Headline

Karhutla berulang terjadi di area konsesi yang sama.

Fokus

Angka penduduk miskin Maret 2025 adalah yang terendah sepanjang sejarah.

Dakwah Kebencian Vs Dakwah Kasih Sayang

Balqis Inas Peneliti Moderate Muslim Society, Jakarta
22/12/2020 05:05
Dakwah Kebencian Vs Dakwah Kasih Sayang
(Ilustrasi Dakwah)

DALAM beberapa tahun terakhir, sejumlah dakwah bernada kebencian dan kekerasan viral dan menjadi perbincangan di media sosial. Padahal, dakwah digital seharusnya dijadikan kesempatan emas untuk mengenalkan sekaligus menyampaikan ajaran Islam yang sesungguhnya kepada publik. Sebab, perlu diingat, dakwah yang disampaikan Nabi Muhammad SAW kepada umat manusia bukan dakwah kebencian, melainkan dakwah kasih sayang.

Pada periode Mekah, dakwah yang disampaikan Nabi Muhammad SAW berkaitan dengan akidah. Dalam History of The Arabs, Philip K Hitti menyimpulkan inti ajarannya menegaskan bahwa Tuhan itu Esa, Dia Mahakuasa, Dia adalah Pencipta alam raya, dan sebagainya. Namun, selama Nabi menemui dan berbaur di tengah masyarakat Mekah untuk mengajar, berdakwah, dan menyampaikan risalahnya, mereka justru menertawakan serta menghinanya.

Meski demikian, dakwah Nabi Muhammad SAW pada periode Mekah tidak sedikit pun berisi hinaan dan kebencian, melainkan kian menampakkan kecintaan dan kasih sayang beliau terhadap sesama. Secara bertahap, Nabi SAW berjuang untuk meniadakan perilaku diskriminasi, penindasan, dan ketidakadilan yang telah berkembang sejak masa pra-Islam, dengan cara menghapus perbudakan, mengangkat derajat wanita, serta membela orang-orang yang lemah.

Hal ini sejalan dengan pesan Alquran dalam surat Al-Anbiya (21) ayat 107, "Tidaklah Kami utus Engkau (Muhammad) melainkan agar menjadi rahmat (kasih sayang) bagi seluruh alam." Untuk itu, salah satu cara Nabi SAW melawan kezaliman penduduk Mekah ialah menampakkan al-akhlaq al-karimah, dengan cara memaafkan QS al-Syura (42): 40 dan membalasnya dengan kebaikan QS Fushilat (41): 34.

Bahkan, ketika olokan dan makian menjelma menjadi bentuk kekerasan dan penindasan, seperti yang terjadi di Thaif, beliau lebih memilih mengangkat tangan, mendoakan agar mereka diberi petunjuk oleh Allah ta'ala.

Dari peristiwa tersebut, Nabi Muhammad SAW mengajarkan umat Islam untuk menjaga lisan. Beliau berpesan, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam HR Bukhari dan Muslim.

Begitu pula dakwah Nabi Muhammad SAW pada periode Madinah yang berlangsung sejak 622 Masehi. Titik balik dimulainya kehidupan beliau dari seseorang yang semula dihina dan disepelekan secara bertahap berubah menjadi sosok negarawan. Saat itu perang dibolehkan, tetapi harus memenuhi syarat, yakni tujuan perang sebagai langkah pertahanan (defensif), bukan sebaliknya, dan tidak dilegalkan untuk berperang melampaui batas atau secara berlebihan QS Al-Baqarah (2): 190-192.

Sebagai pemimpin umat Islam, Nabi Muhammad SAW menawarkan dua alternatif ketika terjadi konflik antarumat, yakni damai atau perang. Jika dapat diselesaikan dengan damai melalui perundingan, tidak ada perang. Hal tersebut tak lain dilatarbelakangi oleh perintah Tuhan, dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui QS Al-Anfal (8):61.

Dakwah Nabi pada periode Madinah ini, di samping menyampaikan ajaran seputar puasa, zakat, dan salat, juga mencakup ketentuan sosial-politik tentang pernikahan, perceraian, perlakuan terhadap budak, tawanan perang, dan musuh. Bahkan, ajaran tentang hidup berdampingan dalam perbedaan begitu kental. Ajaran tersebut bermula, tepatnya saat komunitas keagamaan dibentuk dengan cara penyusunan Konstitusi (Piagam) Madinah.

Ajaran tentang hidup berdampingan dalam perbedaan yang dimaksud tidak hanya terjalin antarumat Islam, tetapi juga antarumat beragama. Nabi Muhammad SAW membangun hubungan yang baik antara kalangan Muhajirin (penduduk Mekah yang ikut hijrah bersama Nabi) dan kalangan Anshar (penduduk Madinah) berlandaskan persaudaraan dan cinta.

Ajaran persaudaraan atas dasar kasih sayang ini mengalahkan latar belakang suku, bangsa, dan ras. Adapun ajaran hidup berdampingan antarumat beragama adalah menjalin hubungan yang toleran, khususnya kalangan Yahudi dan Nasrani. Jika hubungan antara Muhajirin dan Anshar berasaskan persaudaraan, hubungan antara umat Islam dan umat agama lain berasaskan kemanusiaan yang sama-sama berasal dari dakwah kasih sayang dan cinta.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dakwah Nabi, baik yang berlangsung di Mekah maupun Madinah, merupakan dakwah kasih sayang, bukan kebencian. Juga mengajarkan sesama manusia untuk berakhlak al-karimah, bukan hanya sebagai makhluk individu, melainkan juga sebagai makhluk sosial.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya