Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
LITERASI bukan sebuah frasa yang statis, melainkan sebuah kekuatan dinamis. Di dalamnya ada tindakan personal maupun bersama. Demikian juga ada upaya membangun relasi demi menumbuhkan kompetensi. Maka, literasi lazim disebut gerakan yang menjadikan membaca dan menulis sebagai fokus, sebaliknya keluarga, sekolah dan masyarakat lokusnya.
Kini dan di sini gerakan membumikan literasi baik secara personal maupun kelompok telah, sedang dan akan terus digelorakan. Seiring dengan upaya dan kerja keras yang dilakukan oleh para penggiat dan sosialisator, gerakan literasi dibumikandi seluruh pelosok nusantara. Meski disadari, membumikan gerakan literasi bukan sebuah pekerjaan mudah.
Pendidikan literasi
Para guru dan kepala sekolah diharapkan memiliki sense of literacy. Selain itu menjadi teladan gerakan literasi demi mendukung pengembangan keprofesiannya. Para guru dituntut untuk memahami makna pendidikan dalam konteks berliterasi. Pendidikan bukan sekadar hadir di ruang kelas, menyiapkan, dan membacakan materi agar para siswa mencatatnya.
Lenang Manggala, founder Nyalanesia, yang membawahi Gerakan Sekolah Menulis Buku Nasional (GSMBN) mengajak para guru untuk merefleksikan kembali makna pendidikan. Baginya, pendidikan bukan hanya pelajaran yang diajarkan dan dibacakan di kelas-kelas. Juga nilai-nilai yang tercantum di kertas. Pendidikan juga bukan sekadar menggelontorkan materi pelajaran yang diabdikan selama enam hari dalam sepekan.
Lenang bahkan menggugat para pendidik agar tidak menjadikan anak didik lebih dari sekadar google berjalan. Sesuatu yang menjadikan mereka seperti kamus tebal ratusan halaman karena dipaksa menghafal sejumlah kosa kata yang tak mampu tertampung. Atau memaksa anak menjadi yang tercepat dalam matematika dan mengubah mereka menjadi kalkulator tanpa baterai yang terpasang.
Apa yang dikatakan Lenang tersebut mestinya mendorong para pemimpin sekolah di semua satuan pendidikan, agar mendorong para siswa dan gurunya berkarya dengan menulis berbagai genre tulisan kreatif seperti pantun, puisi, cerpen, novel bahkan esai dan artikel. Karya-karya ini, dalam GSMB Nasional akan dilombakan di tingkat sekolah mupun nasional dan diterbitkan menjadi buku ber-ISBN.
Kompetensi menulis
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah menggariskan secara jelas tentang kompetensi inti yang harus dimiliki oleh seorang guru. Kompetensi inti itu yakni pedagogik, kepribadian, sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut dirumuskan secara lebih detail dalam kebijakan pemerintah tentang pendidikan nasional yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Penulis tidak bermaksud merincikan secara detail keempat kompetensi itu, melainkan mencoba memasuki ruang lain yang terkesan masih terabaikan oleh guru dan kepala sekolah dalam mengembangkan kompetensinya yakni bidang tulis-menulis. Pengembangan kompetensi guru tentu bertalian erat dengan kemauan guru meng-up date ilmu pengetahuan dan meng-up grade kemampuan dirinya, baik secara interpersonal maupun intrapersonal. Termasuk kompetensi lainnya seperti yang dicetuskan ahli pendidikan Howard Gardner dalam teorinya tentang kecerdasan majemuk.
Oleh karena itu selain mengevaluasi peserta didik, guru sebaiknyalebih dulu mengevaluasi diri dengan seluruh kemampuan yang dimilikinya. Dalam rangka ini guru mesti membuat refleksi secara rutin atas seluruh capaian yang telah dilaluinya, baik keunggulan maupun keterbatasan yang dimilikinya.
Dengan cara itu, diharapkan ada upaya untuk mngembangkan dan meningkatkan kemampuan yang dimilikinya. Selain kompetensi-kompetensi yang disyaratkan pemerintah, guru juga mesti memiliki kompetensi lain yang dapat menunjang atau melengkapi kompetensi inti yang dimilikinya.
Dengan demikian, dibutuhkan pengembangan kompetensi guru yang oleh Hopkins (2010) dalam Suyanto dan Asep Jihad (2013:40) mendefinisikannya sebagai cara guru untuk menilai dirinya sendiri secara rutin, sembari membuka diri menerima masukan dan menyambut setiap perubahan zaman yang terus berkembang.
Dengan kata lain, upaya mengembangkan kompetensi merupakan cara seorang guru mengevaluasi kemampuannya agar hidup selaras zaman atau selalu memperbarui diri sesuai dengan kemajuan dan tuntutan zaman. Ketika guru tidak membuka diri mengembangkan kompetensinya, akan ada semacam stagnasi kompetensi dalam diri guru. Buktinya, ketika berhadapan dengan tuntutan menulis banyak guru nampaknya tidak siap untuk mengembangkan kompetensi menulisnya.
Fakta lapangan di satu sisi, menunjukkan bahwa guru cenderung membiarkan dirinya berada di zona nyaman. Di lain sisi guru tidak memaksakan dirinya untuk belajar dari rekan sejawat, sebagai sesama pembelajar yang dituntut belajar sepanjang hayat.
Selain kompetensi inti, seorang guru dituntut memiliki beberapa kompetensi penunjang yang dalam kesehariannya diyakini sangat membantu menopang keempat kompetensi yang disyaratkan oleh pemerintah. Kompetensi-kompetensi itu bukan sekadar pelengkap, namun sesuai kemajuan zaman karena guru dituntut untuk mengembannya.
Menurut Suyanto dan Asep Jihad (2013:73-75), kompetensi-kempetensi penunjang yang diharapkan terintegrasi dalam tugas keseharian seorang guru profesional meliputi keahlian dalam menulis, meneliti, berbahasa asing, dan keahlian mendorong siswa memiliki keinginan membaca.
Dalam kacamata penulis sebagai guru dan sosialisator literasi, keempat kompetensi penunjang ini tidak serta merta diseragamkan untuk semua guru. Ini dapat dipahami mengingat tidak semua daerah di Indonesia tempat para guru mengabdikan diri, memiliki sarana prasarana dan fasilitas penunjang yang memadai.
Akan tetapi dengan alasan sebaran wilayah juga sarana dan fasilitas penunjang yang belum merata, bukan berarti guru tidak tertantang untuk mengembangkan kompetensi-kompetensi penunjang yang ada. Saat ini, seiring dengan perkembangan zaman seorang guru dituntut untuk menulis. Dengan menulis kadar intelektualitasnya dapat diukur karena representasi alur berpikirnya dapat ditemukan dari setiap karya yang dihasilkannya melalui menulis.
Dengan demikian guru dituntut untuk banyak membaca dan mengikuti kegiatan-kegiatan lain bertajuk ilmiah seperti FGD, seminar, workshop atau sarasehan untuk menambah wawasan keilmuannya. Selain itu guru juga dituntut menjadi peneliti. Peneliti yang dimaksud di sini, bukan seperti seorang pakar atau ilmuwan yang mengkaji dan meneliti bidang ilmu tertentu secara spesifik dan detail mendalam.
Menjadi peneliti yang dimaksud adalah menemukan kelemahan dalam penerapan pembelajaran. Kemudian juga meneliti kemajuan belajar peserta didik, agar bisa memperbaiki dengan menerapkan metode dan model pembelajaran yang kontekstual. Itu dilakukan demi meningkatkan mutu pembelajaran yang akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar siswa dan mutu pendidikan.
Setiap perjumpaan dengan siswa hendaknya diamati, dicatat, dan ditulis sebagai fakta sembari menautkannya dengan referensi yang dibaca agar menjadi tulisan meski masih bersifat sederhana. Guru juga bisa mengamati hal-hal di luar ilmu yang digelutinya untuk menulis. Kemampuan berbahasa asing pun sangat membantu mengembangkan komunikasi dan literasi digital seorang guru.
Hal yang tak kalah penting jika seorang guru telah terbiasa membaca dan menulis, meneliti, dan memiliki kemampuan berbahasa asing yang baik, akan mudah memotivasi para siswa untuk membaca dan menulis. Guru mesti merasa ada sesuatu yang kurang dalam dirinya tanpa membaca dan menulis.
KEHADIRAN Rumah Baca Sayyidil Khusna di Mersam, Batanghari, Jambi, menjadi harapan bagi warga sekitar untuk masa depan anak-anak penerus desa tersebut.
BBW Books di Padalarang digelar selama 11 hari sejak tanggal 23 Mei - 2 Juni 2024.
Kanal Jelita dapat menjadi jembatan untuk banyak komunitas wanita di luar sana untuk memperkenalkan komunitas mereka kepada masyarakat.
Project ini merupakan sebuah inisiatif yang bertujuan memberdayakan satu juta ibu di Indonesia melalui peningkatan keterampilan digital.
Peserta juga diberikan pelatihan tentang bagaimana memperoleh penghasilan tambahan bagi kesejahteraan keluarga memanfaatkan platform digital.
Program literasi keuangan bagi anak mencakup metode interaktif seperti permainan digital, sesi kelas, dan kegiatan berbasis komunitas.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved