bagi kedua kubu, tetapi juga bagi seluruh umat manusia. Semoga kedamaian terwujud!

 

 

Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya