Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Intoleransi dan Rekonstruksi Pendidikan Multikultural

Neni Hermita, Dosen Universitas Riau, Fasilitator Program Pintar Tanoto Foundation 
15/2/2021 21:45
Intoleransi dan Rekonstruksi Pendidikan Multikultural
Neni Hermita(Dok pribadi)

BANYAK perilaku intoleran yang terjadi di lingkungan kita. Mengapa hal ini bisa terjadi? Bagaimana cara kita mendegradasi sikap seperti itu agar negara yang kita cintai ini selalu damai sentosa? 

Indonesia merupakan negara majemuk dengan keberagaman etnis, bahasa dan budaya. Kemajemukan ini merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan sensus penduduk per-Juni 2020, jumlah total penduduk Indonesia adalah 268.583.016 jiwa dengan beragam penganut agama dan kepercayaan. Kemajemukan merupakan modal sosial yang amat bermanfaat bagi pembangunan bangsa apabila dikelola dengan tepat. Jika sebaliknya terjadi, kemajemukan ini bisa berpotensi menimbulkan konflik dan gesekan sosial. Padahal kita memiliki semboyan bhinneka tunggal ika yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia.

Indonesia termasuk 10 besar negara kepulauan dengan jumlah pulau terbanyak di dunia, yaitu sekitar 17.667 pulau besar dan pulau kecil. Oleh karena itu wajar jika dikatakan kemajemukan masyarakat merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa dielakkan. Indonesia juga termasuk negara multikultural terbesar di dunia. Bentuk nyata dari multikultural adalah timbulnya permasalahan seperti korupsi, kolusi, nepotisme, kemiskinan, kekerasan, perusakan lingkungan, separatisme, dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk menghormati hak-hak orang lain.

Oleh karena itu, peran pendidikan sangat diharapkan untuk menyikapi keberagaman ini. Dimulai sejak pendidikan usia dini dan informal di lingkungan rumah, anak Indonesia wajib diajarkan tentang keberagaman ini. Mengajarkan kepada mereka tentang fakta dan situasi hidup di tengah masyarakat yang majemuk dengan beragam suku, budaya, etnis, dan agama.

Keragaman ini bisa menjadi anugerah sekaligus bencana jika kita tak memahami makna hakikat bhinneka tunggal ika. Dari beberapa dekade lalu sampai saat ini sering terjadi konflik bernuansa SARA. Sikap intoleran merupakan penyebab semua konflik yang terjadi. Untuk meminimalkan sikap intoleran ini Salah satu cara yang bisa kita terapkan yaitu melalui pendidikan multikultural. 

Pada 1972, Hawkins mengemukakan bahwa pendidikan multikultural sangat efektif untuk meningkatkan kesadaran terhadap <i>equality<p>, sikap demokratis, toleransi dan rasionalitas antar budaya. Hawkins juga menyebutkan bahwa dengan rancangan kurikulum pendidikan multikultural yang baik, kekuatan purbasangka dan   diskriminasi etnik dapat ditekan secara maksimal. 

Implementasi pendidikan multikultural sangat penting untuk meminimalkan dan mencegah terjadinya konflik antar etnis diberbagai daerah. Melalui pendidikan multikultural, sikap dan mindset siswa akan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai keberagaman yang ada sehingga cara pandang guru dan siswa dalam melihat keragaman tersebut dari kultur secara nasional dan global. Oleh karena itu, perlu ada aksi rekonstruksi pendidikan multikultural di sekolah. Supaya dikonstruk kesadaran tentang multikultural pada masayarakat agar tidak mudah terpecah belah akibat perbedaan yang ada. 

Neni Hermita, Peserta Peningkatan Skill Menulis bagi Tenaga Pengajar Se-Indonesia


 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik