Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
TERORISME ialah suatu pandangan atau keyakinan perjuangan yang dilatabelakangi agama yang bercitakan negara dipimpin seorang khalifah, bukan keyakinan untuk mendirikan negara Pancasila dan berdasarkan UUD 1945. Terorisme sendiri dalam UU Antiterorisme 2003 dan perubahannya telah didefinisikan suatu perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menciptakan teror dan keadaan chaos dalam masyarakat sehingga merugikan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat yang dilakukan secara sistematis dan terorganisasi.
Dalam penjelasan UU Nomor 15 Tahun 2008 Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 menekankan bahwa tindak pidana terorisme yang selama ini terjadi di Indonesia merupakan kejahatan serius. Hal itu disebabkan membahayakan ideologi negara, keamanan negara, kedaulatan negara, nilai kemanusiaan, dan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, serta bersifat lintas negara, terorganisasi, dan mempunyai jaringan luas serta memiliki tujuan tertentu sehingga pemberantasannya perlu dilakukan secara khusus, terencana, terarah, terpadu, dan berkesinambungan, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Yang pasti bahwa berdasarkan pengalaman Indonesia dalam tindak pidana terorisme sejak Bom Bali 2003 sampai dengan saat ini telah terbukti dan secara sah dinyatakan perkara teorisme di pengadilan negeri, telah dinyatakan terbukti bersalah dan mendekam di dalam lembaga pemasyarakatan (LP). Dalam catatan Ditjen Pemasyarakatan Kemenkum dan HAM, sejak 2018 hingga 2022 jumlah total tahanan teroris sebanyak 401 orang, dan narapidana teroris sebanyak 2.006 orang. Ada sebagian pelaku yang telah bertobat dan menginsafi perbuatan mereka dan kembali menjadi warga masyarakat yang berguna seperti Amrozi dan Nasir Abbas.
Undang-Undang Antiterorisme 2002 yang diubah menjadi UU Nomor 15/2008 ialah perubahan dari strategi pemberantasan dengan pendekatan retributive–lex talionis ke arah strategi pencegahan tersistematis dengan menggunakan pendekatan preventive-deterrence dan pembinaan rohaniah. Strategi baru menghadapi terorisme berkaca pada pengalaman pemerintah AS memenjarakan teroris di Guantanamo yang banyak dikecam masyarakat internasional, termasuk satu-satunya WNI Hambali, yang tidak ketahui nasibnya sampai sekarang.
Pemerintah dan Densus 88 dalam hal terorisme telah berhasil memutus rantai organisasi teroris di Indonesia dengan cara sendiri, tidak mengikuti metode penahanan dan perlakuan aparat khusus seperti di Guantanamo. Selain itu, sebagian besar organisasi teroris dan pelakunya ialah warga masyarkat Indonesia, hanya empat warga negara asing asal Malaysia seperti Nasir Abas, Dullmatin, dan Nurdin M Top. Terorisme di Indonesia tumbuh subur tidak hanya karena idiologi sesat dan loyalitas semata, tetapi karena merupakan mata rantai gerakan terorisme internasional seperti Gerakan HASI dengan sponsor dana dari negara tertentu di Timur Tengah.
HASI telah menyasar memasuki tokoh-tokoh intelektual dan dalam bidang keagamaan dengan dukungan ormas tertentu. Seperti akhir-akhir ini kita dikejutkan dengan dakwaan terhadap Munarman, salah satu tokoh organisasi FPI, telah melakukan tindak pidana terorisme dan telah dituntut dengan ancaman pidana penjara selama 8 tahun. Kesulitan menangani terorisme di Indonesia sejak hampir 19 tahun lampau ialah, pertama, kebanyakan berasal dari anggota masyarakat yang miskin dan berpendidikan rendah serta telah memperoleh ajaran keliru mengenai konsep jihad dan adanya jaminan hidup keluarganya jika korban mati.
Isu baru terkait dengan jaringan organisasi teroris di Indonesia ialah kemunculan pemikiran radikalisme sekalipun berkonotasi negatif, tetapi masih ada intelektual yang mempersoalkan dan menolak kosakata tersebut termasuk ulama seolah yakin bahwa radikalisme itu ialah (ajaran) Islam. KBBI edisi keempat 2008 (hlm 1130) menegaskan bahwa radikalisme tidak dapat dimaknai positif, yaitu paham atau aliran yang radikal dalam politik atau paham atau aliran yang menghendaki perubahan. Atau dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, tidak ada sedikit pun ayat-ayat dalam kitab suci Alquran yang membenarkan makna radikalisme sebagaimana dimaknai KBBI. Itu disebabkan masyarakat Indonesia yang beragama Islam masih mengakui solusi pertengkaran di antara sesamanya dengan sebutan tabayun alias berdamai atau cinta damai antarpihak bersengketa.
Kata jihad telah dimaknai sebagai peperangan melawan negara atau mereka yang bukan beragama Islam. Yang jelas pemikiran yang sesat dan bertentangan dengan cita hukum Pancasila dan UUD 1945 dan dapat menimbulkan perpecahan antarumat beragama dan secara terang, terbuka melawan pemerintahan yang sah berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Intinya bahwa konsep radikalisme dan jihad dalam sudut pandangan teoris dan sekutunya ialah bukan pemikiran atau pandangan bangsa Indonesia. Sekalipun kita ketahui bahwa sejarah Indonesia tidak terlepas dari sejarah pemberontakan kelompok Negara Islam Indonesia (NII) yang bermula di wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat, dengan tokoh almarhum Kartosuwiryo. Kemudian di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, dengan tokoh almarhum Kahar Muzakkar.
Bahkan ketika memasuki Indonesia modern abad ke-20 dan ke-21 kita telah menyaksikan perkembangan terorisme bukan menurun, bahkan semakin meningkat. Data tahanan teroris 2018-2022 sebanyak 401 orang, sedangkan narapidana teroris sebanyak 2.006 dan Kemenkum dan HAM telah mendirikan tiga LP baru di Nusakambangan, khusus untuk tahanan dan narapidana teroris dan narkoba yang semakin meningkat jika dibandingkan dengan koruptor setap tahun. Menghadapi terorisme yang dilatarbelakangi ideologi tentu berbeda secara signifikan dengan kejahatan konvensional dengan latar belakang beragam seperti harta benda atau dendam pribadi.
Mengubah mindset mengenai konsep jihad yang sesat kepada jihad yang bersifat konstruktif, bermanfaat bagi bangsa dan negara, terbukti tidak semudah membalikkan telapak tangan, apalagi melalui cara-cara kekerasan. Dalam hal ini diperlukan intelektual muda Islam dan ulama-ulama yang sungguh-sungguh mencintai bangsa dan negara, Pancasila, berdasarkan UUD 1945 untuk berjihad demi kemaslahatan bangsa dan negara ini. Mereka seharusnya seharusnya menjadi prime motivator bagi kemaslahatan bangsa dan negara ini, bukan menjadi prime provocator yang merugikan perjuangan kita bersama membangun masyarakat yang adil dan sejahtera.
Kasus Munarman telah mencengangkan kita semua. Ia sebagai tokoh FPI dan intelektual muda telah terlibat dalam jaringan teroris internasional, bahkan terasa sulit dipercaya sekalipun FPI berkali-kali menyatakan secara terbuka mencintai NKRI. Selain strategi pencegahan yang efektif, telah diwujudkan strategi penindakan. Di dalam perubahan dalam UU Antiterorisme 2003 kepada UU Tahun 2008 antara lain a. kriminalisasi baru terhadap berbagai modus baru tindak pidana terorisme seperti jenis bahan peledak, mengikuti pelatihan militer/paramiliter/pelatihan lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri dengan maksud melakukan tindak pidana terorisme; b. pemberian sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana terorisme, baik permufakatan jahat, persiapan, percobaan, dan pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme; c. perluasan sanksi pidana terhadap korporasi yang dikenakan kepada pendiri, pemimpin, pengurus, atau orang yang mengarahkan korporasi; d. penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk memiliki paspor dalam jangka waktu tertentu.
Perubahan tersebut telah disesuaikan dengan perkembangan strategi terorisme selama ini. Perkembangan penegakan hukum selama 2000-2022 telah tercatat 2.685 pelaku, vonis perkara sebanyak 2.077, meninggal dunia di TKP karena bunuh diri (suicide bomber) 36, kemudian 3 pelaku dieksekusi mati (Densus Mabes Polri, 9 Februari 2020). Kejadian itu sangat memperihatinkan jika dibiarkan terus berlanjut sehingga diperlukan strategi baru sebagi pencegahan yang telah dimasukkan ke Bab VII A Perubahan UU Nomor 5/2008. Tugas untuk memperkuat strategi pencegahan dibebankan pada satu badan baru, yaitu Badan Nasional Pencegahan Terorisme (BNPT). Pada Pasal 43 F bertugas a. kesiapsiagaan nasional, b. kontraradikalisasi, dan c. pencegahan tindak pidana terorisme.
Selain strategi pencegahan, telah diatur dalam bab khusus, Bab V, perlindungan terhadap korban. Pengertian korban ialah seseorang yang mengalami penderitaan fisik mental dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan suatu tindak pidana terorisme. Pengaturan perubahan UU Terorisme 2003 dengan UU Tahun 2008 terutama pengaturan mengenai strategi pencegahan dan perlindungan korban, mencerminkan upaya pemerintah untuk mengubah secara evolutif bahwa dalam memperlakukan pelaku terorisme mereka telah mempertimbangkan perlindungan hak asasi pelaku teroris, dan sekaligus korban sia-sia (indeterminate victims) akibat dari tindak pidana terorisme.
Perlindungan hak telah diatur tegas di dalam ketentuan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang menegaskan perlindungan hak-hak tersangka/terdakwa selama proses pemeriksaan sejak penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan serta persidangan. Semakin mendalam kita mengamati gerakan organisasi masyarakat seperti FPI, HTI, dan HASI semakin kita yakin bahwa terorisme bukan Islam dan Islam bukan terorisme, juga radikalisme bukan Islam dan Islam bukan radikalisme.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved