Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
KESADARAN bersama untuk berdisiplin mematuhi protokol kesehatan, kerja keras dan dedikasi para pembantu Presiden Jokowi (antara lain Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin) adalah kunci keberhasilan apabila kita mau serius melawan covid-19.
Setidaknya itulah kesimpulan setelah saya mengikuti secara virtual acara Media Group News Summit: Indonesia 2021 (MGN Summit) hari pertama, Rabu (27/1). Pada hari pertama MGN Summit yang mengusung tema Solusi Maju Bersama itu antara lain mengupas tuntas kebijakan vaksin covid-19 bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Pada hari yang sama, Presiden Jokowi dengan mengenakan jaket merah dan kaos oblong bersama jajarannya di halaman Istana Merdeka Jakarta, disuntik vaksin covid-19 dosis kedua. Suntikan dosis pertama sudah dilakukan Presiden Jokowi dan para menteri pada 13 Januari lalu.
Apa yang dilakukan Presiden dan para pembantunya merupakan wujud keteladanan yang perlu diketahui dan kemudian diikuti oleh masyarakat dalam upaya kita melawan covid-19. Ini perlu, sebab faktanya di saat angka kasus positif covid-19 di Indonesia meroket, masih saja ada masyarakat yang berkelakuan angel wis angel dan ngeyel bahwa covid-19 tidak ada dan produk konspirasi.
Tak cuma itu, mereka juga ogah divaksin, dengan alasan yang menurut saya tidak masuk akal dan mengada-ada. Ada pula yang mempersoalkan keberadaan vaksin dengan dalih politis (baca: kebencian dan curiga) lalu menyebar opini 'mengapa vaksin yang digunakan buatan Tiongkok?'
Lembaga Saiful Mujani Research Center (SMRC) pada Desember lalu melakukan survei soal vaksinasi covid-19 terhadap 1.202 responden yang dipilih secara acak. Hasilnya sungguh mencengangkan! Hanya 37% masyarakat yang menyatakan siap untuk menerima vaksinasi. Dari jumlah itu sekitar 17% menyatakan ketegasannya tidak akan menerima vaksin, sementara 40% responden lainnya masih menyatakan pikir-pikir. Lalu, masyarakat di daerah mana yang angel wis angel tersebut? Jangan kaget. Hasil survei SMRC menunjukkan, ternyata warga DKI Jakarta dan Banten paling banyak menolak vaksinasi korona. Total ada 30% responden yang dengan tegas menyatakan tak ingin divaksin.
Puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu wabah cacar pernah melanda dunia. Tak ubahnya dengan pandemi covid-19 saat ini. Saya sempat mengalami masa-masa wabah cacar, sehingga harus divaksin berkali-kali, apalagi kalau keluar kota, wajib hukumnya punya surat bebas cacar. Saya tidak bisa membayangkan jika vaksin cacar itu diperlakukan sama dengan vaksin covid-19 oleh 17% warga negara yang menolak vaksinasi. Sangat mungkin, wajah orang-orang itu bakal bopeng dan menjadi cibiran kami yang waktu wabah cacar itu masih kanak-kanak.
Dalam situasi seperti sekarang, mereka yang menolak vaksin covid-19 sangat mungkin akan lebih mudah sekarat daripada yang siap divaksin. Tapi, okelah, mau atau tidak mau divaksin adalah hak setiap warga negara. Namun, Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat yang juga berbicara dalam forum MGN Summit, mengingatkan bahwa konstitusi mengatur soal vaksinasi demi keselamatan bersama, bahkan keselamatan bangsa.
Siap dan melakukan vaksinasi covid-19, kata Lestari, adalah bagian dari tanggung jawab warga negara dalam membela negara. Dia lalu mengutip pasal 27 UUD 1945 ayat 3 yang berbunyi; "Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara."
Faktanya, tingkat kedisiplinan dan kepekaan masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan demi kepentingan dan keselamatan bersama, masih rendah. Imbauan agar tidak berlibur keluar kota saat akhir pekan- apalagi libur panjang- praktis tidak pernah diindahkan sebagian masyarakat. Fakta bahwa setiap libur panjang selalu diikuti dengan lonjakan kasus positif covid-19 dianggap angin lalu, EGP (emang gue pikirin). Situasi semakin membuat galau masyarakat lainnya, terutama pemerintah, sebab dalam situasi seperti ini- kasus positif covid-19 sudah tembus 1.000.000 orang- masih saja ada kelompok yang nyinyir dan terus menyalahkan pemerintah.
Apresiasi kepada Menkes
Dihadapkan pada realita seperti itu, saya menghargai dan mengapresiasi para pembantu Presiden, terutama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Karena dia telah banting tulang mengatasi kasus pandemi covid-19. Mendengar apa yang disampaikan Budi Gunadi dalam forum MGN Summit, saya menduga jam tidurnya tidak normal sejak ia diangkat menjadi Menteri Kesehatan pada 24 Desember 2020 menggantikan Agus Terawan.
Setelah dilantik menjadi menkes, Budi Gunadi langsung mengundang mereka yang selama ini bersuara keras terhadap pemerintah terkait dengan program vaksinasi dan penanganan covid-19. Dalam forum itu, "Saya betul-betul mendengar apa pun yang mereka sampaikan," katanya dalam MGN Summit yang diikuti ratusan orang.
Sebelum bergabung secara virtual di acara MGN Summit, Budi Gunadi bahkan mengunjungi beberapa puskesmas di Jakarta untuk memantau pelaksanaan vaksinasi covid-19. Di lapangan, teori dan praktik ternyata berbeda. Karena itu ia pun membereskan kendala-kendala yang dihadapi. Sekadar contoh, prioritas pertama vaksinasi adalah untuk para tenaga kesehatan. Namun, di lapangan ternyata banyak tenaga kesehatan yang belum divaksin karena terbentur persyaratan.
Jalan pintas pun diambil Budi Gunadi. Begitu mengetahui para tenaga medis sudah membawa atau punya surat izin praktik, ia memerintahkan agar segera divaksin. Dalam situasi seperti ini, langkah cepat memang harus diambil. Seiring dengan meningkatnya kasus positif covid-19, maka banyak rumah sakit yang mengalami kekurangan perawat. Ia lalu membuka data untuk mengetahui berapa banyak lulusan perawat. Ternyata setiap tahun ada sekitar 10 ribu lulusan perawat. Tanpa banyak berteori, Budi Gunadi langsung mempekerjakan mereka.
Dalam forum MGN Summit, pengurus Ikatan Ahli Farmasi mengungkapkan masih banyak ahli farmasi di rumah sakit yang belum divaksin. Menanggapi itu, tanpa banyak alasan, Budi Gunadi langsung merespons, "Kalau begitu kita buat grup WA, deh."
Sayang memang, mereka yang selama ini nyinyir kepada pemerintah soal vaksin, seolah tidak mau tahu bahwa pemerintah telah bekerja keras demi rakyat. Budi Gundadi pun tidak perlu menjaga gengsi seperti Presiden Jokowi yang divaksin dosis kedua hanya mengenakan jaket dan kaos oblong.
Sejalan dengan penjelasan Kementerian Kesehatan yang menyebutkan vaksinasi booster covid-19 tetap direkomendasikan.
Pemakaian masker, khususnya di tengah kerumunan mungkin dapat dijadikan kebiasaan yang diajarkan kepada anak-anak.
Perusahaan ini fokus menggunakan teknologi vaksin berdasarkan mRNA pada Desember 2020, vaksin COVID-19 produksi mendapatkan izin penggunaan darurat di amerika serikat.
MEDIAINDONESIA.COM 20 Mei 2025 menurunkan berita berjudul ‘Covid-19 Merebak di Singapura dan Hong Kong, Masyarakat Diminta Waspada’.
Seiring dengan merebaknya kasus mpox, muncul banyak spekulasi yang menghubungkannya dengan vaksin covid-19.
Vaksin penguat atau booster Covid-19 masih diperlukan karena virus dapat bertahan selama 50-100 tahun dalam tubuh hewan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved