Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Pemda dan Ketahanan Pangan Selama Pandemi

Hasanuddin Wahid, Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), anggota Komisi X DPR-RI
29/1/2021 22:45
 Pemda dan Ketahanan Pangan Selama Pandemi
Hasanuddin Wahid(dok pribadi)

KETAHANAN pangan, terutama selama pandemi covid-19 sekarang ini, adalah isu multi-dimensional yang penuh risiko ketidakpastian. Masalah ini memang sangat urgen untuk ditangani. Namun tampaknya pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Pemda) tak terlalu mudah untuk mengambil kebijakan dan tindakan politik yang efektif. 

Selain berbasis  anggaran, masalah ini perlu dieksplorasi dan dianalisis secara cermat dengan perspektif multi-kriteria sebagaimana diamanatkan UU No. 18/2012 tentang Pangan. Menurut UU tersebut, ketahanan pangan adalah 'kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan'.

Artinya, ketahanan pangan harus mampu menjawab masalah gizi kronis dan asupan makanan yang tidak memadai, dengan kadar ketidakamanan akut, terutama karena ada pihak yang demi motif profit, dengan sengaja menggunakan pupuk kimia secara berlebihan dan bahan pengawet berbahaya. Terkait peringatan Hari Gizi Nasional 25 Januari lalu, kita perlu mencermati dan mengevaluasi kembali seberapa efesien dan efektifkah kebijakan dan aksi sebagai bangsa dalam mengembangkan ketahanan pangan, khususnya dalam konteks pandemi covid-19.

Tiga pilar

Sejatinya, ketahanan pangan dalam masyarakat bergantung pada tiga pilar utama, yaitu ketersediaan pangan (food availability); akses pangan (food access); dan pemanfaatan pangan (food utilization). Ketersediaan pangan berarti bahwa pangan secara fisik cukup untuk seluruh penduduk. Akses pangan berarti individu dapat memperoleh pangan yang tersedia. Pemanfaatan makanan mengacu pada cara tubuh manusia dapat menggunakan makanan yang mereka makan. 

Sementara itu, UU Pangan memperkuat konsep pencapaian ketahanan pangan dengan mewujudkan kedaulatan pangan (food soveregnity) dengan kemandirian pangan (food resilience) serta keamanan pangan (food safety). Kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan guna memenuhi hak rakyat atas pangan sesuai dengan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat

Kemandirian pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri supaya dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan secara memadai, baik di tingkat nasional, komunitas sampai di tingkat perseorangan. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan ajaran agama, dan nilai-nilai  budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.

Dalam situasi pandemi beberapa unsur lain perlu mendapat perhatian. Misalnya, apakah sumber dan jalur pasokan energi makanan benar-benar tidak terkontaminasi covid-19? Lalu, apakah pasokan makanan cukup bergizi, mengandung nutrisi yang memadai untuk mendukung kesehatan dan imunitas tubuh warga masyarakat? 

Kelompok berisiko

Isu ketahanan pangan sangat penting selama pandemi covid-19, karena bersentuhan langsung dengan hajat hidup seluruh warga bangsa Indonesia. Namun, penduduk miskin adalah kelompok yang paling berisiko dibanding lainnya. Kelompok ini cukup besar jumlahnya. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 sebanyak 26,42 juta orang.
 
Kelompok ini meliputi orang dengan pendapatan terbatas atau tidak tetap; orang yang tidak dapat membangun cadangan uang atau makanan darurat seperti kaum lansia dan anak yatim; orang dengan kesehatan yang buruk (terutama kekurangan gizi, penyakit kronis, dan sistem kekebalan yang lemah); lansia dan anak yatim; mereka yang hidup dengan stigma sosial seperti PSK dengan HIV, narapidana dan keluarganya, orang sakit jiwa, dan orang cacat. 

Juga mereka yang terisolasi atau tinggal di lokasi terpencil atau tidak memiliki jaringan sosial; tunawisma atau pengungsi internal karena bencana alam gempa, banjir dan tanah longsor. Selain itu, terdapat banyak rumah tangga yang juga rentan terhadap dampak pandemi covid-19, karena lalai atau pun  tak peduli dengan protokol kesehatan. Juga mereka yang demi nafkah harus selalu bekerja di luar rumah seperti para petani, nelayan, pengemudi angkutan, pemulung dan pengasong. 

Peran pemda

Di banyak negara ketahanan pangan ditangani di tingkat nasional. Namun dengan kondisi georafis Indonesia yang luas ditambah kondisi cuaca yang cenderung ekstrem, selama pandemi, pemerintah mungkin kewalahan dan tidak cukup mampu memberikan bantuan tepat waktu kepada setiap warga di tingkat daerah.

Menurut penulis, dalam kondisi demikian pemerintah kabupaten/kota (Pemda) harus lebih berperan. Hal terpenting yang harus dilakukan Pemda adalah merencananakan dan melakukan aksi-aksi nyata supaya daerahnya menjadi swasembada pangan untuk jangka waktu tertentu. Pemda harus berjibaku mengurangi kemungkinan keadaan darurat pangan dengan memperhatikan tentang apa yang terjadi di tingkat lokal dalam hal ketahanan pangan. 

Membangun ketahanan pangan tingkat lokal atau komunitas adalah kunci untuk bertahan selama pandemi ini. Caranya dengan berkomunikasi, merencanakan, mempersiapkan, dan menginvestasikan waktu dan mengelola anggaran baik dari RAPBN dan RAPBD secara efisien dan efektif mungkin. Pemda juga harus dapat melakukan tindakan langsung dengan menyediakan pasokan makan, mendistribusikannya secara gratis atau dengan harga terjangkau ke seluruh warganya untuk jangka waktu pendek (6-12 minggu) secara berkala dan rutin hingga pandemi berakhir. 

Yang juga penting adalah Pemda harus menjamin bahwa seluruh penduduk, terutama kelompok sosial yang paling rentan, untuk tetap memiliki akses atau memperoleh pangan yang mereka butuhkan. Pemda juta tak boleh berhenti mendidik masyarakat tentang perlunya peningkatan kebersihan, gizi, dan keamanan penyimpanan makanan dan air. 

Satu hal yang menarik, selama covid-19 ini banyak warga komunitas di berbagai daerah mengupayakan ketahanan pangan secara mandiri (swasebada pangan) dengan memanfaatkan pekarangan rumah sebagai lahan untuk menanam sayur-sayuran secara hidroponik, dan mengembangkan budi daya ikan. Pemda hendaknya mendukung kreativitas tersebut dengan memberikan pelatihan/penyuluhan tentang cara bertanam atau membudidayakan ikan yang baik, dan menyediakan bibit sayuran atau ikan yang berkualitas.

Jadi, tantangan utama untuk Pemda sekarang ini, selain mengendalikan penyebaran covid-19, adalah untuk menjamin kecukupan pasokan makanan bergizi dan distribusi yang adil ke setiap warga komunitas. Itu berarti setelah setiap gelombang, stok makanan sehat dan bergizi perlu diisi ulang sebelum gelombang berikutnya tiba. Demikianlah hakekat ketahanan pangan selama pandemi covid-19 ini.
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya