Menyikapi Anak Buah Presiden Jokowi Wacanakan Perpanjangan Masa Jabatan

Akhmad Mustain, Jurnalis Media Indonesia
13/1/2022 21:14

Masa jabatan presiden Republik Indonesia telah terpatri dalam kontitusi. Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 telah menyatakan, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Artinya, masa jabatan presiden ditetapkan maksimal dua periode.

Dalam hal ini, Presiden Joko Widodo yang sudah menduduki masa jabatan selama dua periode tidak dapat dipilih kembali atau diperpanjang. Kecuali, terjadi amendemen UUD 1945 yang mengatur tentang kekuasaan pemerintah, khususnya masa jabatan presiden.

Sedangkan pada Pasal 6 a UUD 1945 menyatakan presiden dan wakil presiden dipilih rakyat secara berpasangan melalui pemilihan umum. Sementara, Pasal 22 e UUD 1945 menegaskan pemilihan umum harus dilaksanakan setiap lima tahun.

Dalam masa jabatan Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma'ruf Amin selesai pada 20 Oktober 2024. Artinya pemilu juga harus dilaksanakan sebelum masa tersebut berakhir.

Namun, akhir-akhir ini kembali muncul wacana untuk memperpanjang jabatan Presiden Joko Widodo dalam periode keduanya kali ini menjadi 7 tahun. Hal yang jelas-jelas tidak ada dalam konstitusi. Alasannya, yakni pemulihan ekonomi akibat pandemi covid-19.

Adalah Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia yang memberikan klaim sepihak bahwa kalangan pengusaha mendukung perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo hingga 2027, artinya tidak ada pemilu pada 2024.

Hal itu disampaikan oleh Bahlil saat menjadi narasumber dalam acara diskusi temuan survei nasional yang bertajuk 'Pemulihan Ekonomi Pasca-covid-19, Pandemic Fatigue dan Dinamika Elektoral Jelang Pemilu 2024' yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia, Minggu 9 Januari 2021.

Dalam rilis survei Indikator Politik Indonesia mencatat 31% masyarakat setuju jika masa jabatan Presiden Joko Widodo ditambah hingga 2027, 32,9% kurang setuju, 25,1% tidak setuju sama sekali. Kesimpulannya, masyarakat yang setuju berharap agar penanganan pandemi covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional dapat diselesaikan secara tuntas.

Bahlil, mengakui wacana perpanjangan jabatan Presiden Jokowi telah muncul sebelum survei indikator dirilis. Bahkan, dirinya telah banyak berdiskusi dengan para pengusaha jauh sebelum hasil survei tersebut dirilis. Begini pernyataan Bahlil.

“Rata-rata mereka (pengusaha) berpikir, bagaimana proses demokrasi dalam konteks peralihan kepemimpinan jika ada ruang dapat diundur? Alasannya para pengusaha baru menghadapi persoalan pandemi covid-19 dan saat ini perlahan bangkit. Jika harus menghadapi persoalan politik dalam waktu dekat akan memberatkan,” ujar Bahlil seperti dikutip mediaindonesia.com dari laman bkpm.go.id, Senin 10 Januari.

Sebagai menteri, anggota kabinet di jajaran eksekutif, Bahlil mestinya tidak perlu mewacanakan hal yang potensial akan memicu kesalahpahaman publik. Apalagi di era demokrasi biaya tinggi seperti di Indonesia, klaim dukungan pengusaha bisa diartikan dukungan modal politik.

Akan tetapi, selaku penyelenggara negara, Bahlil mestinya berposisi menjaga dan melaksanakan amanah konstitusi. Sudah sepatutnya bagi seorang pejabat Negara untuk tidak mengakomodasi keinginan ataupun wacana yang berlawanan dengan konstitusi.

Apalagi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah menolak wacana amendemen untuk mengubah jabatan presiden menjadi tiga periode ataupun memperpanjang masa jabatan. Bahkan Jokowi merasa usulan itu seperti hendak mendorongnya supaya jatuh tersungkur. "Usulan itu menjerumuskan saya," kata Jokowi lewat akun Twitter resminya yang bercentang biru, @jokowi, Minggu (2/12/2019).

Bahlil selaku anak buah ataupun pembantu presiden, pastinya sudah paham sikap Presiden Jokowi tersebut.

Apa yang disampaikan oleh Bahlil atas nama pengusaha, tidak sepenuhnya salah. Dalam situasi yang belum sepenuhnya pulih ini, perlu mempertimbangkan kembali agenda strategis seperti Pemilu 2024.

Para pelaku usaha tentu bertanggung jawab untuk memberikan masukan kepada pemerintah. Mereka memiliki kontribusi yang signifikan dalam pembangunan ekonomi nasional. Tapi rasanya sangat berlebihan jika motifnya hanya karena alasan ekonomi.

Di sisi lain, pernyataan dan klaim Bahlil menimbulkan kesan pemerintah tengah pesimistis dan tidak mampu memenuhi target pemulihan ekonomi hingga 2024. Dalam sudut pandang ini, mestinya Presiden Joko Widodo menjewer, bahkan kalau perlu, mengevaluasi posisi Bahlil.

Apalagi demokrasi indonesia telah berjalan di rel yang semestinya. Indonesia berpredikat sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Segala bentuk upaya pengabaian terhadap proses demokrasi, apalagi sampai mengarah pada pembajakan demokrasi mestinya tidak punya ruang di negeri ini.

Sesuai dengan konstitusi, pemilu legislastif dan pemilu presiden lima tahunan pada 2024 mestinya tetap terlaksanan. Apalagi sudah banyak negara yang tetap taat terhadap proses demokrasi, meskipun diterpa badai pandemi covid-19.

Amerika Serikat, Belarusia, Bolivia, Korea Selatan, Jepang, begitupun di dalam negeri, kita pernah melaksanakan pilkada serentak di 270 wilayah saat covid-19 tengah di puncak keganasannya merebak di wilayah yang menggelar pilkada.

Amanat konstitusi, amanat demokrasi dan amanat reformasi inilah yang harus tetap ditegakkan oleh seluruh anak bangsa. Agenda demokrasi lima tahunan sesuai konstitusi bangsa ini tetap harus dijalankan, terkecuali ada konsensus mengamendemen UUD 1945 untuk memperpanjang jabatan presiden.

Tapi tentu hal ini akan menjadi preseden politik hukum yang buruk bagi masa depan demokrasi kita. Apalagi dalam sejarahnya, bangsa indonesia pernah menyaksikan betapa kekuasaan rezim Orde Lama dan Orde Baru harus tumbang akibat dorongan politik memperpanjang masa jabatan yang justru menjebak kekuasaan seorang presiden.

Untuk itulah, Presiden Joko Widodo sebaiknya tidak perlu tergoda dengan rayuan-rayuan untuk pembajakan demokrasi tersebut. Tetap teguh pada komitmen untuk taat konsitusi, menjabat dua periode seperti yang disampaikannya berulang kali.

Seluruh elemen bangsa ini patut optimistis ekonomi nasional akan segera pulih dalam dua tahun ke depan. Pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait harus selalu fokus melakukan terobosan progresif secara konsisten dan berkelanjutan.

Acuhkan saja semua narasi-narasi perpanjangan jabatan tersebut, lebih baik berkonsentrasi pada upaya pemulihan ekonomi nasional.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya