Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
BEBERAPA waktu yang lalu, saya berkesempatan mewawancarai salah satu responden ibu rumah tangga yang sebelumnya merupakan pekerja informal yang dirumahkan akibat covid-19. Beliau menceritakan bagaimana platform e-commerce dengan kemudahaannya dapat membantu beliau berjualan secara online dan menyelamatkan ekonomi keluarga dalam masa-masa sulit. Hal itu menyadarkan saya betapa masih rentannya tenaga kerja perempuan, khususnya di sektor informal dan besarnya potensi keuntungan partisipasi perempuan dalam ekonomi digital.
Potensi dan tantangan
Laporan studi dari BofA Merrill Lynch Global Research menyebutkan bahwa kesetaraan partisipasi gender dalam perekonomian global dapat meningkatkan US$28 triliun dalam pertumbuhan pendapatan domestik bruto (PDB) global pada 2025.
Studi Bank Dunia menyebutkan sekitar 70% perempuan di Indonesia memiliki usia produktif (15-64 tahun) dan peningkatan 25% partisipasi perempuan dalam tenaga kerja pada 2025 dapat menumbuhkan PDB Indonesia sebesar 2,9%. Hal itu tentunya bukan hal yang mudah mengingat masih banyak sekali hambatan yang dihadapi pekerja perempuan.
Hambatan seperti masih sulitnya mendapat mendapatkan lapangan pekerjaan formal dan berkualitas serta lebih rentan terhadap pemutusan hubungan kerja menyebabkan adanya kesenjangan antara pekerja perempuan dan laki-laki. Kesenjangan juga terjadi dalam hal mendapatkan kredit UMKM, juga terjadi ketika perempuan memilih (atau mencari tambahan) dengan bekerja sendiri.
Sering kali mereka dihadapkan dengan sulitnya mendapatkan pendanaan akibat tidak adanya aset atas nama mereka. Karena itu, tidak memiliki jaminan yang bankable. Hambatan tersebut harus dapat diatasi untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan dan UMKM. Hal itu terlihat dari data bahwa 50% dari total 60 juta pengusaha UMKM merupakan perempuan.
UMKM juga telah menghasilkan 116.673.416 (97,02%) tenaga kerja, sementara usaha besar menghasilkan 3.586.769 (2,98%) tenaga kerja.
Secara makro, kontribusi UMKM terhadap perekonomian mencapai 60% dari total produk domestik bruto (PDB). Dengan kata lain, tidak salah apabila UMKM perempuan memiliki potensi sebagai penggerak perekonomian nasional menuju ekonomi yang lebih maju dan inklusif.
Secara umum, menurut salah satu studi dari RAND (2015), UMKM di Indonesia cenderung kurang produktif dan memberikan upah yang lebih rendah jika dibandingkan dengan usaha besar. Tentunya persoalan tersebut menjadi lebih menantang bagi pengusaha perempuan. Beberapa di antaranya, seperti usaha milik perempuan cenderung berskala lebih kecil, cenderung kurang menguntungkan, dan lebih terbatasnya akses finansial jika dibandingkan dengan usaha milik laki-laki.
Studi UNDP & UNICEF (2021) di berbagai negara menjelaskan bahwa norma sosial menciptakan tekanan dengan memperkuat stereotipe gender sehingga merupakan salah satu kendala utama bagi pekerja dan pengusaha perempuan. Itu karena perempuan dinilai perlu menyeimbangkan bisnis atau pekerjaan dengan tuntutan pekerjaan rumah tangga, mereka harus mengejar kegiatan ekonomi yang terbatas, menawarkan lebih sedikit peluang karier, dan cenderung kurang inovatif.
Teknologi dan perempuan
Studi menemukan bahwa perempuan menghadapi risiko yang lebih tinggi dari efek otomatisasi (Kinder, 2019). Hal itu disebabkan otomatisasi akan lebih efisien untuk menggantikan pekerjaan manusia yang bersifat repetitif dan perempuan cenderung lebih banyak bekerja di sektor tersebut. Oleh sebab itu, penting bagi pekerja dan pengusaha perempuan untuk dapat meningkatkan kemampuan mereka, terutama dalam sektor digital dan science, technology, engineering, and mathematics (STEM). Namun, teknologi, misalnya e-commerce, juga dapat dimanfaatkan untuk membantu akselerasi bisnis digital, terutama untuk pengusaha perempuan.
Salah satu studi CSIS (Damuri, 2020) melihat dampak dari e-commerce dari sisi penjual dan pembeli. Penelitian itu mencakup usaha besar atau UMKM dengan tiga sektor terbesar, yaitu garmen, makanan dan minuman, serta alas kaki. Dari data yang berhasil dikumpulkan, hanya 1 dari 3 unit usaha yang memiliki online presence. Baik usaha besar maupun UMKM yang melakukan perdagangan elektronik, bahwa e-commerce memiliki pengaruh positif pada peningkatan penjualan.
Analisis lebih mendalam juga dilakukan dengan ekonometrika. Salah satu temuan ialah pertumbuhan penjualan usaha yang memiliki online presence lebih tinggi sekitar 13% daripada usaha yang tidak memiliki online presence. Dengan kata lain, digitalisasi menjadi menjanjikan potensi keuntungan yang riil bagi pengusaha perempuan. Lalu bagaimana membantu pengusaha UMKM perempuan untuk go-online?
Salah satu faktor utama ialah literasi digital. Menurut data Susenas, perempuan cenderung lebih rendah dalam hal adopsi internet dan kurang dari 20% dari total pengguna internet di Indonesia menggunakan internet untuk mengakses perdagangan elektronik. Oleh sebab itu, program peningkatan literasi digital harus diperkenalkan sejak dini serta pelatihan-pelatihan yang dapat membantu pengusaha UMKM perempuan untuk onboarding.
Selain itu, perdagangan elektronik masih terkonsentrasi di kota-kota besar, khususnya Pulau Jawa. Salah satu survei CSIS yang dilakukan di beberapa kota besar di bagian timur Indonesia memperlihatkan salah satu faktor terpenting bagi UMKM untuk e-commerce ialah akses dan stabilitas jaringan internet serta kapasitas penjual.
G-20 sebagai platform
Indonesia sebagai pemegang Presidensi G-20 menempatkan pemberdayaan perempuan sebagai salah satu isu mainstreaming dalam semua working group, baik finance maupun sherpa track dan engagement group. Oleh sebab itu, penting bagi semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor swasta, akademisi/penelitim dan organisasi nonpemerintah, untuk membahas output kongkret yang dapat meningkatkan partisipasi dan memberdayakan perempuan, khususnya pekerja dan pengusaha perempuan UMKM, dengan memaksimalkan potensi digitalisasi.
Salah satu inisiatif dari Business-20 (B-20) melalui Women in Business Action Council yang merupakan salah satu engagement group kelompok sektor swasta anggota G-20 ialah One Global Women Empowerment (OGWE). Platform tersebut dirancang untuk mempertemukan pihak yang membutuhkan bantuan dengan pihak yang dapat memberikan bantuan, dalam hal pemberdayaan perempuan pekerja dan pengusaha di mana pun berada.
OGWE menjanjikan kolaborasi sektor swasta untuk membantu pemerintah dalam memberdayakan peran perempuan dalam ekonomi, seperti knowledge sharing, untuk mengembangkan jaringan bisnis perempuan secara global, peningkatan kapasitas digital bagi pengusaha perempuan, hingga bantuan teknis dan investasi/keuangan untuk membentuk ekosistem yang mendukung ekspansi dan keberlanjutan bisnis pengusaha perempuan.
Diharapkan bahwa keberadaan OGWE dapat mendorong percepatan keterlibatan perempuan yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi global. Dengan demikian, kolaborasi yang penting ini harus dikawal untuk merealisasikan kesetaraan antara pengusaha perempuan dan laki-laki.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved