Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Jakarta PSBB lagi, Amankah Bekerja?

Nuri Purwito Adi, Spesialis Kedokteran Okupasi dan Ketua Prodi Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran UI
16/9/2020 06:00
Jakarta PSBB lagi, Amankah Bekerja?
Ilustrasi(MI/TIYOK)

GUBERNUR DKI Jakarta Anies Baswedan kembali memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Berdasar Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 88 Tahun 2020, PSBB jilid dua ini akan berlangsung selama dua pekan sejak tanggal 14 September 2020.

Saat PSBB, beberapa sektor industri nonesensial dihentikan aktivitasnya sementara dan sektor esensial tetap dapat melakukan aktivitas dengan pembatasan tertentu. Keberlangsungan program akan dievaluasi kembali setelah dua minggu.

Salah satu isu penting berkaitan PSBB ialah pekerja. Portal statisik DKI Jakarta menunjukkan bahwa pada tahun 2019, jumlah pekerja di Jakarta lebih 4,8 juta orang.

Berkaitan dengan bekerja pada saat PSBB, Pasal 1 Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 88 Tahun 2020 menerangkan perubahan dari Pasal 9 Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020, yaitu jika program bekerja di rumah (work from home) tidak dapat dilakukan, pekerja dapat melakukan pekerjaan di kantor, dengan kapasitas maksimal 25% dari total kapasitas pekerja dengan tetap menjaga keamanan, dan perlindungan pekerja.

Selain itu, aktivitas kerja harus dihentikan selama minimal 3 x 24 jam bila ditemukan adanya pekerja yang terpapar covid-19.

Sesuai dengan ketentuan di atas, selama PSBB pekerja masih dimungkinkan melakukan aktivitas pekerjaannya di tempat kerja, terutama pekerja sektor kesehatan, energi, dan logistik. Lalu, apa yang harus dilakukan oleh tempat kerja dan pekerja agar bisa tetap aman bekerja di tengah PSBB?

Tim gugus tugas tempat kerja

Penanggulangan covid-19 harus dilakukan secara tepat, terkoordinasi, dan melibatkan semua komponen. Di antara komponen penting ialah tempat kerja (perusahaan) dan pekerja. Kedua komponen ini perlu terlibat aktif dalam penanggulangan covid-19. Sayangnya, hingga kini belum banyak terdengar program aktif, dan spesifik dari kedua komponen ini, terutama perusahaan-perusahaan nonpemerintah.

Untuk menciptakan keterlibatan aktif, tempat kerja perlu membuat kebijakan internal terkait penerapan protokol kesehatan, yang disesuaikan dengan konteks tempat kerja masing-masing.

Upaya ini dapat mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 328 Tahun 2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja, Perkantoran, dan Industri. Di antara upaya penting yang perlu dilakukan dan dioptimalkan ialah pembentukan tim gugus tugas pada tempat kerja serta program skrining dan self-assessment pada pekerja.

Keberadaan tim gugus tugas pada tempat kerja berperan menciptakan arah dan program terstruktur pencegahan dan pengendalian covid-19 di tempat kerja. Di antara tugas utamanya ialah memberikan informasi-informasi terkini dan sahih terkait covid-19 kepada pekerja.

Hal ini penting agar pekerja tidak terjerumus pada informasi yang belum jelas kebenarannya (infodemi) atau melakukan praktik penalataksanaan yang keliru. Tim gugus tugas juga berperan memberikan informasi kepada pihak manajemen mengenai kondisi pekerja dan tempat kerja, termasuk input tentang pola kerja yang sesuai, waktu kerja yang tepat, program kerja dari rumah serta pengondisian lingkungan kerja yang sesuai protokol kesehatan.

Tim ini juga perlu mencari dan merumuskan cara yang tepat dan efisien agar pekerja dapat taat pada protokol kesehatan yang telah direkomendasikan pemerintah, termasuk upaya 3M (mencuci tangan, menjaga jarak dan menggunakan masker).

Tim gugus tugas perlu memformulasi agar protokol ini tidak hanya menjadi slogan, tetapi aktif dipraktikkan. Tim gugus tugas sebaiknya terdiri dari wakil-wakil manajemen, serta wakil-wakil bidang sumber daya manusia, keselamatan dan kesehatan kerja (K3), logistik dan pengadaan serta keuangan.

Skrining dan surveillance pekerja

Skrining dan surveillance pekerja merupakan program penanggulangan penting covid-19. Lewat self-assessment, pekerja-pekerja yang berisiko menularkan penyakit akan diidentifikasi dan ditapis.

Pada skrining dan self-assessment, pekerja diminta secara berkala mengisi riwayat-riwayat keluhan, perjalanan dan aktivitas, termasuk aktivitas sosial serta kunjungan ke tempat berisiko seperti rumah sakit.

Idealnya, pengumpulan data dilakukan setiap hari, dengan menggunakan aplikasi cloud berbasis daring dan penggunaan teknologi yang lebih sederhana seperti pesan teks.

Program ini perlu dilakukan secara bersamaan dengan pemeriksaan suhu. Skrining pekerja berdasarkan pemeriksaan suhu saja tidak akan dapat menjangkau pekerja berisiko yang tidak memiliki gejala demam.

Kombinasi antara pemeriksaan suhu dengan penilaian self-assessment dapat menapis pekerja yang memiliki keluhan selain demam atau memiliki riwayat risiko akibat perjalanan maupun aktivitas.

Penggunaan skrining self-assessment ini juga bermanfaat menapis pekerja sebelum datang ke tempat kerja. Pekerja yang memiliki skor tertentu, yang dianggap sebagai berisiko, tidak diperbolehkan datang ke tempat kerja selama periode tertentu.

Upaya tempat kerja perlu didukung oleh peran aktif pekerja. Prinsip utama yang harus dipraktikkan pekerja ialah kepatuhan pada protokol kesehatan yang ditetapkan. Kepatuhan tidak terbatas, hanya pada saat pekerja beraktivitas di ruang kerja. Namun, juga saat pekerja berinteraksi dengan pekerja lain, seperti saat istirahat, makan siang, maupun saat pergi dan pulang kerja bersama.

Kenyataannya, pada saat-saat interaksi ini pekerja sering lupa dan mengabaikan protokol kesehatan. Akibatnya, proses penularan droplet secara langsung atau lewat benda mati/vektor pasif (fomite transmission) mudah terjadi.

Kedua jenis penyebaran ini jauh lebih sering, dan mungkin terjadi pada tempat kerja jika dibandingkan dengan penyebaran akibat ventilasi udara yang kurang optimal, yang sering dianggap sebagai faktor paling berperan dalam penularan covid-19 di perkantoran.

Upaya lain yang dapat dilakukan adalah pengaturan regu kerja atau klaster. Lewat pengaturan ini, pekerja dikelompokkan dalam grup yang terdiri atas beberapa orang saja (misalnya 10 orang). Saat bekerja, pekerja hanya diperbolehkan bertemu secara fisik dengan teman di satu grupnya. Aturan yang ketat, termasuk izin khusus, diberlakukan apabila pekerja antargrup harus bertemu.

Program ini penting, agar saat ada pekerja yang terpapar dan penelusuran kontak diperlukan, tempat kerja tidak perlu menghentikan total operasi perusahaan. Beberapa kantor di Jakarta telah menerapkan sistem ini saat masa PSBB transisi, dan laporan menunjukkan tidak adanya kenaikan kasus signifikan pada kantor yang menerapkan program ini.

Bekerja aman

Pekerja dapat bekerja secara aman saat PSBB apabila mereka dapat mematuhi dan menjalankan protokol kesehatan dengan baik pada setiap aktivitas, termasuk saat bekerja, istirahat, dan diperjalanan.

Tempat kerja perlu menyiapkan upaya pendukung dengan mengaktifkan tim gugus tugas di tempat kerja, melakukan skrining dan surveillance pekerja yang baik, serta pembuatan regu kerja, khususnya bagi tempat kerja yang tidak dapat melakukan pembatasan kapasitas maksimal 25% dari total pekerja.

Upaya ini jelas membutuhkan extra-efforts, tetapi extra-efforts ini menjadi tidak berat bila dibandingkan dengan keberhasilan melanjutkan pekerjaan di tengah PSBB dengan tetap menjamin kesehatan dan keselamatan pekerja.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik