Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Literasi dan Pembelajaran Bahasa Asing di Australia

Rufin Kedang, Pensiunan Guru Bahasa Indonesia di Melbourne, Australia
28/10/2021 18:50
Literasi dan Pembelajaran Bahasa Asing di Australia
Rufin Kedang,(Dok pribadi)


GERAKAN literasi di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sejarah kemerdekaan Republik Indonesia. Begitu pentingnya literasi dalam pandangan para bapak bangsa, sehingga meskipun Indonesia baru saja merdeka dan masih menghadapi banyak tantangan, pada 14 Maret 1948 Presiden Sukarno dengan penuh semangat meluncurkan program pemberantasan buta huruf (PBH).
 
Bung Karno menganalogikan program PBH ini dengan perjuangan kemerdekaan. Beliau mengatakan, "Bukan saja kita menang di medan perang, tetapi juga dalam memberantas buta huruf kita." Bung Karno langsung menjadi guru pertama dalam program PBH itu. Arti awal literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Namun arti itu telah berevolusi dan berkembang sesuai dengan kemajuan zaman dan teknologi. Literasi mencakup berbagai bidang kehidupan. Menurut The Oxford Dictionary (2018), "literacy is (1) the ability to read and write, but also (2) competence and knowledge in a specified area."
 
Itu artinya bukan hanya kemampuan membaca dan menulis, melainkan juga kompetensi dan pengetahuan dalam bidang tertentu. Maka kita mengenal 6 literasi dasar UNESCO; literasi baca-tulis, numerasi, digital, sains, finansial, dan budaya. Literasi baca tulis yang kita kuasai dalam bahasa pertama kita merupakan dasar penting ketika belajar bahasa asing. Itu karena learning a new language uses the skills you have from learning to read and write in your first language. Anda akan lebih mudah belajar bahasa bahasa asing kalau Anda menguasai dengan baik bahasa pertama Anda.
 
Sebagai contoh, seorang yang literate dalam bahasa Indonesia ketika belajar bahasa Inggris, misalnya, akan segera menyadari bahwa bahasa Inggris adalah bahasa yang non fonetis. Sebaliknya seorang penutur asli bahasa Inggris, ketika belajar bahasa Indonesia, akan menyadari bahwa tidak ada perubahan kata sebagai akibat perbedaan tenses dalam bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia di Australia

Bahasa Indonesia di Australia mula-mula diajarkan di tingkat universitas yaitu di Universitas Sydney dan Universitas Melbourne pada 1955, dan disusul oleh beberapa perguruan tinggi yang lain ketika program Asian Studies mulai digalakan di 1960-an dan 1970-an. Universitas-universitas mulai membuka jurusan studi Cina, Jepang, Indonesia dan kemudian menyusul juga bahasa-bahasa Asia yang lain. Sebelum itu, bahasa asing yang populer di Australia adalah bahasa-bahasa Eropa seperti Perancis dan Jerman.

Di tengah populernya program Asian Studies ini saya datang ke Australia pada 1977 ketika diterima untuk mengajar bahasa dan sastra Indonesia di Monash University, Melbourne. Di waktu yang sama ini juga sekolah-sekolah menengah mulai mengajarkan bahasa-bahasa Asia, termasuk bahasa Indonesia.

Pengajaran bahasa Indonesia berkembang pesat dan mencapai puncaknya di 1990-an. Bahasa Indonesia waktu itu diajarkan di banyak sekolah, dari sekolah dasar sampai sekolah menengah. Banyak sekolah di Australia mempunyai sister schools-nya di Indonesia. Guru-guru bahasa Indonesia mendapat subsidi dari Pemerintah Australia untuk meningkatkan kemahiran bahasa Indonesianya di universitas-universitas Indonesia. Beberapa kali di 1990-an saya menyertai rombongan guru bahasa Indonesia dari negara bagian Victoria dalam Program Bahasa dan Budaya Indonesia di UGM Yogyakarta.

Sejak akhir 1990-an situasi mulai berubah. Jumlah peminat bahasa Indonesia di sekolah-sekolah dan universitas mulai menurun. Alhasil, ada sekolah terpaksa menutup program bahasa Indonesianya. Bahkan di 2021, Universitas La Trobe di Melbourne menutup program Indonesian Studies-nya. Banyak faktor yang menyebabkan berkurangnya minat terhadap pengajaran bahasa Indonesia, seperti krisis moneter (1998), bom Bali (2002), eksekusi dua anggota Bali Nine (2015) dan menurunnya minat terhadap bahasa-bahasa asing pada umumnya. Selain itu juga adanya saingan dari bahasa-bahasa asing yang lain.

VSL dan literasi digital

Selama banyak tahun sampai dengan masa pensiun beberapa tahun yang lalu, saya mengajar di VSL (Victorian School of Languages) yang berpusat di Melbourne, ibu kota negara bagian Victoria. VSL adalah sebuah sekolah pemerintah/negeri, tetapi menerima juga pelajar dari sekolah swasta karena jam pelajarannya diadakan di luar jam sekolah yang biasa. VSL menawarkan dua bentuk pembelajaran yaitu face to face (tatap muka) dan distance education (jarak jauh).

Pengajaran tatap-muka diadakan pada Sabtu pagi atau pada sore/malam hari-hari biasa. Di 2020 terdapat kurang lebih 13 ribu pelajar di kelas tatap-muka VSL. Ada lebih dari 50 bahasa yang ditawarkan, mulai dari bahasa-bahasa yang sudah biasa kita kenal seperti Jerman, Prancis, Cina Mandarin, Jepang, Indonesia, sampai bahasa-bahasa yang jarang kita dengar, misalnya Amharic (Ethiopia), Dari (Afghanistan), Telugu (South India), Karen (Myanmar) dan banyak lagi. Sebagai negara penerima imigran, Australia menjamin pelestarian budaya termasuk bahasa para imigran tersebut seperti terlihat pada bermacam-macam bahasa yang diajarkan di VSL.

Pendidikan jarak jauh menawarkan 6 bahasa Eropa (Prancis, Jerman, Spanyol, Italia, Yunani, Latin) dan 7 bahasa Asia (Cina Mandarin, Jepang, Indonesia, Arab, Vietnam, Hindi, Punjabi) dengan tingkat pelajar dari kelas 7 sampai kelas 12 atau setingkat SMP dan SMA menurut sistem Indonesia. Beberapa departemen bahasa menerima juga murid kelas 5 dan 6 sekolah dasar. Di 2020 terdapat 1.400 pelajar pendidikan jarak jauh.

Kecakapan literasi digital dilatih dan dibiasakan lewat kelas jarak jauh ini karena para pelajar mengakses bahan pelajaran secara daring. Mereka harus mengunduh (download) tugas pelajaran untuk dikerjakan dan sesudah selesai mengerjakannya harus mengunggahnya (upload) untuk dikirimkan kepada guru. Kemudian guru mengembalikan pekerjaan pelajar yang sudah diperiksa secara daring juga. Tugas-tugas ini diberikan per minggu (weekly workset).

Pelajaran lisan (oral lesson) dilakukan sekali seminggu atau dua minggu lewat telpon antara pelajar dan guru selama 15 sampai 20 menit. Beberapa kali setahun diadakan seminar sehari penuh di mana semua pelajar hadir untuk bertemu langsung dengan guru mereka. Di masa pandemi ini seminar diganti dengan webinar. Seperti di sekolah umum yang lain, pelajar pada akhirnya akan menamatkan pelajaran dan mengikuti ujian akhir VCE (Victorian Certificate of Eduacation) semacam ebtanas (kini UN) di Indonesia.

Literasi memberikan dasar kepada anak untuk mengembangkan kemampuannya dalam bidang tertentu. Literasi dasar baca tulis dalam bahasa pertama merupakan landasan yang berguna untuk belajar bahasa asing. Mengenai pentingnya literasi, berikut kutipan kata-kata Charlie Carroll, seorang penulis, pemusik dan guru, "Literacy can give our children that most important of things: the ability to grow into adults and have the whole world available to them. The child who can speak well, can write well and can read well is the child who can step out into the world with the skills to be successful and happy."

 

 

 


 

 

 

 

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik