Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Ancaman Cyber Crime di Tengah Wabah Covid-19

Rahma Sugihartati Dosen Isu-Isu Masyarakat Digital, FISIP Universitas Airlangga
05/5/2020 05:05
Ancaman Cyber Crime di Tengah Wabah Covid-19
(MI/Seno)

DI balik derita masyarakat akibat meluasnya covid-19 ke berbagai negara di belahan dunia ini, ternyata muncul pihak-pihak yang berusaha mengail di air keruh.

Alih-alih ikut terlibat dalam upaya penanganan virus korona, para hacker dan pelaku tindak kejahatan siber justru melihat perubahan pola kerja masyarakat yang kini terpaksa bekerja dari rumah (work from home) sebagai kesempatan emas untuk menjalankan aksi jahat mereka.

Salah satu ulah hacker yang terbaru dan menggemparkan ialah kasus pencurian data 15 juta informasi akun Tokopedia yang dilaporkan telah berhasil dibobol. Ada pengamat bahkan yang mengatakan, total sebanyak 91 juta akun raksasa toko online itu sudah coba dijual di dark web senilai US$ 5.000. Sejauh mana kebenaran informasi ini hingga kini masih diteluri pihak yang berwenang.

Tinggal di rumah dan hanya mengandalkan komunikasi dan informasi secara online, memang membuat masyarakat rawan menjadi korban ulah hacker. Di Indonesia dan negara lain, laporan masyarakat yang menjadi korban praktik penipuan dan tindak kejahatan cyber tidak sekali-dua kali terjadi.

Sepanjang covid-19 merebak dan telah membunuh ratusan ribu jiwa korban virus ganas itu di 209 negara, sepanjang itu pula intensitas terjadinya cyber crime makin meningkat. Masyarakat yang diterpa kekhawatiran dan kegelisahan, kerap menjadi sasaran empuk penjahat siber.

Meningkatnya rasa ingin tahu dan meningkatnya intensitas masyarakat berburu informasi tentang covid-19 kerap kali dimanfaatkan para hacker jahat untuk melancarkan aksi mereka. Tidak sedikit masyarakat menjadi korban penipuan, dan ulah penjahat siber yang memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat tentang bagaimana seharusnya menjaga identitas pribadi pengguna teknologi informasi.

Identitas pribadi yang seharusnya hanya diketahui lembaga perbankan, tanpa sadar diberikan ke pihak asing yang tidak dikenal. Sehingga, rawan dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengakses kondisi keuangan mereka.

Penipuan yang dilakukan para pendompleng situs-situs perdagangan seperti Buka- Lapak, Tokopedia dll merupakan salah satu bukti yang memperlihatkan bagaimana risiko yang mesti ditanggung masyarakat menghadapi ulah penjahat siber yang makin mengganas di masa wabah covid-19.


Penyebab

Di Indonesia, cyber crime sesungguhnya bukan tindak kejahatan yang baru. Cyber crime ialah sebuah istilah yang menunjukkan pada ktivitas kejahatan dengan menggunakan komputer atau jaringan komputer sebagai alat, atau sebagai sasaran, serta, lokasi terjadinya kejahatan.

Kalau berbicara idealnya, tentu tidak seharusnya dan tidaklah mudah masyarakat menjadi korban ulah penjahat siber. Tetapi, di Indonesia, jaminan dan upaya memberi perlindungan  masyarakat agar tidak menjadi korban praktik penyalahgunaan penjahat siber sering kali tidak mudah.

Sejumlah faktor yang menyebabkan para hacker dan penjahat siber mudah menjalankan aksinya ialah, pertama, ketika masyarakat yang
tengah menghadapi kecemasan dan dilanda ketakutan yang berlebihan akibat pemberitaan tentang bahaya covid-19 yang terusmenerus
memborbardir dunia maya dan media sosial.

Pemberitaan tentang panic buying yang dilakukan masyarakat membeli masker, hand sanitizer, APD, dan bahkan makanan membuat masyarakat yang terpengaruh kemudian sibuk dan lengah tatkala mencari informasi di dunia maya.

Banyak kasus membuktikan masyarakat menjadi korban penipuan praktik jahat pelaku cyber crime yang memanfaatkan momen ketika permintaan terhadap alat medis seperti masker dan hand sanitizer melonjak tajam. Masyarakat yang berusaha membeli masker atau hand sanitizer lewat situs-situs penjualan di dunia maya, tak jarang menjadi korban orangorang yang tidak bertanggung jawab.

Sebagian masyarakat yang sudah terlanjur membeli barang via online dan telah mentransfer sejumlah uang, ternyata mendapatkan
barang yang tidak diinginkan. Bahkan, barang yang mereka pesan sama sekali tidak pernah terkirim.

Kedua, akibat ketidaktahuan masyarakat tentang pentingnya menjaga kerahasiaan akun dan identitas pribadinya, sebagian masyarakat menjadi korban penipuan yang dilakukan penjahat siber. E-mail-email penipuan, SMS, pesan di media sosial yang meminta kode pemesanan barang, nomor kartu kredit, nomor PIN, dsb, tak jarang tanpa diverifi kasi lebih lanjut dijawab dengan polosnya. Padahal hal itu sangat berisiko. 

Masyarakat yang hidup di era cashless society, sebagian bukannya sadar akan risiko dan bahaya melakukan transaksi online, tetapi sering justru terperangkap dalam imingiming hadiah. Sikap sok kenal dan berbagai praktik penipuan lain dikembangkan penjahat siber. 

Apa pun situasinya, masyarakat seharusnya sadar dan waspada terhadap social engineering dan phishing yang biasanya dikembangkan penjahat siber untuk menipu mangsanya. Masyarakat yang tinggal atau bekerja di rumah, dan lebih banyak mengandalkan informasi dari sumber online saja, semisal e-mail dan chat, biasanya lebih berpotensi dimanfaatkan peretas untuk mencuri data dan informasi penting dengan metode phishing. Para penipu mempermainkan keretanan psikologi masyarakat dengan sesuatu yang terkesan mendesak (urgent).


Antisipasi

Ancaman cyber crime di Indonesia merupakan tindak kejahatan di era masyarakat digital yang makin mencemaskan. Dalam laporan State of The Internet tahun 2013, misalnya Indonesia disebut-sebut sebagai negara dengan urutan kedua dalam kasus cyber crime di dunia. 

Angka cyber crime di Indonesia di tahun itu dilaporkan mencapai angka 36,6 juta serangan. Semasa wabah covid-19, bisa dipastikan angka serangan siber yang menghantui masyarakat akan melonjak tajam dan membutuhkan antisipasi yang sesegera mungkin.

Lebih daripada sekadar perlindungan dan langkah-langkah pencegahan yang mengandalkan pada kerja Badan Siber Nasional dan Kominfo, upaya untuk melindungi masyarakat agar tidak menjadi korban cyber crime tentu juga tergantung pada kemampuan dan literasi infomasi masyarakat itu sendiri.

Melatih kepekaan dan sikap kritis masyarakat agar tidak membuka e-mail dan tautan yang mencurigakan atau berasal dari sumber tidak terpercaya. Dan, selalu bersikap waspada terhadap setiap file elektronik yang dilampirkan.

Karena, bisa saja mengandung konten yang berbahaya,yakni hal-hal yang seharusnya otomatis dilakukan masyarakat yang sadar dan memiliki literasi informasi yang memadai.

Di tengah booming informasi dan meningkatnya kecemasan masyarakat akan bahaya covid-19, jangan sampai kita terperangkap dan menjadi
korban untuk kedua kalinya akibat ulah penjahat siber. Biasakan diri hanya membuka situs-situs resmi untuk mendapatkan update mengenai kondisi terbaru covid-19, demi menghindari infeksi malware, dan tidak menjadi korban cyber crime.

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya