Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
DUNIA pendidikan merupakan medan juang yang berat dan memiliki begitu banyak pekerjaan rumah menumpuk serta kompleks. Pada 2014, tim Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mencatat berbagai pekerjaan rumah tersebut dalam buku Pendidikan untuk Transformasi Bangsa: Arah Baru Pendidikan untuk Perubahan Mental Bangsa (Penerbit Kompas, 2014).
Buku tersebut mengejawantahkan begitu banyaknya tantangan yang dihadapi dunia pendidikan, seperti bonus demografi, perluasan pendidikan anak usia dini, pembangunan pendidikan dasar yang bermutu, pengembangan pendidikan menengah universal, lalu pengembangan perguruan tinggi yang berdaya saing, penguatan pendidikan nonformal dan informal dalam kerangka lifelong learning, pengembangan kurikulum, pengelolaan guru, serta pendidikan karakter. Catatan beberapa tahun lalu tersebut masih relevan dalam konteks kekinian.
Data BPS (2019) menunjukkan bahwa rata-rata lama sekolah (RLS) penduduk Indonesia pada 2018 ialah 8,58 tahun. Artinya, secara umum tingkat pendidikan penduduk dewasa setingkat SMP kelas delapan, sementara harapan lama sekolah (HLS) sebesar 12,91 atau setara kelas 12. Angka ini menjadi cerminan perlunya kerja keras pemerintah membangun pendidikan, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Keberhasilan membangun pendidikan akan berkorelasi dengan kemajuan Indonesia sehingga potret pembangunan pendidikan saat ini akan menjadi gambaran kehidupan di masa depan. Bagir (2019) dalam buku Memulihkan Sekolah Memulihkan Manusia menyebut bahwa setiap masalah, baik itu ketidakdisiplinan, korupsi, konflik dan kekerasan, serta ketidakbahagiaan karena rendahnya kualitas pendidikan sehingga pembangunan pendidikan yang baik di masa kini akan menghasilkan manusia cerdas yang mampu memilah risiko dan arif dalam bertindak.
Laporan Driving the Skills Agenda: Preparing Students for the Future yang dirilis The Economist Unit Intelligence Unit (2018) menyebut perlunya pendidikan untuk memberi bobot pada upaya membangun kemandirian dalam mengeksplorasi beragam pengetahuan serta merespons perubahan yang terjadi begitu cepat.
Keterampilan literasi, numerasi, penguasaan bahasa asing, penyelesaian masalah, kerja sama tim, komunikasi, berpikir kritis, kreativitas, literasi digital, kepemimpinan, kecerdasan emosional, dan kewirausahaan merupakan aspek yang sangat penting dikuasai anak-anak.
Berbagai keterampilan dan karakter yang disampaikan pada laporan tersebut membutuhkan ekosistem pendidikan yang memadai. Tanpa membangun ekosistem pendidikan yang memadai, berbagai keterampilan tersebut mustahil dimiliki anak-anak di negeri ini.
Ruang pendidikan yang ramah terhadap beragam potensi anak dan mampu melejitkan berdasarkan keunikan anak-anak ialah keniscayaan, jika ingin membentuk anak-anak bangsa yang memiliki beragam keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi masa depan yang semakin tidak pasti.
Zaman bergerak
Dinamika zaman dan transformasinya memerlukan pendidikan yang lebih luwes dan fleksibel. Tuntutan agar anak-anak menjadi sosok yang adaptif, kreatif, reflektif, kritis, dan cinta negeri ini menjadi lebih kuat mengemuka di era saat ini sehingga porsi dunia pendidikan untuk menguatkan hal tersebut menjadi begitu signifikan.
Pendidikan di sini tidak hanya dimaknai sebagai dunia persekolahan, tetapi juga bagian menyeluruh dari sebuah sistem yang jalin-menjalin. Fondasinya ialah keluarga, sekolah, masyarakat, yang merupakan bagian dari trisentra dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara.
Membangun pendidikan tidak dapat dilakukan secara parsial, tetapi membutuhkan upaya menyeluruh. Dalam bahasa Ki Hadjar Dewantara, pendidikan berarti upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Ketiganya, menurut Ki Hadjar Dewantara, tidak boleh dipisahkan agar melalui pendidikan anak-anak dapat meraih kehidupan yang selaras dengan dunianya (Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 2013), apalagi jelas generasi saat ini menghadapi tantangan yang berbeda dengan masa-masa sebelumnya.
Anak-anak yang hadir saat ini juga memiliki karakteristik yang berbeda dengan generasi sebelumnya sehingga pendekatan yang perlu dilakukan pun jelas sangat berbeda. Misalnya, jika menggunakan kategori yang dibuat David Stillman dan Jonah Stillman (2018) dalam bukunya Generasi Z: Memahami Karakter Generasi Baru yang Akan Mengubah Dunia Kerja, mereka yang lahir pada rentang 1995-2012 merupakan generasi Z.
Tipikal generasi yang realistis, lahir di tengah digitalisasi, selalu berusaha terkoneksi dengan informasi, mandiri, dan kompetitif. Jelas sudah, pola pendidikan biasa dapat mengakomodasi tipikal generasi dengan sifat seperti itu.
Berhasil membangun pendidikan dengan baik akan menjadi daya dukung yang sangat baik bagi keberhasilan Indonesia di masa depan. Itu karena sudah jelas ketika kita gagal mendidik berarti siap menggelar karpet merah untuk memanen berbagai risiko.
Kesungguhan dalam membangun pendidikan menjadi hal yang sangat mendesak untuk menuai masa depan Indonesia yang gemilang. Namun, ketidakseriusan dalam membangun pendidikan akan sangat berkorelasi dengan kesiapan untuk menuai berbagai kegagalan pembangunan di masa depan.
Tilaar (2012) dalam buku Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia menyatakan bahwa pendidikan merupakan kunci dari segala perubahan sosial yang diakui dunia internasional. Menurutnya, tanpa reformasi pendidikan tidak mungkin terlaksana reformasi politik, reformasi ekonomi, dan reformasi sosial sebab reformasi berhubungan dengan sikap manusia dan sikap manusia hanya dapat diubah melalui proses pendidikan.
Pada titik ini, peran pemerintah dalam mengorkestrakan kebijakan pendidikan tidak hanya mampu adaptif terhadap perubahan zaman, modernisasi, dan globalisasi, tetapi juga memperhatikan lokalitas dan potensi dari tiap daerah di Indonesia menjadi sangat penting sehingga tidak ada lagi kebijakan pendidikan gebyah-uyah yang memosisikan seluruh daerah sama, sesuatu yang bertentangan dengan Indonesia yang begitu ragam.
Operasionalisasi kebijakan pendidikan itu memerlukan gotong royong dari semua elemen. Terminologi gotong royong beberapa kali diungkapkan Mendikbud dalam beberapa kesempatan. Ungkapan gotong royong sangat perlu dioperasionalisasikan dalam praktik-praktik nyata di lapangan.
Dalam masyarakat demokratis, partisipasi dari setiap elemen, pemerintah, masyarakat, dunia usaha, komunitas lokal, maupun orangtua ialah keniscayaan. Kerja sama tersebut akan mampu mengubah wajah pendidikan menjadi semakin partisipatif, yang mana setiap pihak berkesempatan memberikan upaya terbaiknya untuk membantu upaya pencerdasan bagi anak bangsa.
PENGAMAT Jaringan Damai Papua, Adriana Elisabeth, berpendapat kunjungan dan pertemuan Majelis Rakyat Papua (MRP) dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tidak mewakili seluruh Papua.
Baru-baru ini, pakar ilmu politik Ikrar Nusa Bhakti dalam sebuah dialog di TV mengatakan, politik di negeri ini sudah masuk kategori disgusting, bukan lagi interesting, bukan pula amusing.
PBB memperingatkan bahwa 40% hewan penyerbuk invertebrata (terutama lebah dan kupu-kupu), berisiko mengalami kepunahan global.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, (LIPI) mengungkapkan bahwa teknologi O3 dipercaya sebagai zat desinfektan yang efektif membunuh kuman dan bakteri.
Masalah di Indonesia, perubahan neraca air yang cenderung semakin defisit akibat perubahan iklim dan penggunaan air baku yang makin tinggi
Di antara seluruh negara-negara di dunia ada 17 negara yang dikategorikan dalam negara yang mempunyai megabiodiversity, termasuk Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved