Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Sepeda, Antara Hobi dan Integrasi Antarmoda

Thonthowi Djauhari Tenaga Ahli Menteri Perhubungan
11/11/2020 03:50
Sepeda, Antara Hobi dan Integrasi Antarmoda
Ilustrasi Seorang warga bersepeda di jalur khusus sepeda di Jalan Pemuda, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (23/10/2020)(ANTARA FOTO/Aji Styawan/pras.)

SEPEDA di Indonesia dikenal sejak zaman kolonial Belanda. Dalam buku Jakarta Tempo Doeloe (Abdul Hakim, 1989) disebutkan, sepeda pertama kali muncul di Batavia pada 1890. Awalnya, sepeda ialah barang mewah. Lambat laun menjadi alat transportasi masyarakat sehari-hari. Sepeda juga menjadi kendaraan favorit pada masanya, untuk pergi bersekolah bagi pelajar dan mahasiswa.

Popularitas sepeda menurun sejalan dengan gencarnya penggunaan kendaraan bermotor sejak 1960-an. Pengembangan fasilitas transportasinya pun kian mendukung berkembangnya kendaraan bermotor.

Dalam perkembangannya, kendaraan bermotor menimbulkan persoalan lain di perkotaan, yakni polusi. Hal ini mengingat mayoritas kendaraan bermotor menggunakan bahan bakar minyak.

Sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kepedulian terhadap lingkungan, masyarakat dalam satu dasawarsa terakhir kembali melirik sepeda sebagai alat transportasi. Tidak hanya menyehatkan, sepeda juga menjawab isu lingkungan dan menjelma sebagai gaya hidup.

Masyarakat kembali menggandrungi sepeda.

Pengguna sepeda meningkat tajam di masa pandemi covid-19. Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) menyebutkan penggunaan sepeda di Indonesia naik 1.000%. Jauh dibandingkan kenaikan pengguna sepeda di Amerika Serikat, selama Maret-Juni yang dicatat pemerintah setempat sebesar 40%.

Di sisi lain, pembangunan fasilitas untuk para pesepeda ini belum secepat pertumbuhan penggunanya. Potensi kecelakaan pun besar. Komunitas pesepeda Bike to Work (B2W) mencatat sepanjang Januari hingga Oktober 2020, terdapat 54 peristiwa kecelakaan lalu lintas yang melibatkan pesepeda, atau 32 pesepeda di antaranya meninggal.

Fenomena ini lalu ditindaklanjuti Kementerian Perhubungan dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan No 59/ 2020 tentang Keselamatan Pesepeda di Jalan. Beleid yang ditetapkan pada 14 September 2020 ini bertujuan menertibkan lalu lintas di jalan sekaligus menjamin keselamatan pengguna sepeda.

Peraturan ini menegaskan bahwa apa pun tujuan bersepeda, keselamatan merupakan faktor utama, yang tidak boleh diabaikan. Karena itu, di dalam peraturan ini, diatur tiga tema penting menyangkut persyaratan teknis, tata cara bersepeda, dan fasilitas pendukung.

Syarat teknis mengatur kelengkapan sepeda dan pengendara, seperti lampu sepeda dan penggunaan helm. Demi menjamin keselamatan pesepeda, permenhub tersebut juga mengatur setidaknya enam larangan bagi pesepeda. Pertama, pesepeda dilarang membiarkan sepedanya ditarik kendaraan bermotor dengan kecepatan yang membahayakan keselamatan.

Kedua, sepeda dilarang mengangkut penumpang, kecuali sepeda yang dilengkapi dengan tempat duduk penumpang di bagian belakang. Ketiga, pesepeda dilarang menggunakan atau mengoperasikan perangkat seluler saat berkendara. Aturan itu dikecualikan untuk peranti pendengar atau headset dan sejenisnya.

Keempat, pesepeda dilarang menggunakan payung saat berkendara. Kelima, pesepeda dilarang berdampingan dengan kendaraan lain, kecuali ditentukan rambu-rambu lalu lintas. Keenam, pesepeda dilarang berkendara dengan berjejer lebih dari dua sepeda.

Mengenai fasilitas untuk pengguna sepeda, Permenhub 59/2020 mengatur lajur untuk pesepeda bisa berupa jalur yang berbagi jalan, dengan kendaraan bermotor, menggunakan bahu jalan, atau jalur khusus sepeda yang terpisah dari jalan. Jalur sepeda harus dilengkapi petunjuk jalan yang jelas, rambu peringatan bagi pengguna kendaraan bermotor; lampu penerangan jalan, serta petunjuk lajur dan marka pada simpang bersinyal.

Soal tempat parkir, Permenhub 59/2020 mengharuskan disediakan pada lokasi yang mudah diakses, aman, dan tidak mengganggu arus pejalan kaki. Selain itu, wajib disediakan rak atau tiang sandaran sepeda yang memungkinkan sepeda untuk dikunci.

Permenhub juga mengatur parkir sepeda di titik simpul transportasi, perkantoran, pusat perbelanjaan, sekolah, dan tempat ibadah. Bila berada di bahu jalan, tempat parkir wajib dibuat paralel dengan kapasitas maksimal 12 sepeda.

Bila tempat parkir berada di trotoar, jaraknya tidak lebih dari 15 meter dari bangunan yang akan dituju, tidak mengganggu arus pejalan kaki, dan tidak mengganggu jarak pandang penyeberang jalan jika parkir berada di sudut simpang trotoar.

Harus diakui, bahwa di Indonesia belum cukup tersedia fasilitas untuk pesepeda. Karena itu, Kementerian Perhubungan gencar mengajak pemerintah kota/kabupaten membangun atau menyediakan jalur khusus, dan tempat parkir yang aman di tempat-tempat umum. Jalur khusus yang tersedia pun belum dianggap ideal. Di Jakarta, hanya jalur khusus Sudirman yang bisa disebut aman bagi pesepeda.

Jika hal tersebut terwujud, kegelisahan para peseda akan berkurang. Para pesepeda sering gelisah karena selengkap apa pun alat pelindung digunakan, bila fasilitas pendukung seperti jalur khusus yang aman tidak tersedia, risiko atas keselamatan tetap besar.

Padahal, sudah saatnya sepeda menjadi backbone alat transportasi masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari, misalnya ke kantor, sekolah, atau pasar. Sepeda adalah non-motorized transportation (NMT), selain jalan kaki. Merupakan pekerjaan rumah besar pemerintah, khususnya pemerintah daerah, untuk menyediakan fasilitas yang aman dan memadai bagi pesepeda.

 

Integrasi transportasi

Selain peraturan, kesadaran mempraktikkan gaya hidup sehat dengan bersepeda memang sudah sepatutnya mendapat dukungan pemerintah. Karena itulah, pemerintah terus mengembangkan dan memperbanyak fasilitas yang mengintegrasikan moda transportasi dengan menempatkan sepeda sebagian bagian penting di dalamnya.

Sehabis bersepeda dari rumah menuju stasiun, atau terminal/halte bus, pesepeda bisa membawa sepedanya turut serta masuk gerbong kereta atau bagasi bus. Setelah sampai di tujuan, sepeda digunakan lagi menuju kantor atau pun tempat lain yang dituju.

Operator kereta rel listrik (KRL) dan mass rapit transit (MRT) sudah memfasilitasi integrasi sepeda dengan moda transportasi lain ini. Belum lama ini sejumlah operator bus juga telah mengintegrasikan sepeda dengan bus, dengan menyediakan bagasi untuk sepeda.

Setidaknya ada dua hal yang ingin dituju pemerintah lewat pembangunan sistem integrasi moda transportasi itu. Selain mengakomodasi animo masyarakat terhadap sepeda sebagai bagian dari cara hidup sehat, dalam jangka panjang sistem ini diharapkan bisa menggenjot jumlah pengguna sepeda sekaligus, menghidupkan moda transportasi umum massal.

Integrasi antarmoda transportasi yang dikelola dengan baik bakal meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan angkutan umum. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menaruh harapan, integrasi antarmoda transportasi di Jakarta dapat meningkatkan jumlah masyarakat pengguna angkutan massal hingga 75%.

Pemerintah memang masih perlu kerja keras untuk meningkatkan penggunaan transportasi umum oleh masyarakat. Di Rusia, misalnya, 57% orang di negara itu menggunakan transportasi umum. Di negara tetangga Filipina, 56% warganya menggunakan angkutan umum. Begitu pula Singapura dan Jepang yang masing-masing 60% dan 70%. Di Jakarta masih mencapai 32%.

Fakta inilah yang coba diatasi pemerintah lewat integrasi antarmoda transportasi. Antusiasme yang tinggi terhadap sepeda diharapkan ikut mendorong budaya baru penggunaan transportasi umum yang secara perlahan juga bisa mengurangi pengguna mobil dan motor dengan sendirinya. Pada ujungnya, risiko keamanan dan keselamatan di jalan raya bisa lebih dikendalikan.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik