Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Perempuan Politik sebagai Aset Bangsa

Nurhasanah Sekretaris Jenderal DPP Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI)
04/3/2020 06:05
Perempuan Politik sebagai Aset Bangsa
(Dok Pribadi)

SUDAH saatnya perempuan berpartisipasi aktif membangun bangsa dan negara melalui jalur politik. Oleh karena itu, perempuan politik merupakan aset besar milik bangsa yang harus terus didorong maju, bukan hanya kuantitas, melainkan juga kualitasnya.

Melalui Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) perempuan politik dihimpun. KPPI terus menggelorakan suara perempuan untuk melek politik sehingga pada saatnya nanti akan mampu berjuang bersama-sama laki-laki di jalur politik.

Perempuan memiliki kemampuan sama dengan lelaki dalam hal aspirasi politik. Kalahnya kan cuma di otot. Kalau zaman sekarang untuk menuntut kesetaraan gender itu sudah keniscayaan. Tidak bermaksud mengancam dominasi laki-laki, tetapi untuk keseimbangan peran.

Kaum perempuan harus terus mengasah kemampuan di berbagai bidang sehingga pada saatnya berjuang, semua sudah siap diaplikasikan.

Keterwakilan perempuan jangan sekadar penuhi kuota. Namun, harus didorong melalui regulasi agar komposisi perempuan bisa ikut terakomodasi di parlemen, yakni keterwakilan minimal 30% perempuan dalam legislatif.

Namun, perempuan dalam parlemen jangan hanya pelengkap. Atau hanya memenuhi kuota keterwakilan perempuan saja (kuantitas). Namun, kualitas perempuan sebagai politikus juga harus mumpuni dan dominan dalam pengambilan keputusan dan layak bersaing dengan politisi pria.

Aturan tentang kewajiban kuota 30% bagi calon legislatif (caleg) perempuan ialah salah satu capaian penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia pascareformasi. Aturan tersebut tertuang dalam sejumlah UU, yakni UU No 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, UU No 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum. Lalu, UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR-DPRD yang di dalamnya juga memuat aturan terkait Pemilu 2009.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disebutkan menyertakan paling sedikit 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat.

UU No 2 Tahun 2008 mengamanahkan pada parpol untuk menyertakan keterwakilan perempuan minimal 30% dalam pendirian ataupun kepengurusan di tingkat pusat. Angka 30% ini didasarkan pada hasil penelitian PBB yang menyatakan bahwa jumlah minimum 30% memungkinkan terjadinya suatu perubahan dan membawa dampak pada kualitas keputusan yang diambil dalam lembaga publik.

UU No 10 Tahun 2008 mewajibkan parpol untuk menyertakan 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan tingkat pusat. Syarat tersebut harus dipenuhi parpol agar dapat ikut serta dalam pemilu. Peraturan lainnya terkait keterwakilan perempuan tertuang dalam UU No 10 Tahun 2008 Pasal ayat 2 yang mengatur tentang penerapan zipper system, yakni setiap tiga bakal calon legislatif, terdapat minimal satu bakal calon legislatif (bacaleg) perempuan.

Meski representasi perempuan di ranah politik praktis sudah didorong sedemikian rupa melalui berbagai macam kebijakan, hasilnya masih jauh dari memuaskan.

Menurut data Inter Parliamentary Union (IPU) seperti dikutip Scholastica Gerintya (2017), di level ASEAN, Indonesia menempati peringkat keenam terkait dengan keterwakilan perempuan di parlemen. Sementara itu, di level dunia internasional, posisi Indonesia berada di peringkat ke-89 dari 168 negara, jauh di bawah Afganistan, Vietnam, Timor Leste, dan Pakistan.

Peningkatan kompetensi

Saat ini masih perlu upaya serius untuk meningkatkan kompetensi dan integritas perempuan yang ingin terjun ke dunia politik, salah satunya lewat pelatihan kepemimpinan.

Diklat kepemimpinan perempuan, advokasi, kemudian bagaimana keterlibatan kita di dalam kebijakan publik, ini yang akan kita lakukan ke depan. KPPI akan terus konsisten mewadahi gerakan perjuangan kaum perempuan politik dalam membuat setiap gerakan. Memberikan pemahaman bahwa memang perempuan itu diperlukan, jadi tidak dianggap bahwa dia hanya hidup di wilayah domestik.

Jadi, tugas kita membawa perempuan terlibat aktif dalam berbagai kebijakan publik, terutama di ranah kebijakan pemerintah. Anggota KPPI harus responsif terhadap peran-peran perempuan untuk aktif menentukan pembangunan.

Kaukus Perempuan Politik Indonesia menilai, saat ini kaum perempuan sudah berani untuk tampil di dalam dunia politik menyalurkan pikiran yang positif untuk membangun daerah.

Dalam konteks pilkada lokal Lampung, misalnya, diketahui beberapa kandidat yang muncul dalam penjaringan partai politik, di antaranya Eva Dwiana di pemilihan wali kota (pilwakot) Bandar Lampung, Anna Morinda di pilwakot Metro. Lalu, Rina Marlina di pemilihan bupati (pilbup) Way Kanan. Erlina beserta Elti Yunani yang mendeklarasikan diri maju pada pilbup Pesisir Barat.

Saya mengapresiasi keberanian kaum perempuan untuk terjun di dunia politik. Sejauh ini, KPPI juga terus berupaya memberikan pemahaman kepada kaum perempuan untuk berani tampil ke publik menyumbangkan pikiran positifnya untuk membangun daerah.

Fokus terus meningkatkan kuota 30% keterwakilan perempuan di parlemen pada seluruh tingkatan.

Peran partai politik juga sangat di perlukan untuk memberi ruang terhadap kader perempuannya ke ranah publik. Perempuan yang berani tampil di dunia politik merupakan perempuan hebat yang berhasil membagi waktu antara karier dan keluarga.

Harapan saya, jika ada kegiatan yang menyangkut sosilasisasi peraturan publik terkait dengan pemberdayaan perempuan, DPD KPPI seluruh Indonesia harus terlibat secara aktif dan masif.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya