Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
AGUSTUS merupakan bulan kemerdekaan Indonesia yang kini berusia 77 tahun. Kemerdekaan ditandai dengan kebebasan untuk hidup lebih layak, sehat, dan sejahtera di hunian layak dan terjangkau. Bebas dari penggusuran dan ketidakadilan bermukim di kota. Sesuai dengan tema Hari Perumahan Nasional 2022, yakni Kolaborasi wujudkan hunian layak dan terjangkau untuk kita semua.
Kemerdekaan harus menjamin pemenuhan sandang, pangan, dan papan sebagai kebutuhan dasar setiap individu. Pembangunan perumahan harus berpihak kepada masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), mewujudkan asa untuk memiliki hunian layak, terjangkau, dan memadai.
Rumah telah berubah menjadi komoditas dagang dengan harga yang semakin melayang, bukan sebagai kebutuhan dasar hak asasi manusia wujud kemerdekaan bermukim. Di perkotaan, peningkatan harga perumahan semakin tidak terkejar dengan rerata pendapatan kelas pekerja perkotaan per tahun sehingga rencana untuk memiliki rumah sendiri tinggal impian. Lalu, langkah apa yang harus dilakukan?
Pertama, pengadaan perumahan harus diupayakan dengan berbagai cara sesuai dengan kelompok pengguna. Itu karena perumahan merupakan komponen penting untuk mewujudkan ekonomi berkeadilan. Negara berkewajiban menyediakan perumahan terjangkau dan memadai dalam pemenuhan hak asasi manusia atas hunian layak sebagai bentuk kemerdekaan bermukim.
Rumah harus dikembalikan maknanya sebagai tempat hunian manusia yang bermartabat, beradab, dan hidup dalam satu komunitas. Pemerintah bertugas untuk menyediakan perumahan yang terjangkau, memadai, dan layak huni bagi kelompok marginal perkotaan (MBR, keluarga muda sederhana, pekerja muda, mahasiswa/i, generasi milenial).
Kedua, rumah harus terjangkau harganya oleh kelompok marginal perkotaan. Negara dapat mengubah hubungan dengan sektor finansial, sumber pendanaan, dan subsidi silang. Negara harus mampu mengendalikan penuh pengembang seperti pengawasan pemanfaatan tata ruang dan perizinan selektif karena banyak kepala daerah dan pengembang terjerat korupsi akibat perizinan yang menyalahi rencana tata ruang wilayah.
Rumah juga harus terjangkau lokasinya. Lokasi perumahan yang terjangkau di kota akan memudahkan warga beraktivitas, menekan biaya transportasi, menghemat waktu bepergian, dan warga memiliki waktu istirahat cukup bersama keluarga. Negara bisa mendesak pasar properti untuk menyediakan perumahan tapak murah di perkotaan kabupaten yang masih memiliki lahan luas atau rumah susun sewa (rusunawa) untuk kelompok marginal di kota karena keterbatasan lahan dan harga tanah yang mahal.
Kawasan terpadu
Ketiga, rencana tata kota harus mengarahkan pembangunan rusunawa di lokasi strategis, dekat pusat kegiatan kota, atau dekat titik-titik simpul/persilangan jaringan transportasi publik. Penghuni cukup berjalan kaki dalam hitungan menit (konsep kota 10’-15’) dan berorientasi pejalan kaki (pedestrian oriented development/POD) untuk pergi ke warung/kafe/restoran, kios/supermarket/pasar/pusat perbelanjaan, kantor, sekolah, atau ke stasiun, terminal, halte transportasi publik.
Pemerintah dapat meregenerasi/merevitalisasi/meremajakan kawasan sekitar titik-titik simpul/persilangan transportasi publik menjadi kawasan terpadu (transit oriented development/TOD). Untuk itu, pemerintah kota perlu mengonsolidasi lahan serta melibatkan masyarakat setempat dalam merevisi peruntukan lahan, misalnya, dari kawasan permukiman murni menjadi kawasan campuran permukiman, perkantoran, dan pusat perbelanjaan.
Keempat, pemerintah harus melakukan reforma agraria di perkotaan. Pemerintah harus mengendalikan persaingan yang tak adil antara alokasi tanah untuk fasilitas publik, ruang terbuka hijau, dan kebutuhan dasar publik dengan alokasi tanah yang bersifat kumulatif dan pencadangan oleh para pengembang.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, pemerintah dapat mewujudkan reforma agraria perkotaan dalam bentuk alokasi tanah untuk permukiman (hunian vertikal) kelompok rentan secara sosial-ekonomi. Mereka ialah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), orang lanjut usia, penyandang disabilitas, kelompok pekerja, dan generasi milenial.
Kelima, pemerintah harus menata dan mengoptimalkan ruang dan aset kota dengan tegas dan terencana matang. Pemerintah harus mengendalikan dengan ketat pertumbuhan dan perkembangan pusat-pusat kegiatan kota agar tidak meluber ke kota tetangga. Pemerintah harus menempatkan dimensi manusia sebagai subjek pembangunan kota, memberi jaminan akses warga untuk tinggal di pusat kota, hak bermukim yang layak, menyediakan ruang terbuka hijau yang memadai, memperluas peluang usaha, serta meningkatkan layanan fasilitas umum.
Ini merupakan peluang bagus untuk memulihkan kota, menyediakan perumahan (rusunawa) yang layak dan terjangkau di pusat kota, sekaligus membenahi permukiman padat dan kumuh. Selain itu, sebagai produksi habitat sosial dan regenerasi/peningkatan in situ ekologis dan sosial (ekososial) perkotaan dalam membangun permukiman yang lebih lestari. Semoga.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait melakukan serah terima 100 kunci rumah subsidi kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
Kementerian PKP mendengar banyak anak muda yang ingin tinggal di kota, namun terkendala harga tanahnya di kota mahal sehingga ukuran rumahnya mau diperkecil.
Menteri PKP Maruarar Sirait resmi membatalkan rencana mengecilkan ukuran rumah subsidi.
Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) mencatat penyaluran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) telah mencapai lebih dari 50% dari target 220.000 unit.
Rumah subsidi dengan luas 18 meter memang menunjukkan niat negara dalam menjamin hak tempat tinggal bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Target pasar dari pembangunan rusun tersebut adalah generasi milenial.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved